"Dalam sistem Islam, pendidikan merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara, selain daripada kesehatan dan keamanan. Bila dalam sistem sekuler kapitalis rakyat dipusingkan dengan biaya sekolah yang begitu mahal, berbeda dengan Islam yang menyediakan pendidikan gratis."
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pendidikan Islam berjalan sepanjang hayat di rumah, di tengah-tengah masyarakat, dan lembaga pendidikan yang telah sukses menjaga tsaqafah dan identitas umat Islam sebagai umat terbaik (khoiru ummah) yang pernah ada di dunia, hingga berhasil menorehkan peradaban mulia yang mencapai masa kegemilangan.
Sistem pendidikan Islam menjamin penerapan aturan pendidikan Islam yang bertanggung jawab pada identitas umat manusia dan menerapkannya ke seluruh penjuru dunia. Hal ini karena tsaqafah Islam dibawa oleh tentara sekaligus sebagai ulama yang menetap di wilayah taklukan. Mereka memberikan pengetahuan terkait Islam dan bahasa Arab. Bahkan, mereka membuka sekolah-sekolah dan membuka pelajaran di masjid-masjid. Berbagai sekolah ini dinamakan dengan nama para sultan dan pemimpin (khalifah), seperti Madrasah Shalahiyah di Yerusalem yang dinisbahkan kepada Khalifah Shalahudin Al-Ayyubi. Ketika itu, hanya bentuk peradaban dan ilmu-ilmu yang tidak bertentangan dengan syariat Islam yang boleh diambil.
Rasulullah saw. pernah mengutus kaum muslimin untuk belajar terkait industri ke negara-negara yang telah berhasil dalam berbagai bidang. Namun, Nabi saw. tidak mengutusnya untuk mempelajari nilai-nilai moral serta budaya Persia dan Romawi. Pun Khalifah Umar bin Khattab yang pernah memasukkan susunan kepegawaian ke dalam administrasi negara Islam yang dibawa dari Persia tanpa adanya proses mentransfer budaya mereka.
Negara Islam akan mengutamakan pendidikan dan memenuhi tanggung jawabnya. Ini yang dilakukan oleh Nabi saw. sebagai kepala negara Islam di Kota Madinah, saat menetapkan tebusan bagi seorang tahanan di Perang Badar dengan cara mengajari membaca dan menulis kepada sepuluh orang muslim. Sebagai kepala negara Islam, Rasul saw. memberikan pendidikan secara gratis dengan pembiayaan dari baitulmal.
Pada masa kekhilafahan, negara Islam juga menyediakan infrastruktur yang lengkap, yaitu perpustakaan, laboratorium, dan sarana pengetahuan lainnya. Negara Islam menetapkan kurikulum di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi serta membuat satu kurikulum pokok untuk sekolah negeri dan swasta. Negara tidak memberikan izin kepada pihak mana pun untuk mendirikan sekolah yang memberikan pengajaran tentang tsaqafah asing di negeri kaum muslim. Negara juga memutuskan mata rantai lembaga-lembaga dan sejenisnya yang terjun sebagai lembaga pendidikan untuk merusak generasi.
Negara Islam akan mempersiapkan generasi muslim menjadi ilmuwan, termasuk spesialis di semua bidang kehidupan, baik dalam syariat Islam, ilmu fikih, sains, dan peradilan. Mereka akan menjadi ulama yang fakih dan ilmuwan besar untuk mengantarkan negara Islam berada di kedudukan pertama di dunia sekaligus menjadi pemimpin, berpengaruh, dan berdaya karena ideologinya.
Selama masa kekhilafahan Islam tersebut, tercatat lembaga-lembaga pendidikan Islam yang terus mengembangkan diri dari dulu hingga sekarang. Kendati demikian, beberapa di antaranya kini hanya tinggal nama saja. Lembaga pendidikan Islam tersebut pernah menorehkan kejayaan dan menjadi tanda kegemilangan peradaban Islam. Beberapa lembaga pendidikan itu di antaranya, Al-Azhar (975 M-sekarang) di Mesir, Nizhamiyah (1067-1401 M) di Baghdad, Al-Qarawiyyin (859 M-sekarang) di Fez, Maroko, dan Sankore (989 M-sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika.
Masing-masing dari lembaga ini memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju kala itu. Lembaga-lembaga itu berhasil mencetak banyak tokoh pemikir dan ilmuwan muslim yang sangat disegani. Misalnya, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Khawarizmi, Ibnu Ruysd, Ibn Khaldun, Al-Farabi, dan Al-Firdausi.
Daulah Islam tak hanya menerima peserta didik yang menjadi warga negaranya, melainkan juga menerima siswa dari Barat. Bahkan, pemimpin tertinggi umat Katolik, yaitu Paus Sylvester II, turut menjadi salah satu siswa unggulan dari Universitas Al-Qarawiyyin. Karena sebelum menjadi paus, ia sempat mengenyam pendidikan di salah satu universitas tersohor di dunia ketika itu.
