"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, ilmunya bagaimana dia mengamalkannya,… (HR. Tirmidzi)"
Oleh. Atien
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim."
(HR. Ibnu Majah)
Sahabat, hadis di atas menjadi dalil bagi umat Islam bahwa menuntut ilmu merupakan perintah dari Allah Swt. Siapa saja yang mengaku sebagai orang Islam selayaknya tergerak untuk melaksanakannya. Menuntut ilmu hukumnya wajib sebagaimana salat. Kewajiban tersebut tidak boleh ditinggalkan. Setiap orang terkena kewajiban yang sama tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, dan usia. Semua perbedaan tersebut tidak bisa menghalangi ataupun menggugurkan kewajiban menuntut ilmu yaitu belajar agama.
Sebagai seorang muslimah kita pun tak luput dari kewajiban menuntut ilmu. Kewajiban tersebut bisa dilakukan dengan menghadiri kajian-kajian keislaman. Dari sanalah para muslimah mendapat ilmu agama yang nantinya menjadi bekal dalam menjalani kehidupan di dunia sekaligus menggapai rida Allah Swt.
Maka dari itu, merupakan suatu hal yang menggembirakan ketika para muslimah memiliki kesadaran untuk belajar Islam sehingga mereka mau mendatangi tempat-tempat pengajian. Mereka sangat antusias dan semangat untuk menambah pemahaman agar menjadi muslimah yang beriman dan bertakwa kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kesadaran untuk menghadiri kajian-kajian keislaman bagi para muslimah memang harus terus disuarakan. Hal itu penting sekali dilakukan agar para muslimah tidak merasa enggan ataupun keberatan saat memenuhi kewajiban. Maklum saja, para muslimah yang menghadiri kajian-kajian rata-rata berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Di samping itu, mereka juga disibukkan dengan tugas-tugas domestik yang tiada habisnya. Tidak cukup sampai di situ, mereka pun harus mengurus anak dan suami. Butuh penguatan dan pemahaman yang benar terkait pentingnya mengaji.
Para muslimah yang sudah paham pentingnya ilmu pasti akan mengupayakan untuk menuntut ilmu di tengah-tengah kesibukannya sebagai ibu rumah tangga. Sebab, hal itu penting agar dirinya memiliki bekal dalam menjalani kehidupannya. Kedudukannya sebagai hamba Allah, isteri dan ibu bagi anak-anaknya membuatnya terpacu untuk terus menuntut ilmu. Baginya, Islam bukan sekadar mengatur umatnya di ranah ibadah saja. Lebih dari itu, aturan Islam juga mengatur di ranah kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara.
Namun tidak semua orang memiliki pemahaman yang benar tentang menuntut ilmu. Ada sebagian orang yang berpandangan berbeda dalam menyikapinya. Mereka menganggap kegiatan pengajian dalam rangka menuntut ilmu hanya buang-buang waktu. Bahkan ada pula ibu rumah tangga yang berpikir hal tersebut merupakan aktivitas untuk muslimah yang sudah tidak direpotkan oleh urusan anak-anak yang masih kecil. Mereka juga mengira aktivitas menuntut ilmu hanya berlaku bagi yang memiliki waktu luang dan memiliki banyak uang. Sedangkan bagi yang masih berkutat dengan kesibukan dalam mengurus rumah tangga dan terpuruk ekonominya, hal itu tidak berlaku baginya. Masalah-masalah itulah yang rata-rata menjadi halangan para ibu rumah tangga.
Begitulah kondisi masyarakat saat ini. Rusaknya sistem yang diterapkan membuat umat Islam enggan untuk mengenal agamanya sendiri. Umat Islam digiring untuk menjauhi aturan Ilahi. Para ibu rumah tangga yang notabene bagian dari umat diajak untuk mengurus diri dan keluarganya semata. Aktivitas pengajian digambarkan sebagai hal yang sia-sia yang membuat para ibu lupa untuk mengurus anak-anaknya.
Pemikiran yang demikian adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Menuntut ilmu dan mengurus anak merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan. Dua-duanya merupakan tugas mulia yang berpahala. Keduanya juga bisa berjalan beriringan tanpa mengorbankan salah satunya. Semua itu menjadi bagian dari aturan Allah Swt.
Banyaknya aturan Islam yang harus diterapkan dan ditaati membuat kewajiban menuntut ilmu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Tidak ada kamus dalam diri seorang muslim saat belajar agama menunggu nanti bila sudah ada keinginan dalam diri. Bila seseorang mengaku sebagai seorang muslim pasti dirinya akan berupaya sekuat tenaga untuk mempelajari ilmu agama. Tidak ada alasan apa pun sebagai pembenaran untuk menghindari kewajiban yang sudah diperintahkan oleh Allah Swt.
Allah Swt. sebagai Zat yang menciptakan manusia pasti akan memberi pahala yang berlipat ganda bagi hamba-hamba yang bertakwa. Salah satunya diberikan oleh Allah Swt. kepada umatnya yang mau belajar agama. Allah Swt. ternyata telah menyediakan berbagai keutamaan bagi orang-orang yang bersedia meluangkan waktunya.
Salah satu dari keutamaan menuntut ilmu adalah kemudahan dalam melakukan amal kebaikan yang akan membawa manusia meraih kenikmatan surga.
Rasulullah saw. telah memberikan kabar gembira dalam sabda yang artinya:
"Barang siapa yang meniti suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Ahmad)
Aktivitas menuntut ilmu juga menjadi salah satu sarana bagi seorang muslim untuk meraih amalan jariah yang pahalanya akan terus mengalir meskipun dirinya sudah meninggal dunia. Sebab ilmu yang dipelajarinya tersebut diterapkan dalam kehidupan dan ditularkan kepada orang lain sehingga menjadi sebuah ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.
Rasulullah saw. telah menjelaskan dalam sabda yang artinya:
"Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak saleh yang senantiasa mendoakan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah menuntut ilmu ternyata bukan sebagai beban bagi umat Islam. Namun perintah tersebut akan membawa keberkahan dan kemuliaan bagi pelakunya.
Oleh karena itu, marilah kita menjalankan perintah menuntut ilmu dengan istikamah.
Sebab hal itu menjadi bagian dari sebuah ketaatan. Ketaatan inilah yang akan membawa kita nantinya mampu untuk berhujah di hadapan Allah Swt.
Pada saat itu manusia dikumpulkan untuk mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
"Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya kemana dihabiskannya, ilmunya bagaimana dia mengamalkannya,…" (HR. Tirmidzi)
Wallaahu a'lam bi ash-shawwab.[]