Orang beriman itu akan berpikir bagaimana agar semangat dan ruh ibadah di bulan Ramadan ini tak berhenti di bulan mulia tersebut. Tapi bisa terus hidup di bulan Syawal dan bulan-bulan selanjutnya.
Oleh. Muthi Idris
NarasiPost.Com-Ramadan adalah bulan yang penuh kemuliaan, yang selalu dirindukan oleh ia yang beriman. Setiap detiknya menyimpan kehangatan, menggetarkan jiwa, menanamkan optimisme untuk bersegera meraih kasih sayang-Nya, ampunan-Nya dan pembebasan dari siksa api neraka-Nya. Tak penah bosan tilawah Al-Qur'an, tarawih, tahajud, serta menghidupkan setiap malam dan siangnya. Bulan diturunkannya Al-Qur'an yang mulia, yang di dalamnya tersimpan malam yang lebih baik daripada umur manusia, malam seribu bulan, malam Lailatulqadar, dan masih banyak lagi kemuliaan yang dimilikinya.
Ia yang beriman akan dirundung kesedihan, saat menyadari bulan penuh kemuliaan itu akan pergi. Bulir-bulir air mata turut menghiasi kebersamaannya, khususnya di momen-momen terakhir. Tak ingin berpisah karena belum tentu juga tahun depan bisa bertemu lagi. Namun disisi lain, orang beriman yang akan mendapatkan derajat takwa memahami bahwa inilah sunatulah, ada awal dan sudah tentu pasti ada batas akhir, ada pertemuan dan pasti ada perpisahan. Maka, orang beriman itu akan berpikir bagaimana agar semangat dan ruh ibadah di bulan Ramadan ini tak berhenti di bulan mulia tersebut. Tapi bisa terus hidup di bulan Syawal dan bulan-bulan selanjutnya.
Mengutip penjelasan Ustaz Abi Makki, Lc. dalam kajian I'tikaf Cinta Qur'an TV, ada tiga hal yang harus kita tanamkan, yaitu: Pertama, bagi ia yang menyembah Ramadan, mungkin ia akan taat di bulan Ramadan saja. Maka, tanamkan dalam diri bahwa kita bukan hambanya Ramadan, tapi kita adalah hamba dari Rabb-nya Ramadan, juga Rabb-nya Syawal, Zulkaidah, Zulhijah, dan seluruh bulan lainnya. Maka, beribadahlah karena Allah Swt. Ketika Ramadan berlalu, kita tidak kehilangan harapan, karena sejak awal kita menggantungkan harapan hanya kepada Allah Swt. Kita akan selalu merasa diawasi kapan pun, di mana pun, beramal dan beribadah bukan untuk Ramadan, tapi untuk Rabb-nya Ramadan.
Kedua, ada sebuah kaidah yang harus kita kita pegang, yaitu: "Siapa saja yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung. Siapa saja hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia orang yang rugi. Dan siapa saja hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia adalah orang yang terlaknat atau celaka."
Dengan merenungkan kalimat di atas, akan cukup memperlihatkan siapa diri kita yang sebenarnya. Termasuk bagaimana kualitas kita dari awal hingga akhir Ramadan kemarin, apakah kita termasuk orang yang istikamah atau tidak. Kita mampu menilai diri kita tanpa harus meminta penilaian dari orang lain, apakah termasuk orang beruntung, rugi atau bahkan yang terlaknat dan celaka.
Ketiga, menjaga konsistensi atau istikamah itu memang tidak mudah. Rasulullah saw. bersabda: wa qaaribu wa saddidu. Hadis Riwayat Muslim tersebut memiliki makna yaitu sempurnakanlah kebiasaan baikmu atau dekatkanlah menjadi kesempurnaan yang ada.
Mungkin di luar Ramadan agenda kita pun beragam. Namun, tetaplah menjalankan amalan-amalan yang sudah kita bangun selama Ramadan, meski nilainya tak sama. Contohnya, saat Ramadan kita biasa membaca Al-Qur'an satu juz dalam satu hari. Maka, selesai Ramadan pun harus tetap membaca Al-Qur'an meski hanya mampu empat atau lima halaman, atau bahkan hanya satu halaman pun tidak masalah. Sedekahnya tetap ditunaikan meski mungkin hanya seribu atau dua ribu rupiah. Salat malamnya yang biasa tarawih 23 rakaat atau tahajud delapan rakaat, setelah Ramadan jangan sampai ditinggalkan, meski hanya mampu delapan, empat, atau dua rakaat. Jangan ditinggalkan meski nilainya berkurang, karena nanti akan ada masanya meningkat. Namun, jika ditinggalkan, maka kebiasaan-kebiasaan baik itu akan benar-benar lepas dan merugilah kita.
Demikian hal-hal yang perlu kita pahami dan amalkan, mudah-mudahan kita mampu terus menjaga konsistensi semangat Ramadan ini, meski memang belum tentu kita akan sampai pada Ramadan selanjutnya. Mudah-mudahan melalui amalan-amalan ini menjadi bukti, bahwa kita hamba Allah yang selalu merindukan kemulian Allah di bulan Ramadan. Tidak hanya dalam lisan, akan tetapi memang terwujud dalam tindakan. Dengan begitu, semoga Allah wafatkan kita dalam keadaan husnulkhatimah dengan tetap selalu mendapatkan kemuliaan Ramadhan. Aamiin.
Wallahu alam bi shawab.[]