"Sekiranya negeri ini mengelola alam ala Islam, bukan ala kapitalis, maka lingkungan hidup akan terjaga kelestariannya. Ideologi ternyata mampu menjaga dan melindungi eksistensi ekologi."
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dunia saat ini berada di persimpangan jalan dalam hal kerusakan dan bencana lingkungan yang melanda. Diperlukan pendekatan Islam dalam menjaga dan melestarikan planet ini, termasuk pengelolaan sumber daya dengan cara yang selaras dengan alam.
Tidak akan sengsara, umat manusia yang mengadopsi Islam sebagai ideologi dan keyakinan hidupnya, termasuk menjadikan Islam sebagai solusi atas problematik yang dihadapi manusia di dunia. Sebab, Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur alam semesta, manusia dan kehidupan telah menjadikannya sebuah agama yang dibawa Nabi saw. Sebagai risalah bagi alam semesta dan seisinya. Dan ini adalah kalam Allah yang tidak akan pernah lekang oleh waktu.
Di dalam sistem Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Di mana hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya memberikan hak pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Salah satu pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain melalui hadis riwayat Ibnu Majah, sabda Rasulullah saw. yang artinya: “Kaum muslim berserikat (mempunyai hak yang sama) atas tiga hal: air, padang rumput, dan api.” Kemudian, Rasul saw. juga bersabda yang artinya: “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli ialah air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah).
Berdasarkan dalil di atas dengan jelas, bahwa sumber daya alam hendaknya tidak dikuasai individu. Menghindari keserakahan manusia, yang gila akan keuntungan yang berlipat-lipat. Fitrah keserakahan manusia sering kali melupakan dampak buruk terhadap lingkungan.
Islam secara tegas melarang perbuatan eksploitasi yang merusak lingkungan. Al-Qur’an Surah Al-A’raf ayat 56 yang artinya, “Dan jangan kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya…”
Allah Swt. telah mempersilakan manusia memanfaatkan kekayaan alam untuk kesejahteraan umat. Dalam Al-Quran, hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat, antara lain dalam Al-Qur’an Surah Ar Ra’d ayat 17, yang artinya: ”Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air pada lembah-lembah sesuai ukurannya, maka arus tersebut membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka leburkan dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (juga) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat yang semisal (bagi) yang hak dan yang batil. Adapun buih itu, akan menghilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberikan manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan”.
Selain itu, dalam ayat yang lain, firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an Surah Al-Hadid ayat 25, yang artinya: “Dan Kami menciptakan besi yang terdapat kekuatan padanya yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (agar mereka menggunakan besi itu) dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa”.
Pengelolaan sumber daya alam harus tetap menjaga stabilitas dan kelestariannya. Karena kerusakan sumber daya alam oleh tangan-tangan manusia harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Prinsip ini didasarkan pada Qur’an Surah Ar-Rum ayat 41, yang artinya: “Telah terlihat kerusakan di darat dan di laut yang disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari pada (akibat) perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang hanif)”.
Setidaknya ada tiga solusi terhadap kerusakan dan bencana lingkungan hidup. Pertama, perspektif teknis adalah mekanisme atau cara sains memandang akar masalah dari bencana. Kedua, perspektif politis atau problem policy (kebijakan). Ketiga, pandangan filosofis ideologis, yaitu kebijakan yang diambil ini dipengaruhi oleh pola berpikir kapitalis atau bisa dikatakan kebijakan yang disetir oleh kepentingan-kepentingan material, digerakkan oleh kepentingan para pemegang akses kuat dan pemilik modal.
Sekiranya negeri ini mengelola alam ala Islam, bukan ala kapitalis, maka lingkungan hidup akan terjaga kelestariannya. Ideologi ternyata mampu menjaga dan melindungi eksistensi ekologi. Dan Islam mampu menjamin akan hal itu.
Allah Swt. Mahaadil dan Mahabijaksana telah berfirman dalam Qur’an Surah Al-A’raf ayat 96,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Artinya: “Sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan mencurahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka dikarenakan perbuatannya.”
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]