"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)". (QS. Ar-Rum [30]:41).
Oleh: Sitha Soehaimi
NarasiPost.com - Sudah hampir setahun pandemi belum juga ada tanda-tanda akan berakhir. Penyintas semakin bertambah dan merata di berbagai kalangan terutama di pulau Jawa. Banyak pihak yang tadinya menyepelekan dan menganggap Covid-19 hanyalah hoaks mulai tersadar.
Kondisi ini membuat sebagian orang pesimis. Sebagai seorang yang beriman hal ini tidak boleh terjadi. Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 87 :
… وَلَا تَاۡيْـئَسُوْا مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗ اِنَّهٗ لَا يَاۡيْـئَسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْكٰفِرُوْنَ
"… Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir .”
Awal Pandemi dan Penyebabnya
Pandemi Covid-19 bermula dari laporan resmi pemerintah China kepada badan kesehatan dunia (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 (Kompas.id, 18/04/2020). Titik kejadian adalah sebuah pasar di kota Wuhan yang menjual kelelawar untuk dikonsumsi.
Sesungguhnya, semua peristiwa di dunia, termasuk wabah Covid-19 adalah ketetapan Allah Swt. Semua ketetapan Allah memenuhi kaidah sebab akibat yang kita sebut sunatullah. Menurut Taufik NT,M. (Al-Waie, 1-31/05/2020), ada dua macam yaitu pertama, sebab ilmiah seperti virus penyebab wabah, bagaimana penyebarannya dan sebagainya. Kedua, sebab syar’iyyah yakni mengapa Allah mengirimkan virus tersebut kepada kita.
Secara umum, sebab syar’iyyah wabah disebabkan oleh dosa/maksiat. Allah berfirman dalam QS Asy Syura ayat 30 :
وَمَاۤ اَصَا بَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍ ۗ
"Dan musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)."
Tafsir ayat ini menurut Imam Ibnu Katsir bahwa, “Yakni, seberapapun musibah yang menimpamu wahai manusia, ia adalah akibat keburukan yang dulu pernah kamu lakukan…”
Fakta, di Wuhan orang memakan kelelawar. Padahal menurut Imam Syafii dan sebagian besar ulama hukum memakan kelelawar adalah haram. Sebagaimana Al-Baihaqi telah meriwayatkan dalam hadistnya. Dari Abdullah bin Amr ia berkata, "Janganlah kalian membunuh katak, karena suaranya adalah tasbih. Jangan pula kalian membunuh kelelawar, karena ketika Baitul Maqdis roboh, ia berkata, ”Wahai Rabb, berikan kekuasaan padaku atas lautan hingga aku dapat menenggelamkan mereka“. Keharaman memakan kelelawar karena keharaman membunuhnya. Oleh karena itu, ketika mereka memakannya sesungguhnya mereka bermaksiat kepada Allah Swt. Sehingga Allah turunkan wabah ini.
Kemudian wabah ini menyebar ke seluruh dunia termasuk ke negeri kita. Sebenarnya wabah memang tidak selalu langsung menimpa orang yang melakukan maksiat. Namun, wabah bisa jadi menimpa orang lain yang tidak melakukannya. Sebagaimana covid-19 ini. Akibatnya orang-orang yang tidak memakan kelelawar juga terpapar virus.
Mengambil Ibrah
Ibrah berasal dari Bahasa Arab, ’abara-ya’buru-‘abratan wa ‘ibratan artinya menyeberang. Imam Al-Ghazali mengatakan makna I’tibar adalah seseorang yang menyeberang dari apa yang disebutkan kepada apa yang tidak disebutkan, karenanya ia tidak membatasi diri pada apa yang disebutkan saja. Maksudnya adalah ia menyeberangkan sesuatu peristiwa yang terjadi pada orang lain ke arah dirinya atau mengambil pelajaran dari sebuah peristiwa.
Ibrah pandemi Covid-19 ini setidaknya ada tiga, yaitu :
Pertama, Keyakinan yang semakin kuat.
Seharusnya pandemi membuat kita makin yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Setiap kejadian di alam semesta termasuk pandemi semua atas izin Allah Swt. Allah berfirman dalam surat ath-Thagabun ayat 11:
مَاۤ اَصَا بَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ اِلَّا بِاِ ذْنِ اللّٰهِ ۗ وَمَنْ يُّؤْمِنْ بِۢا للّٰهِ يَهْدِ قَلْبَهٗ ۗ وَا للّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
"Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Sekuat, sekaya dan sepandai apapun manusia mengupayakan melawan Covid-19 tidak akan mampu menolak ketetapan Allah Swt.
Begitu pula kita harus yakin bahwa apapun ketetapan Allah adalah yang terbaik, meski tidak menyenangkan. Sebab, boleh jadi apa yang kita benci, ada kebaikan untuk di dalamnya, dan sebaliknya (Al- Baqarah [2] : 216). Sehingga kita akan bersikap rida terhadap ketetapan-Nya.
Kedua, Istighfar dan Tobat.
Setelah mempelajari sebab munculnya wabah karena kemaksiatan, maka sudah seharusnya kita memohon ampun kepada Allah (istighfar). Selanjutnya diikuti dengan tobat. Segera meninggalkan maksiat, menyesalinya dan tidak melakukannya lagi selama-lamanya. Hal ini jika yang bermaksiat hanya individu.
Bagaimana jika maksiatnya bersifat sistemik? sehingga musibah tidak hanya menimpa orang yang bermaksiat, seperti firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 25:
وَا تَّقُوْا فِتْنَةً لَّا تُصِيْبَنَّ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مِنْكُمْ خَآ صَّةً ۚ وَا عْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya."
Jika hal tersebut terjadi maka taubatnya harus sistemik (Taufik NT,M, Al-Waie, 1-31/05/2020). Pandemi Covid 19 ini termasuk di dalamnya. Walaupun penyebab khususnya adalah memakan kelelawar, tapi sesungguhnya terjadi karena pengabaian hukum-hukum Allah secara keseluruhan. Sehingga tidak ada pencegahan ataupun perlindungan terhadap semua kemaksiatan baik di Cina, maupun di seluruh dunia termasuk negeri kita.
Lalu, seperti apa tobat sistemik tersebut? Tobat yang dimaksud adalah mengubah sistem yang tidak Islam, sistem buatan manusia baik sistem sekuler kapitalis maupun sistem sosialis komunis ke sistem Islam dalam bingkai Khilafah. Sebab sistem Islam mampu menghalangi maksiat seperti memakan kelelawar atau maksiat-maksiat lain yang lebih besar. Sehingga wabah tidak akan terus berulang tiada henti, bahkan dengan bentuk yang berganti-ganti.
Sebagaimana kondisi yang digambarkan dalam Alquran :
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS. Ar-Rum [30]:41). Jalan yang benar yang dimaksud ayat ini menurut tafsir Imam Ibnu Katsir ,” … Menjalankan syariat Nabi Muhammad Saw…” yaitu sistem Islam.
Ketiga, Sabar dan Istikamah.
Sabar dalam menghadapi bencana yaitu menahan diri agar tidak mudah marah dan melakukan hal-hal yang melanggar syariat. Allah berfirman :
اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَـنَّةَ وَ لَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَآءُ وَا لضَّرَّآءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَ لَاۤ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ
"Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat."
(QS. Al-Baqarah [2]:214).
Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya jika Allah akan mencintai suatu kaum maka Dia akan memberikan ujian kepada mereka, Barangsiapa yang bersabar, maka kesabaran itu bermanfaat baginya. Barangsiapa marah (tidak sabar) maka kemarahan itu akan kembali kepadanya” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi).
Sabar bukan bermakna pasrah. Namun, justru sabar mengandung makna ikhtiar. Kita mencari solusi terbaik menangani wabah, mencari informasi yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, para sahabat atau pada masa kekhilafahan.
Sabar juga bermakna terus melakukan amar ma’ruf nahi munkar dalam kondisi apapun termasuk pandemi. Kita harus bersabar mengupayakan tobat sistemik menuju sistem Islam. Sebab tanpa aktivitas ini maksiat akan semakin berkembang dan mengundang wabah dan bencana lainnya.
Selanjutnya, kita harus istikamah beramal shalih dengan amal terbaik. Terutama dalam kondisi pandemi. Peluang terpapar dan angka kematian yang masih tinggi, seharusnya membuat kita senantiasa lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Akhirul kalam, Semoga kita semua mampu menghadapi pandemi dengan baik dan senantiasa dalam ketaatan. Aamiin.
Picture Source by Google