"Jika jasad yang sakit, maka ada peluang untuk disembuhkan oleh Allah. Namun jika hati yang sakit, maka oleh Allah akan terus ditambah penyakit di dalam hatinya apabila tidak kita terapi dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan terus memperbaiki tobat kita."
Oleh. Aya Ummu Najwa
NarasiPost.Com-Hati manusia itu cepat kotor. Dan ketika hati telah kotor, maka semua cahaya kebaikan akan menjadi mati dan suram. Seorang hamba harus sering-sering membersihkan hati. Karena hati yang legam dan penuh kotoran adalah hati yang tidak akan mendapat rida dari Allah. Memang benar, sebagai seorang yang beriman kita wajib senantiasa memperbaiki kualitas ibadah kita. Namun, yang tidak kalah penting adalah memperbaiki kualitas hati kita, sebagaimana yang diinginkan dan diridai Allah.
Ibnu Al-Jauzi pernah menjumpai seorang yang selalu terdepan dalam ibadah, tapi ketika diuji oleh Allah berupa wafatnya putra yang sangat dicintainya, maka dia menggugat Allah dan berteriak, "Mengapa Engkau tidak pernah mengabulkan doaku, padahal aku selalu terdepan di saf salat." Ini menandakan bahwa orang yang secara lahir saleh belum tentu saleh hatinya. Dan kesalehan hati lebih utama dari kesalehan lahir.
Membersihkan hati tentu berbeda dengan cara membersihkan benda lain. Ada banyak cara yang dilakukan manusia untuk memperbaiki hati. Sebagai contoh, ada yang datang ke padepokan dengan tujuan membersihkan hatinya, namun akhirnya malah terjerumus kepada zina dan perbuatan maksiat. Ada yang berendam di air dingin, tapi akhirnya malah kerasukan jin. Hal ini terjadi karena cara yang digunakan tidak sesuai dengan syariat, akhirnya bukan ketenangan hati dan keridaan Allah yang didapat, tapi malah pintu keburukan dan kemaksiatan yang terbuka untuknya. Naudzubillah.
Agar kita tahu bagaimana merawat hati kita, maka kita harus mengetahui macam-macam hati, sehingga kita segera mengenali dan sadar jika hati kita mulai terpapar kotoran-kotoran, serta agar kita tahu bagaimana cara menyembuhkannya jika hati kita terindikasi penyakit. Menurut Ibnul Qayyim, hati itu ada tiga, yaitu:
1. Hati yang Sehat (Qalbun Salim)
Dinamakan qalbun salim karena sifat selamat dan sehat telah menyatu dengan hatinya. Hati jenis ini adalah hati yang bersih dan selamat dari berbagai perkara yang dimurkai Allah, baik itu kesyirikan maupun syahwat. Ia hanya murni menghambakan diri kepada Allah, ikhlas semata-mata mencari rida dan cinta-Nya. Segala aktivitasnya, ibadahnya, kehidupannya, ia tujukan hanya untuk mencari rida Allah. Jika mencintai, maka ia mencintai karena Allah. Begitupun jika ia membenci, maka ia membenci karena Allah. Ia pun menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam kehidupannya. Ia beramal sesuai dengan apa yang Rasulullah ajarkan dan berusaha menjalankan semua risalah beliau dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka yang memiliki hati ini, maka ia akan selamat pada hari kiamat kelak, sebagaimana firman Allah dalam surat Asy-Syu’ara’ ayat 88-89:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
"Yaitu pada hari tak ada lagi guna harta juga anak-anak laki-laki, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."
2. Hati yang Mati
Yaitu hati tanpa kehidupan. Ia tidak mengenal Rabb-nya, sehingga ia tak tergerak untuk beribadah kepada-Nya. Nafsu dan kesenanganlah yang senantiasa ia puja, sehingga segala aktivitasnya senantiasa menuruti apa kata hawa nafsunya. Jika ia mencintai, maka ia mencintai dengan nafsunya. Dan jika ia membenci, ia pun membenci karena nafsunya. Hawa nafsu telah membuatnya tuli juga buta. Ia akan lebih menyukai bergaul dengan orang yang memiliki hati yang sama dengannya. Inilah hatinya orang-orang kafir dan munafik, membaur dengan mereka adalah racun dan menjadi teman mereka adalah kehancuran.
