"Mengatakan hal sia-sia, yakni yang mengandung kebatilan merupakan sebuah perbuatan dosa dan termasuk perkataan para penghuni neraka. Hal ini karena di surga, tidak ada satu pun perkataan sia-sia yang terdapat di dalamnya."
Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bagi seorang muslim, menjauhi perkataan yang sia-sia adalah salah satu perintah Allah Swt. Ini jelas terdapat dalam Al-Qur'an surah Al-Mukminun ayat 3.
وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُوْنَ
"Dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna".
Dalam surah Al-Mukminun, Allah Swt. menyebutkan kriteria orang-orang yang beruntung. Makna beruntung di sini adalah mereka yang mendapatkan kebahagian dunia akhirat. Salah satunya adalah mereka yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia atau tidak berguna. Dalam berbagai tafsir dijelaskan bahwa makna laghwun dapat merujuk kepada perbuatan dan perkataan yang tidak mengandung manfaat atau faedah, tidak mengandung kebaikan, dan juga pahala. Lebih lanjut lagi, istilah laghwun juga mengandung perkataan yang membawa kepada kebatilan, kesesatan, dan dosa bagi yang mengatakannya.
Sebagai contoh, perkataan "Semua agama sama atau semua agama benar" merupakan pernyataan yang mengandung kebatilan dan menyalahi syariat Islam. Karena ini bertentangan dengan dalil syar'i bahwa agama yang diridai oleh Allah Swt. hanyalah Islam. Sebagaimana surah Al-Maidah ayat 3. Allah Swt. berfirman yang artinya, "… Pada hari ini, telah Aku (Allah) sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu…".
Begitu juga dengan ungkapan atau perkataan lain yang bertentangan dengan ajaran Islam. Seperti mengatakan bahwa "Khilafah bukan ajaran Islam". Ini juga menyalahi syariat Islam, sebab keberadaan seorang khalifah dan negara Islam yakni Khilafah terdapat di dalam Al-Qur'an, hadis Rasulullah saw., dan ijmak sahabat. Bahkan para imam mazhab sepakat bahwa menegakkan Khilafah adalah fardu kifayah.
Dalilnya adalah Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 30 tentang adanya seorang khalifah, An-Nur ayat 55 tentang janji Allah, An-Nisa' ayat 59 tentang kewajiban menaati pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan Al-Maidah ayat 50 tentang kewajiban meninggalkan sistem jahiliah buatan manusia. Dalil keberadaan Khilafah juga terdapat diberbagai hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Al-Hakim. Seperti hadis, "Siapa saja yang mati dalam keadaan tidak ada baiat (kepada khalifah/imam) di lehernya, maka ia mati dalam keadaan jahiliah", (HR. Muslim)
Adapun ijmak sahabat, dapat dilihat dari penundaan pemakaman Rasulullah saw. hingga Abu Bakar Ash-Shiddiq terpilih menjadi seorang khalifah yang memimpin Daulah Islam. Kemudian kepemimpinan Abu Bakar dilanjutkan dengan khalifah selanjutnya yaitu Umar bin Khattab begitupun seterusnya. Hingga di kalangan masyarakat pun telah terkenal adanya khulafaurasyidin dan juga khalifah lainnya.
Mengatakan hal sia-sia, yakni yang mengandung kebatilan merupakan sebuah perbuatan dosa dan termasuk perkataan para penghuni neraka. Hal ini karena di surga, tidak ada satu pun perkataan sia-sia yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Waqiah ayat 25,
لاَ يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلَا تَأْثِيمًا
"Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa."
Seorang muslim yang beriman kepada perkara keimanan harus menjauhi diri dari perkataan yang sia-sia. Karena, pada dasarnya setiap perkataan dan perbuatan muslim terikat dengan hukum syarak. Menjauhi perkataan yang sia-sia harus dilakukan muslim baik secara lisan maupun tulisan. Sebaliknya, ketika berkata maupun menulis maka muslim harus memperhatikan setiap perkataan dan tulisannya agar tidak menyalahi syariat Islam.
Oleh karena itu, memahami syariat Islam secara menyeluruh merupakan kewajiban bagi setiap muslim agar terhindar dari setiap perkataan yang sia-sia. Hal ini harus dilakukan muslim sepanjang hidup mereka dengan terus mengasah pemahaman Islamnya. Yaitu memahami fakta yang ada dan berkembang kemudian dikaitkan dengan dalil syarak yang kuat dan terperinci. Hal ini agar pemahaman Islam seorang muslim tetap terjaga kemurnian dan kesuciannya dari segala pemikiran asing dan pemikiran lain yang rusak dan merusak, yang berasal dari luar pemahaman Islam yang benar.
Menjauhi perkataan yang sia-sia juga dapat dilakukan dengan kegiatan membantah setiap perkataan yang mengandung dusta dan kebatilan. Serta melakukan seruan kepada syariat Islam yang lurus dengan hujah atau argumentasi dalil yang kuat. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah An-Nahl ayat 125.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
Wallahu a'lam bishawab.[]
Terimakasih