"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka." (TQS. Ali Imran: 110).
Oleh: Sherly Agustina, M.Ag
(Kontributor media dan pemerhati kebijakan publik)
NarasiPost.com - Allah Swt. berfirman: "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka." (TQS. Ali Imran: 110).
WhatsApp memiliki kebijakan baru yaitu layanan pesan instan yang diumumkan Juli 2020. Rencana awal akan dilakukan pada 8 Februari tentang kebijakan untuk berbagi data dengan Facebook. Pengguna tak bisa lagi menggunakan layanan, jika tak setuju dengan pembaruan itu. Hal ini menuai kritik dari para penggunanya dan sejumlah pengguna mengajak pengguna lain untuk pindah aplikasi yang lebih aman. Misalnya, warganet mengajak pengguna WhatsApp untuk beralih ke Telegram (CNNIndonesia, 16/1/21).
Sempat ramai dan kini WhatsApp menunda kebijakan tersebut karena kekhawatiran para pengguna berpindah ke aplikasi lain. WhatsApp akan meninjau ulang, meminta pendapat secara bertahap kepada para pengguna sebelum opsi bisnis baru bisa diterapkan pada 15 Mei mendatang. Lobi-lobi sedang mereka lakukan, tapi yang utama dalam pikiran mereka adalah bisnis.
Dunia dalam Genggaman Kapitalisme
Tak heran jika dalam sistem kapitalisme aroma yang tercium adalah sarat dengan materialistik. Karena dalam sistem ini bagaimana manusia mendapatkan keuntungan materi sebesar-besarnya tanpa melihat halal-haram, benar-salah. Bebas melakukan apa saja, karena kebebasan itu sendiri dijamin oleh negara dan sistem.
Tak bisa dipungkiri bahwa yang menguasai perekonomian global saat ini adalah orang-orang kafir. Para kapitalis global yang masuk ke negeri-negeri kaum Muslim, lalu mereka mencoba menguasai aset umat Islam dengan dalih investasi. Teknologipun dikuasai asing yaitu orang-orang kafir. Umat Islam saat ini hanya bisa menjadi pengguna, mangsa pasar, bahkan follower negara adidaya.
Terutama Indonesia dengan populasi Muslim terbesar di dunia, selalu menjadi obyek pasar yang strategis dan diburu negara kapital dalam berbisnis. Lihat saja, begitu mudah produk impor masuk ke dalam negeri dengan harga yang sangat terjangkau. Umat Islampun begitu menikmatinya karena harga yang ditawarkan sesuai kantong.
Namun sebenarnya, jika umat Islam memiliki sikap yang tegas para kapital itu tidak akan bisa berbuat apa-apa. Misalnya saja ketika WhatsApp mempunyai kebijakan baru berbagi data privasi pengguna ke Facebook, lalu umat Islam berbondong-bondong meninggalkan aplikasi tersebut. Pedagang di manapun akan mengikuti keinginan pasar, para kapital itu tentu akan mempertimbangkan kembali kebijakan-kebijakan yang kontra dengan keinginan pengguna.
Hal ini terbukti, ketika WhatsApp tahu para penggunanya akan beramai-ramai meninggalkan WhatsApp. Lalu, WhatsApp menunda kebijakan tersebut. Walau belum diketahui apakah kebijakan tersebut akan tetap dilakukan atau tidak. Paling tidak, sikap pengguna cukup mempengaruhi pemilik WhatsApp.
Potensi Besar Umat Islam Menguasai Dunia
Bayangkan, seandainya saja potensi umat Islam sedunia bersatu melawan kebijakan tersebut. Diketahui Islam memiliki 2,2 miliar penganut, yang membentuk sekitar 18% populasi dunia, menurut sebuah penelitian pada tahun 2019. Sayangnya, potensi ini belum bisa dipersatukan karena sekat nation state.
Nation state memang racun yang disebarkan ke negeri-negeri kaum Muslim di dunia. Agar kaum Muslim terpecah dan tidak mudah bersatu. Musuh Islam tahu, jika umat Islam bersatu tak akan mudah untuk dikalahkan. Musuh mulai meracuni pemikiran umat Islam dan membagi-bagi negara dalam bentuk nation state.
Maka, keberadaan wadah yang mampu menaungi seluruh potensi umat Islam di dunia sangat urgent untuk saat ini. Tak ada pilihan lain, jika umat Islam ingin kembali bangkit menguasai dunia dengan membawa risalah Islam ke seluruh alam. Menuntaskan misi penciptaan manusia di muka bumi, menjadi hamba pada Sang Pencipta.
Kedudukan tertinggi seorang hamba adalah tunduk dan patuh hanya pada Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Hanya menggunakan aturan Allah bukan yang lain, karena aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta pasti yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Umat Islam saat ini harus menyibukkan diri menjemput janji Allah seperti yang telah dijelaskan dalam QS. An Nuur: 55. Serta bisyarah Rasulullah Saw.: "… Kemudian, akan ada khilafah di atas manhaj kenabian…" (H.R. Ahmad)
Khilafah ini yang akan menyatukan potensi umat Islam sedunia, sebagaimana dahulu khilafah mampu menyatukan 2/3 belahan dunia selama berabad-abad menjadi negara adidaya. Menebar rahmat ke seluruh alam, memberikan kesejahteraan bagi warga negaranya baik Muslim ataupun kafir dzimmi. Seorang sejarawan Barat, Will Durant memuji kesejahteraan negara Khilafah. Dalam buku yang ia tulis bersama Istrinya Ariel Durant, Story of Civilization, ia mengatakan:
"Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para Khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka"
Tak ada alasan bagi umat Islam untuk diam dan menunda menjemput janji Allah, semua dilakukan atas landasan akidah dan untuk kebaikan umat di seluruh dunia. Umat sudah terlalu menderita selama kapitalisme menguasai, di mana para korporat semakin kaya sementara yang miskin semakin miskin. Kerusakan terjadi di mana-mana karena keserakahan para kapitalis, alam murka dengan tanda-tanda yang diberikannya seperti gempa, bencana alam, banjir dahsyat, dan sebagainya.
Firman-Nya: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (TQS. Al A'raf: 96).
Allahu A'lam bi ash Shawab.
Picture Source by Google