3. Hati yang Sakit
Yaitu hati yang hidup namun keadaannya sakit. Ada dua unsur yang saling bertarung dalam dirinya. Tatkala ia berhasil memenangkannya, maka hatinya sedang dalam suasana cinta kepada Allah, takut, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Dan inilah yang disebut nutrisi kehidupan hati. Akan tetapi, kadang ia menjauh dari Allah, dikarenakan ada rasa dengki, ujub, takabur, cinta dunia, zalim dalam dirinya, bahkan hingga membuat kerusakan di muka bumi, maka inilah faktor penghancur hati. Tak jarang kadang ia menjadi baik dan kadang ia menjadi jauh dari kebenaran. Mayoritas manusia adalah pemilik hati yang sakit, cirinya adalah ia masih sering melakukan sesuatu amal tergantung dari atmosfer yang ada. Ketika kuat godaan untuk bermaksiat maka ia akan bermaksiat. Dan ketika dia ingin bertobat maka ia pun bertobat. Kadang ketika hatinya sakit maka ia akan begitu mudah untuk melanggar aturan Allah. Namun ketika ia sehat, ia akan menjadi hati yang sehat dan selamat.
Merawat hati berbeda caranya dengan merawat jasad kita. Ketika jasad sakit, kita akan segera merasakannya dan berusaha sekuat tenaga mencari pertolongan agar sakit fisik kita segera bisa disembuhkan. Akan tetapi, jika hati yang sakit, tidak akan selalu cepat terasa dan disadari, sehingga akan terus berlarut-larut sehingga akhirnya Allah telah menjauhkan kita dari hidayah-Nya. Jika fisik kita sakit dan kita rida, sabar, serta ikhlas, maka pahala akan kita dapatkan. Kita akan diberi kebaikan dan Allah akan meringankan dosa-dosa kita. Lain halnya jika hati kita yang sakit, maka sama sekali tidak akan menghapus dosa kita dan tidak akan menambah kebaikan, malah akan semakin menambah keburukan kita.
Jika jasad yang sakit, maka ada peluang untuk disembuhkan oleh Allah. Namun jika hati yang sakit, maka oleh Allah akan terus ditambah penyakit di dalam hatinya apabila tidak kita terapi dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan terus memperbaiki tobat kita. Sakit fisik akan menjadikan semua makanan yang kita konsumsi menjadi tidak nikmat dan tidak lezat. Begitu pula jika hati sakit, semua ketaatan akan terasa hambar, semua ibadah yang kita lakukan tak mampu kita nikmati. Padahal hakikatnya, setiap ibadah yang kita lakukan akan diberikan rasa lezat oleh Allah. Maka apabila ibadah kita terasa tidak nikmat, sungguh semua itu bermuara pada hati yang sakit. Para ulama mengatakan bahwa ketika orang sudah tidak dapat merasakan kenikmatan ibadah, maka sulit dibayangkan orang itu akan berada di surga kelak. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya semua bangunan yang ada di surga dibangun dari setiap amal ibadah yang kita lakukan.
Untuk menyembuhkan hati yang sakit, maka kita pun harus tahu cara-caranya. Dalam Kitab Shifat Ash-Shafwah, Ibnu Al-Jauzi menulis tentang seorang ulama dari Naishabur yaitu Yahya Bin Muadz Ar-Razi yang telah menyampaikan, Dawa’ al qalb khomsah asya (Lima perkara yang menjadi obat hati), yang di dalam bahasa Jawa disebut Tombo ati ono limo perkoro. Tentu kita sudah tak asing lagi bukan dengan tembang yang viral bahkan didendangkan oleh anak-anak ketika selesai azan sambil menunggu imam tersebut?
Pertama, qira’ah Al-Qur’an bi at-tafakkur atau dalam bahasa Jawa adalah moco Qur'an angen-angen sakmaknane, yaitu membaca Al-Qur’an dan merenunginya dan menadaburinya.
Kedua, khala’ al bathn atau wereng siro kudu luwe, yaitu kosongkan perut untuk berpuasa.
Ketiga, qiyam al-lail atau salat wengi lakonono, yaitu laksanakanlah salat malam.
Keempat, tadzarru’ indza as sahr atau dzikir wengi ingkang suwe, yaitu banyak bermunajat di waktu sahur.
Kelima, mujalasah as shalihin atau wong kang sholeh kumpulono, yaitu jadikan orang-orang saleh sebagai teman duduk atau sahabat.
Nah, para ulama telah memberikan kita trik-trik bagaimana menjaga dan merawat hati kita, bahkan cara menyembuhkan ketika hati kita sakit, yaitu 'ibadurrahman yang artinya senantiasa bergaul dengan Al-Qur'an, beribadah dan jauhi maksiat, jaga salat malam, dan berkumpul dengan orang-orang saleh, agar hati kita senantiasa terjaga dari keburukan dan kemaksiatan.
Wallahu a'lam[]