Idulfitri adalah momentum tepat untuk kembali kepada fitrah menuju ketaatan yang sempurna, menyebarkan kebaikan terhadap sesama manusia, karena ajaran Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Idulfitri merupakan momen puncak bagi kaum muslim setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa Ramadan. Namun, masih seperti tahun sebelumnya, hari raya tahun ini masih diselimuti duka, seremonial ritual semata karena hidup dalam sistem kapitalisme. Kewajiban ibadah puasa masih sebatas kewajiban individual orang-orang yang beriman, bukan kewajiban negara untuk menyempurnakan agar terpenuhinya kebutuhan orang yang sedang berpuasa.
Menjadi hal yang wajar, sekali pun kaum muslim merayakan kebahagiaan dan kemenangan spiritual di hari raya. Namun, sejatinya kaum muslim di negeri ini masih merasa terbebani oleh berbagai kesedihan dan keterpurukan. Harga-harga kebutuhan pokok yang mahal, ditambah bencana alam yang terjadi di beberapa daerah, semisal badai tornado di Bandung, banjir di Kudus, Demak dan gempa di Jawa Timur. Tentunya, semua bencana tersebut merupakan teguran dari Allah Swt. karena tidak diterapkannya aturan hukum Allah Swt. di muka bumi ini.
Makna hari raya bagi kaum papa hanyalah kegembiraan setelah berpuasa, bukan kemenangan terbebas dari belenggu kemiskinan. Apalagi bagi saudara sesama muslim yang masih merasakan duka mendalam, seperti saudara-saudara kita di Gaza yang terus menderita akibat konflik yang berkepanjangan. Mereka harus merayakan Idulfitri di tengah reruntuhan dan puing-puing kehidupan yang hancur. Mereka tetap berusaha memelihara asa menemukan makna kemenangan Idulfitri dengan mengumpulkan kembali kekuatan, walaupun sebatas kebersamaan dan doa.
Hilangnya Perisai Umat
Hilangnya perisai umat berupa Kekhilafahan Islam telah menjadi beban bagi sebagian besar kaum muslim di berbagai belahan dunia. Sulitnya kehidupan dengan mahalnya harga kebutuhan pokok membuat banyak keluarga tidak bisa merayakan Idulfitri dengan layak. Mereka harus berjuang keras hanya sekadar untuk menyediakan hidangan lezat dan pakaian baru untuk keluarga.
Di sinilah urgensinya zakat fitrah berupa bahan pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, tujuannya tidak lain agar kaum fakir miskin bisa menikmati makanan yang layak di hari kemenangan. Pemandangan yang sangat miris melihat anak-anak di Gaza. Mereka hanya bisa makan dari remah makanan sampah.
Idulfitri rupanya masih sebatas momen untuk merayakan kemenangan atas terbebasnya diri dari belenggu hawa nafsu. Belum menjadi kemenangan umat Islam secara global karena masih terbelenggu penjajahan kapitalisme yang telah menindas nilai-nilai kemanusiaan dan merampas harta kekayaan alam milik umum. Belum tegaknya kembali institusi Kekhilafan Islam telah menjadikan kaum muslim hidup tanpa adanya perisai umat, sehingga harga dirinya tercabik-cabik, serba terpuruk, dan tertindas di berbagai belahan dunia.
Namun demikian, di balik segala kesusahan dan penderitaan, kita harus tetap menjaga asa di hari raya dengan menemukan makna yang lebih dalam dari Idulfitri. Kita dapat belajar untuk bersyukur atas segala nikmat yang masih kita miliki, bahkan di tengah cobaan terberat sekali pun.
Kita dapat belajar untuk lebih peduli terhadap sesama, menyebarkan kebahagiaan dan kasih sayang kepada yang membutuhkan. Inilah makna yang tersirat dari penggalan QS. Al Baqarah ayat 185, bahwa puasa di bulan Ramadan itu dicukupkan bilangannya untuk mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang telah diberikan kepada orang-orang yang beriman agar dapat bersyukur.
Saat ini, mungkin yang dibutuhkan bukanlah kemeriahan atau perayaan Idulfitri yang mewah, melainkan kehadiran rasa kebersamaan, empati, dan solidaritas. Marilah kita jadikan kebahagiaan Idulfitri sebagai momentum untuk saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Marilah kita berkomitmen untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan, sehingga cahaya kebaikan dan kasih sayang dapat terus bersinar dalam kegelapan dan kesulitan.
Di tengah semua perbedaan dan tantangan yang kita hadapi, semoga makna sejati dari Idulfitri, yaitu kedamaian, kasih sayang, dan kebersamaan, senantiasa menginspirasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan telah diampuninya segala dosa, dan mampu menebarkan kebaikan kepada seluruh umat manusia.
https://narasipost.com/syiar/05/2023/idulfitri-dan-ketakwaan-sepenuh-hati/
Di dalam hadis riwayat Imam Bukhari, Rasulullah saw. menyebutkan, bahwa siapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Kembali Fitrah dan Taat Syariat
Ini adalah kesempatan terbaik untuk bersyukur atas nikmat keimanan dan kesempatan untuk memperbaiki diri yang telah diberikan Allah Swt. kepada umat-Nya. Selain itu, Idulfitri juga merupakan momen untuk kembali pada fitrah manusia yang selalu merindukan tuntunan syariat Islam.
Idulfitri maknanya kembali kepada fitrah. Fitrah adalah kodrat asli yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada setiap manusia sejak lahir. Fitrah tersebut meliputi kecenderungan untuk mencari kebenaran, kasih sayang, keadilan, dan aspek spiritual lainnya. Namun, lingkungan dan budaya sering kali mengaburkan kesadaran akan fitrah tersebut.
Sementara itu, tuntunan terhadap syariat Islam merupakan panduan yang diberikan oleh Allah Swt. melalui Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah saw. Tuntunan ini mencakup segala aspek kehidupan, mulai dari persoalan ibadah hingga tata cara bersosialisasi, dan bertujuan untuk membimbing manusia menuju kehidupan yang penuh makna dan mendapat rida-Nya.
Idulfitri adalah momentum yang tepat untuk kembali kepada fitrah menuju ketaatan yang sempurna, memperkuat tali persaudaraan, saling maaf-memaafkan, dan menyebarkan kebaikan terhadap sesama manusia karena ajaran Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.
Wallahu'alam bish Shawab. []
Semoga Idulfitri tahun ini umat Islam memiliki spirit perubahan untuk kembali taat kepada syariat-Nya
Kuatkan ukhuah giatkan dakwah
Mari jadikan momen ini untuk mempererat tali silaturahmi.