Pendidikan dalam kepemimpinan Islam turut melahirkan suasana keimanan yang mendukung melalui penerapan aturan hidup lainnya. Sebab, dalam Islam, negara berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat, bahkan negara pun wajib memastikan agar sistem pendidikan ini berjalan sesuai dengan koridor hukum syarak.
Dalam sistem Islam, aspek pendidikan didukung oleh aturan Islam lainnya. Wajar bukan apabila kepemimpinan ini menciptakan sosok-sosok yang berkepribadian Islam dengan keterampilan yang tidak diragukan lagi? Dalam sejarah, Islam telah sukses membawa umat pada tingkatan kehidupan jauh di atas umat-umat lainnya, yakni sebagai umat terbaik dalam masa yang sangat panjang.
Hal ini disebabkan karena sistem-sistem Islam bersifat menyeluruh. Inilah yang terus digenggam erat para penguasa Islam dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sehingga situasi apa pun yang terjadi, termasuk ketika wabah menerjang, sistem Islam mampu melewatinya dengan sangat baik. Sebagai potret keluhuran sistem pendidikan Islam dalam tinta emasnya, cukup dibuktikan melalui surat yang disampaikan oleh Raja George II:
"Dari George II raja Inggris, Swedia dan Norwegia pada pemimpin (khalifah) Islam, pemimpin muslim negeri Andalusia, pemilik kemuliaan, Khalifah Hisyam III, yang mempunyai posisi tinggi dan mulia. Setelah tawqir (penghormatan) dan takzim (pengagungan), kami memberitahukan kepada Anda bahwa kami telah mendengar terkait kemajuan dan perkembangan pesat 'mata air yang jernih' berupa berbagai perguruan tinggi, ilmu pengetahuan, dan industri-industri yang telah maju di negeri Anda yang makmur dan sejahtera. Maka, kami ingin mengutus putra-putra kami dari bangsa Eropa supaya bisa memperoleh keutamaan-keutamaan kalian, dan sehingga hal ini menjadi langkah awal yang baik dalam meneladani pola-pola kalian, untuk menyebarluaskan cahaya ilmu pengetahuan di negeri kami yang dirongrong kebodohan."
Begitulah peninggalan emas pemerintahan Islam yang sangat dirindukan oleh seluruh umat manusia. Berbeda halnya dengan sistem yang hari ini sedang memimpin. Dalam sistem Islam, pendidikan merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh negara, selain daripada kesehatan dan keamanan. Bila dalam sistem sekuler kapitalis rakyat dipusingkan dengan biaya sekolah yang begitu mahal, berbeda dengan Islam yang menyediakan pendidikan gratis.
Pertanyaannya, biaya pendidikan dalam sistem Islam diperoleh dari mana? Di dalam buku yang berjudul Sistem Keuangan dalam Islam karya Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan, bahwa sumber pendapatan baitulmal negara Islam yang diperoleh untuk membiayai pendidikan, yaitu: Pertama, pos fai dan kharaj yang merupakan harta kepemilikan negara, seperti ganimah, jizyah, khumus, dan dharibah (pajak). Kedua, harta kepemilikan umum, seperti hutan, laut, tambang, migas, dan hima (kepemilikan umum yang menjadi pos khusus penggunaannya). Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak cukup untuk memenuhi biaya pendidikan, dan dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka negara wajib memenuhinya segera dengan cara berutang (qardh). Lalu, utang ini dilunasi oleh pihak negara dengan dana yang diperoleh dari pajak (dharibah) yang dipungut dari kaum muslim yang termasuk kalangan aghnia/orang kaya.
Pada era kegemilangan Islam, sejak abad IV Hijriah, para khalifah membangun berbagai universitas dan memenuhinya dengan sarana dan prasarana seperti perpustakaan, laboratorium, auditorium, asrama mahasiswa, tunjangan dosen dan ulama. Juga dilengkapi dengan fasilitas lainnya, yaitu perumahan seperti taman rekreasi, ruang makan, dapur, dan kamar mandi.
Di Baghdad, Khalifah Al-Mustanir pada abad VI Hijriah mendirikan Madrasah An-Nashiriyah di Kairo, Al-Nuriyah di Damaskus, dan Al-Muntashiriyah di Baghdad. Madrasah ini memiliki fasilitas lengkap, yakni sebuah auditorium dan perpustakaan yang dipenuhi buku-buku yang cukup untuk menunjang proses belajar mengajar. Selain itu, sekolah ini juga dilengkapi dengan permandian dan rumah sakit yang dilayani para tenaga ahli yang siap setiap saat di tempat.
Tentu, jika kita ingin mengulang peradaban emas seperti dahulu, maka umat harus kembali kepada sistem Islam yang kafah. Sebuah sistem yang berdasarkan pada sumber hukum, yaitu Al-Qur'an dan hadis. Hanya dalam naungan khilafah yang akan menerapkan pendidikan Islam bagi generasi terbaik. Sehingga warga negara akan memperoleh pelayanan pendidikan yang adil, merata, gratis, dan amanah.
Wallahu A'lam Bish-Shawwab.[]