Menjadi Open Minded, Haruskah Mencari Pembenaran Atas Kesalahan?

Mari kita kuatkan akar akidah, menegakkan syariah dan terus belajar memahami Islam. Untuk menjadi Muslim yang open minded, tidak harus dengan mendukung kemungkaran, tetapi mengajak saudara kita agar tidak terjerumus dalam lubang kesesatan.


Oleh: Banisa Erma Oktavia

NarasiPost.com - Di era digital saat ini, masyarakat demikian mudahnya mengkonsumsi segala jenis informasi, baik melalui media sosial maupun televisi. Berbagai fenomena dan isu seringkali menjadi pembicaraan hangat bagi masyarakat. Mulai dari isu perceraian hingga perselingkuhan. Gosip-gosip seputar artis dan selebritis menjadi tayangan menarik bahkan santapan publik. Pemberitaan semacam ini tentu tidak layak kita konsumsi sebagai Muslimah. Sebab Allah jelas telah melarang umat-Nya untuk menyebarkan aib orang lain. Namun, di antara fenomena-fenomena yang terjadi, berbagai komentar dengan pola pikir yang keliru bermunculan. Misalnya seperti seorang selebgram yang memiliki banyak pengikut memutuskan untuk melepas hijabnya. 

Fenomena melepas hijab  sebenarnya bukan hal yang baru. Dari dulu jika seorang Muslimah memutuskan untuk menanggalkan hijabnya maka menjadi perhatian masyarakat. Terlebih lagi artis atau selebgram yang memiliki banyak pengikut di sosial media. Gaya hidup hingga masalah pribadi yang diumbar di media sosial membuka peluang bagi netizen untuk mengomentari kehidupan pribadinya. Ada yang menyayangkan, tapi banyak juga yang justru mendukung dengan alasan “open minded”.

Sebenarnya, apa sih yang dimaksud open minded? 

Open minded bisa dibilang sebagai pikiran yang terbuka dan memahami perspektif orang lain. Jika ada seseorang yang pendapatnya berbeda dengan kita, baiknya kita menghargainya dengan tidak mengolok-olok sehingga menimbulkan perpecahan. Namun apa jadinya jika perbedaan pendapat itu terkait dengan sebuah pemahaman mendasar terkait perintah dan larangan agama? Tentu kita tidak bisa ikut mendukung dan menyetujui pendapat tersebut sehingga mempengaruhi pola pikir kita sebagai Muslim. 

Dalam hal ini,  kita harus memiliki sebuah pondasi pemikiran terlebih dahulu untuk menilai suatu masalah. Tidak serta merta mendukung kesalahan dengan alasan “open minded”. Pondasi pemikiran seorang Muslimah seharusnya didasari dengan akidah yang kuat. Menjadikan Alquran dan Hadis sebagai tuntunan kehidupan. Apa yang disampaikan dalam Alquran adalah sebuah kebenaran. Apa yang dikatakan, dilakukan, dan diamnya Rasulullah adalah teladan.

Terkait batasan aurat Muslimah, Rasul sudah sangat jelas memberikan gambaran. Dari Khalid bin Duraik : ‘’Aisyah Ra, berkata: ‘’Suatu hari, Asma binti Abu Bakar menemui Rasulullah Saw dengan menggunakan pakaian tipis, beliau berpaling darinya dan berkata: ‘’Wahai Asma, jika perempuan sudah mengalami haid, tidak boleh ada anggota tubuhnya yang terlihat kecuali ini dan ini, sambil menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangan,’’ (HR. Abu Daud).

Hadis di atas memaparkan bahwa aurat wanita yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. 

Terkait kewajiban berhijab juga ada dalam surah Al Ahzab Ayat 59 dan surah An Nur ayat 31.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab : 59)

Dalam Surah An Nur Ayat 31:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."

Berdasarkan dalil dan hadis di atas, para ulama sepakat bahwa aurat wanita meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Jelas bahwa Muslimah yang tidak mengenakan hijab berarti melakukan dosa besar karena melanggar syariat. Lalu, kalau dalilnya sudah jelas, mengapa mencari pembenaran atas dosa yang dilakukan dengan dalih open minded?

Tentu menjadi Muslimah yang berpikiran terbuka atau open minded adalah sikap yang positif. Kita bisa mendengarkan perspektif orang lain yang dapat menambah wawasan dan pemahaman kita. Namun bersikap open minded bukan berarti mendukung serta menyetujui sebuah kemungkaran. Padahal kita sebagai Muslim memiliki pondasi pemikiran Islam yang berpedoman pada Alquran dan Hadis. 

Jadi, mari kita kuatkan akar akidah, menegakkan syariah dan terus belajar memahami Islam. Untuk menjadi Muslim yang open minded, tidak harus dengan mendukung kemungkaran, tetapi mengajak saudara kita agar tidak terjerumus dalam lubang kesesatan.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Luka Lelah Lillah
Next
Pantaskah Aku Masuk Surga?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram