Kanaahnya Seorang Istri, Melanggengkan Hubungan Suami Istri

"Jika suami telah menunaikan kewajibannya dalam memberikan nafkah, maka kewajiban istri adalah menerimanya dengan kanaah. Ia tidak menggerutu terhadap pemberian itu. Ia akan menerima dengan ikhlas berapa pun yang diterimanya."

Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pernikahan merupakan salah satu hukum syarak yang ditetapkan oleh Allah Swt. sebagai solusi bagi pemenuhan naluri melanjutkan jenis. Melalui pernikahan, kehormatan laki-laki dan wanita akan terjaga. Dalam pernikahan ini, laki-laki dan perempuan akan menjalankan hak dan kewajiban masing-masing. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ahmad:

"… Seorang laki-laki adalah pemelihara atas penghuni rumahnya dan bertanggung jawab atas mereka. Seorang perempuan adalah pemelihara rumah serta anak suaminya dan bertanggung jawab atas mereka …."

Pemberian Nafkah sebagai Salah Satu Pilar Rumah Tangga

Pernikahan akan tegak dengan ri'ayah (pemeliharaan) dari suami. Dalam melakukan pemeliharaan ini, suami harus bersikap makruf terhadap istri. Sikap makruf itu, salah satunya diwujudkan dengan pemberian nafkah. Ketika seorang laki-laki mengucapkan akad ijab kabul, sejak saat itu, ia berkewajiban untuk memberi nafkah kepada wanita yang dinikahinya. Hal ini merupakan pelaksanaan Surah An-Nisa [4] ayat 34:

الرجال قوامون على النساء

"Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan."

Nafkah pertama yang diberikannya adalah mahar. Dalam hadis riwayat Ath-Thabrani, Rasulullah saw. menyatakan bahwa, laki-laki yang telah menikahi seorang wanita, tetapi tidak menunaikan hak istrinya, dianggap telah menipu istrinya. Bahkan, jika ia mati sebelum menunaikan hak istrinya, kelak akan dianggap sebagai pezina oleh Allah Swt.

Kewajiban untuk memberi nafkah ini terus ada, bahkan ketika istri nusyuz (membangkang terhadap suami) sekalipun. Namun, ini hanya berlaku bagi pemenuhan kebutuhan fisik. Kewajiban itu akan gugur, jika suami menalak istrinya dan telah habis masa idahnya.

Allah Swt. telah menjanjikan pahala yang sangat besar bagi suami yang memberi nafkah kepada istrinya. Bahkan, hal ini merupakan kebaikan yang paling utama dalam hidup seorang laki-laki. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis riwayat Imam Muslim:

دِيْنارٌ اَنْفَقْتَهُ في سبيل الله ودِيْنارٌ انْفَقْتَهُ في رَقَبَةٍ ودينار تَصَدَّقْتَ به على مسكين ودينار انفقته على أهلِك اعْظَمُها أجْرًا الذي انفقته على أعلم

"Satu dinar yang engkau belanjakan di jalan Allah Swt., satu dinar yang engkau belanjakan untuk membebaskan hamba sahaya, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu."

Nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri, haruslah sama seperti yang dia berikan kepada dirinya sendiri. Jika suami makan, berpakaian, serta tinggal di rumah yang layak, maka, itu pula yang harus diberikannya kepada sang istri. Tentu saja, hal ini sesuai dengan kesanggupan suami.

Namun, jika nafkah suami tidak mencukupi, sementara ia mampu memberikan lebih dari itu, maka seorang istri diperbolehkan mengambil harta suaminya meskipun tanpa seizin suami. Hal ini sebagaimana kisah Hindun, istri Abu Sufyan. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Hindun mengadukan sikap pelit Abu Sufyan. Ia tidak memberikan nafkah yang cukup untuk Hindun dan anaknya. Maka, Hindun mengambil harta Abu Sufyan tanpa sepengetahuan suaminya itu. Maka, Rasulullah bersabda, "Ambillah yang mencukupimu dan anakmu secara makruf."

Kewajiban Istri adalah Kanaah

Jika suami telah menunaikan kewajibannya dalam memberikan nafkah, maka kewajiban istri adalah menerimanya dengan kanaah. Ia tidak menggerutu terhadap pemberian itu. Ia akan menerima dengan ikhlas berapa pun yang diterimanya.

Sikap kanaah ini akan menghindarkan istri dari siksa api neraka. Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis yang menyatakan bahwa, Rasulullah saw. bersabda,

إن الفُسَّاق أهلُ النار قيل يا رسولَ الله ومَن الفساقَ؟ قال النساء قال رجلٌ يا رسولَ الله أوَلَسْنَ أو أمَّهاتُنا وأخَواتُنا وأزْواجُنا قال بلى ولكنهن إذا أُعْطِيْنَ لم يَشْكُرنَ وإذا أبتلين لم يصبرن

"Sesungguhnya orang yang banyak berbuat fasik adalah penghuni neraka. Dikatakan, 'Ya Rasulullah, siapakah orang yang banyak berbuat fasik itu?' Beliau menjawab, 'Perempuan.' Seorang laki-laki berkata, 'Bukankah mereka itu ibu, saudara perempuan, dan istri kita?' Beliau menjawab, 'Benar. Namun, jika diberi mereka tidak bersyukur dan jika diuji mereka tidak bersabar."

