"Sesungguhnya, para malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuk para penuntut ilmu karena rida dengan apa yang dia lakukan. Sesungguhnya, semua makhluk di langit dan di bumi memohonkan ampun untuk orang yang berilmu, termasuk ikan di dalam air." (Shahihul Jaami')
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-llmu adalah cahaya bagi kehidupan manusia. Manusia bisa mengetahui hal-hal duniawi dengan ilmu, terlebih untuk akhiratnya. Dengan ilmu manusia tahu jati dirinya dan tugasnya di muka bumi. Bagaimana ia menjalani kehidupan ini, juga mengapa ia hidup di dunia ini. Bahkan kebutuhan manusia terhadap ilmu melebihi kebutuhannya kepada makan dan minum. Seorang muslim tidak akan mengetahui tentang arti eksistensinya di dunia ini tanpa ilmu. Dengan ilmu pula ia mengerti mana yang dilarang oleh Tuhannya maupun yang diperintahkan padanya. Maka dari itu, ilmu bagi seorang muslim baik laki-laki maupun perempuan, menuntut ilmu adalah kewajiban.
Ilmu akan sulit didapat tanpa belajar. Baik di sekolah, pesantren, maupun majelis-majelis. Maka, sangat penting bagi seorang muslim untuk terus mendatangi forum-forum ilmu. Seorang muslim pun harus memuliakan ilmu jika ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan kehidupannya. Dengan memuliakan gurunya, memuliakan majelis ilmu itu sendiri, juga memuliakan teman duduknya dalam majelis ilmu.
Meski zaman telah berubah dengan kemajuan teknologi, sehingga ilmu begitu mudah didapat lewat gadget, namun menghadiri dan duduk di dalam majelis menghadap guru tetap yang utama. Apalagi Rasulullah saw. pernah bersabda bahwa teman duduk terbaik bagi kita adalah mereka yang ketika melihat mereka akan mengingatkan kita kepada Allah, menambah ilmu dalam pembicaraan, dan mengingatkan kita kepada akhirat serta amalan-amalannya.
Terlebih lagi dalam hadis riwayat At-Tirmidzi dan Abu Dawud, yang disahihkan Al-Albani dalam Sahih Abu Daud Rasulullah saw. bersabda,
"Barang siapa menempuh jalan menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga."
Hadis ini tentu berlaku bagi mereka yang mengadakan perjalanan keluar rumahnya menuju majelis ilmu, bukan yang duduk tenang di rumah menatap layar gadgetnya.
Tentu kita tidak ingin melewatkan keutamaan tersebut, mendapatkan kemudahan menuju surga, bukan? Karena jika kita sudah terbiasa malas keluar menuju majelis ilmu, maka bisa jadi kita telah terkena salah satu tipuan iblis. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnul Al-Jauzi dalam kitabnya Talbiis Ibliis, hlm. 739.
قال ابن الجوزي -رحمه الله-: اعلم أنَّ أوَّل تلبيس إبليس على النَّاس صدُّهم عن العلم؛ لأنَّ العلم نور، فإذا أطفأ مصابيحهم خبَّطهم في الظُّلم كيف شاء (تلبيس إبليس، ص)
Ibnu Al-Jauzi rahimahullaah berkata: "Ketahuilah bahwa tipuan iblis yang pertama kali atas manusia adalah dengan membuat mereka berpaling dari ilmu. Karena sesungguhnya, ilmu adalah cahaya. Ketika iblis mampu memadamkan cahaya-cahaya manusia, maka iblis akan mudah menjatuhkan mereka dalam kegelapan atau kesesatan sebagaimana yang dia inginkan."
Ilmu harus dicari. Itu berarti kita harus bergerak. Terkait hal ini, mari kita meneladani Imam Malik rahimahullah. Beliau adalah seorang ulama yang dikenal sangat memuliakan ilmu. Dalam kitab Al-‘Ashami, Samth an-Nujum al-‘Awali fi Anba’ al-Awa’il at-Tawali, II/2014, diriwayatkan pada suatu ketika, di Madinah ada sebuah kunjungan Khalifah Bani Abbasiyyah, yaitu Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan ternyata sang khalifah tertarik untuk mengikuti majelis kajian Kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Khalifah pun kemudian mengutus perdana menterinya Yahya bin Khalid Al-Barmaki untuk memanggil Imam Malik agar datang mengajar untuknya. Akan tetapi, Imam Malik menolak seraya berkata kepada utusan Khalifah tersebut, “Al-‘Ilmu yuzar wa laa yazur, yu’ta wa laa ya’ti.” Artinya adalah "Ilmu itu dikunjungi, bukan mengunjungi. Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi."_
Bukan karena sombong Imam Malik bersikap demikian. Akan tetapi itu adalah cara beliau memuliakan ilmu dan mengajarkan kepada siapa saja untuk memuliakan ilmu, tak terkecuali khalifah sekalipun.
Maka, pada akhirnya, dengan terpaksa Khalifah Harun Ar-Rasyid pun mengalah. Ia pun datang dan duduk di majelis Imam Malik. Namun, ia masih berusaha agar jemaah yang lain meninggalkan majelis tersebut sehingga dirinya sendiri yang belajar dan tidak bercampur dengan masyarakat umum. Akan tetapi, dengan tegas permintaan itu ditolak oleh Imam Malik, beliau berkata, “Saya tidak bisa mengorbankan kepentingan orang banyak hanya untuk kepentingan Anda seorang.” Maka sang khalifah pun akhirnya terpaksa mengikuti kajian Sang Imam dan duduk berdampingan dengan rakyatnya.
Demikianlah, Imam Malik benar-benar menempatkan ilmu pada kedudukan yang mulia dan terhormat. Agar tidak mudah direndahkan dan disepelekan, bahkan oleh seorang penguasa sekalipun. Tak hanya itu, dalam mencari ilmu dan mengumpulkan hadis pun, beliau rela mendatangi tak kurang dari 900 ulama dalam majelis-majelis mereka. Yang terkadang jarak tempuhnya pun sangat jauh, yang tentu beratnya dan susahnya perjalanan tak bisa dibandingkan dengan zaman sekarang yang serba lebih mudah.
Maka apa yang membuat kita jauh dari majelis ilmu? Padahal niat hati kita serta setiap langkah kecil kita dihitung pahala dan mendapatkan doa dari para malaikat dan para makhluk yang bisa mendoakan. Alangkah ruginya kita jika hanya karena malas dan sudah merasa cukup dengan melihat video kajian di YouTube, tanpa mau mengais pahala dari Allah dan mengabaikan keutamaan bermajelis ilmu.
"Barang siapa yang menempuh jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan dirinya menempuh jalan di antara jalan-jalan menuju surga. Sesungguhnya, para malaikat membentangkan sayap-sayapnya untuk para penuntut ilmu karena rida dengan apa yang dia lakukan. Sesungguhnya, semua makhluk di langit dan di bumi memohonkan ampun untuk orang yang berilmu, termasuk ikan di dalam air." ( Shahihul Jaami' 5/302)
Jadi, tak ada alasan bagi kita untuk menjauh dari majelis-majelis ilmu, atau malas dalam mendalami ilmu-ilmu agama. Karena sungguh, setan akan jauh lebih mudah menyesatkan orang-orang bodoh dibandingkan orang-orang yang berilmu. Betapa banyak orang terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan disebabkan oleh kebodohan atau ketidaktahuan mereka terhadap hukum-hukum agama sehingga abai terhadap perkara halal haram. Wallahu a'lam.[]