Dalam hadis ini, Rasulullah saw. tidak menyebutkan wanita yang tidak mensyukuri nikmat atau tidak bersabar atas ujian. Namun, Rasulullah saw. menyebutnya dengan kata nisa. Yang dimaksudkan di sini adalah wanita yang menjadi saudara perempuan, ibu, sekaligus anak perempuan. Dia adalah istri. Hal ini dikuatkan dengan hadis riwayat An-Nasa'i, Hakim, dan Ath-Thabrani yang menyatakan bahwa pada hari kiamat, Allah Swt. tidak akan memandang kepada wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya dan tidak berupaya mengerjakan sendiri pekerjaannya tanpa merepotkan suami.

Hal itu mengharuskan para istri untuk bersikap hati-hati. Mereka harus bersikap kanaah terhadap pemberian suami. Ia tidak boleh menuntut lebih dari kemampuan suami. Termasuk tidak meminta baju baru jika yang lama masih layak dipakai. Aisyah r.a. menyampaikan pesan Rasulullah saw. dalam hadis riwayat At-Tirmidzi:

إنْ سَرِّكِ الُّحُوْقُ بِيْ فَلْيَكْفِيْكِ من الدنيا كَزادِ الراكِبِ وإيّاكِ ومُجالِسَةِ الأغْنِياءِ ولا تََسْتَخْلِفِيْ ثَوْبًا حتى تَرْقِعِيْهِ

"Jika menyertaiku membahagiakanmu, cukupkanlah dari dunia ini seperti bekal orang yang bepergian. Jauhilah bergaul erat dengan orang-orang kaya dan janganlah mengganti pakaian (dengan yang baru), hingga engkau menambalnya."

Menurut Urwah, Ummul Mukminin Aisyah r.a. pun tidak mengganti pakaiannya dengan yang baru, kecuali setelah ia menambal pakaiannya. Padahal, ia adalah Ibu Negara. Namun, ketaatan dan kecintaannya kepada suaminya, Rasulullah saw. membuatnya rela meninggalkan keindahan dunia karena mengharap keridaan Allah Swt.

Sangat jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh para wanita zaman sekarang. Bagaimana mereka berlomba-lomba mempercantik penampilan hanya untuk mendapatkan pujian orang. Meskipun untuk itu, mereka harus mengutang.

Jika karena satu kondisi, seorang suami tidak mampu memberikan nafkah kepada istrinya, seorang istri diperbolehkan untuk mengajukan khulu'. Khulu' adalah permohonan perceraian dari seorang istri terhadap suaminya melalui seorang hakim. Namun, jika ia tetap bersabar dan memilih tetap bersama suaminya, lebih utama baginya dibandingkan menghancurkan pernikahannya.

Apalagi, jika si istri memiliki harta yang dapat membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Jika ia menginfakkan hartanya, ia akan mendapatkan dua pahala. Yaitu, pahala kekerabatan dan sedekah. Hal ini sebagaimana kisah Zainab Ats-Tsaqafiyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Istri Abdullah bin Mas'ud itu pernah menyampaikan pertanyaan kepada Rasulullah saw. tentang hukum bersedekah kepada suami dan anak-anak. Saat itu, Rasulullah saw. menjawab bahwa, mereka (para istri) akan mendapatkan pahala kekerabatan dan pahala bersedekah.

Khatimah

Inilah konsep Islam dalam mengatur kehidupan suami istri. Pengaturan yang sangat indah ini akan menjaga hubungan keduanya tetap langgeng. Pernikahan yang mereka bina pun akan mewujudkan ketenangan dan ketentraman.

Ketenangan dan ketentraman ini akan muncul karena terpenuhinya hak dan dilaksanakannya kewajiban. Maka, rasa sayang dan cinta akan terus terjaga di antara keduanya. Hal ini tentu juga berdampak positif bagi anak-anak mereka.

Karena itu, menjalankan aturan-aturan Islam ini menjadi solusi satu-satunya bagi rusaknya pergaulan suami-istri saat ini. Sayangnya, banyak di antara mereka yang belum memahami. Karena itu, tugas kita sebagai muslim untuk menyampaikan hal ini kepada umat. Agar semakin banyak rumah tangga muslim yang terhindar dari kehancuran.

Wallaahu a'lam bishshawwaab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Tamu Agung Akan Segera Pergi
Next
Alarm Diskriminasi di Hari yang Fitri
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

Kanaah itu indah..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram