"Orang-orang yang jika menafkahkan hartanya, mereka tidak bertindak israf dan tidak pula kikir, tetapi di tengah-tengah di antara keduanya." (QS Al-Furqan [25]: 67).
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hidup ini bagaikan dua sisi mata uang yang akan saling bersebelahan. Jika orang tidak melakukan kebaikan, sudah pasti ia melakukan keburukan. Hanya saja standar baik dan buruknya itu dalam pandangan manusia bersifat relatif. Kebaikan kadang menjadi buruk dalam pandangan orang yang tidak menyukainya. Oleh karena itu baik atau buruknya tidak boleh berdasarkan pada perasaan suka atau tidak suka.
Sebagaimana sifat boros dan kikir adalah dua karakteristik manusia yang secara umum sering kali bertentangan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat bagaimana orang memiliki kecenderungan untuk menjadi boros atau kikir, dan sering kali pada realitasnya lebih kompleks daripada apa yang terlihat di permukaan.
Sifat boros sering dihubungkan dengan kecenderungan menghabiskan uang dengan lebih dari yang sebenarnya dibutuhkan. Orang yang boros mungkin lebih memprioritaskan kesenangan dan kepuasan segera daripada merencanakan untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, sifat boros dapat menciptakan tekanan finansial dan menghambat perkembangan keuangan jangka panjang.
Namun, sifat boros juga dapat diartikan sebagai investasi dalam pengalaman dan kebahagiaan. Pengeluaran untuk perjalanan, pendidikan, atau hobi dapat membuka pintu bagi pertumbuhan pribadi dan kepuasan emosional. Oleh karena itu, sifat boros tidak selalu negatif, tetapi membutuhkan keseimbangan yang baik.
Di sisi lain, sifat kikir mencerminkan kehati-hatian dalam pengeluaran dan penekanan pada akumulasi kekayaan. Orang yang kikir mungkin cenderung menyimpan uang untuk masa depan, berfokus pada keamanan finansial, dan menghindari pemborosan. Meskipun ini dapat membantu menciptakan stabilitas ekonomi, terlalu kikir juga dapat menghambat pengalaman hidup dan kebahagiaan pribadi.
Pada sisi lain, sifat kikir juga bisa dianggap sebagai sikap bijaksana dalam mengelola keuangan. Merencanakan tabungan, berinvestasi secara cerdas, dan memiliki disiplin keuangan adalah nilai-nilai positif yang dapat membantu mencapai tujuan keuangan jangka panjang.
Realitas Keseimbangan
Dalam realitasnya, kebanyakan orang cenderung memiliki elemen boros dan kikir dalam kehidupan mereka. Keseimbangan antara pengeluaran yang bijaksana dan pengalaman hidup yang memuaskan dapat menciptakan harmoni yang seimbang. Penting bagi setiap individu untuk merenungkan nilai-nilai pribadi mereka, menetapkan prioritas, dan menciptakan rencana keuangan yang sesuai dengan tujuan hidup mereka.
Dengan memahami bahwa sifat boros dan kikir bukanlah mutlak positif atau negatif, kita dapat mengintegrasikan kedua aspek ini ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan keseimbangan yang tepat, kita dapat mengoptimalkan keuangan kita sambil tetap merasakan kebahagiaan dan pencapaian pribadi. Hanya saja sifat boros dan kikir semestinya harus dilihat dari hukum syariat, bukan pada fakta kehidupan kapitalisme yang serba materialisme.
Standar Kecukupan
Dalam menjalani kehidupan, pertanyaan tentang standar kecukupan sering kali mengemuka. Bagaimana kita menentukan apa yang cukup? Apa yang menjadi tolok ukur untuk hidup yang memadai? Lebih penting lagi, bagaimana kita menanggapi dan menemukan solusi saat hidup masih dalam kekurangan?
Dalam pandangan kapitalis, standar kecukupan sangat bervariasi antarindividu dan masyarakat. Bagi sebagian orang, kecukupan mungkin diukur dari segi materi, seperti keamanan finansial atau kepemilikan barang. Bagi yang lain, kecukupan dapat berkaitan dengan hubungan sosial, kesehatan mental, atau pencapaian pribadi. Oleh karena itu, penting untuk diperhatikan bahwa standar kecukupan dalam sudut pandang kapitalisme bersifat relatif, dan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pengalaman pribadi.
Terkadang, kehidupan membawa tantangan dan kekurangan yang tidak dapat dihindari. Hal ini bisa mencakup keterbatasan finansial, ketidakpastian pekerjaan, atau kesulitan dalam hubungan interpersonal. Menyikapi kondisi ini membutuhkan ketahanan mental, kreativitas, dan kebijaksanaan untuk menemukan solusi yang tepat.
Kiat Praktis
Beberapa langkah di bawah ini sekiranya bisa dijadikan kiat praktis untuk tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan ketika standar kecukupan belum diperolehnya:
Pertama, rencanakan pengeluaran keuangan secara bijaksana. Merencanakan dan mengelola keuangan dengan bijak dapat membantu mengurangi tekanan finansial. Prioritaskan pengeluaran, buat rencana anggaran, dan pertimbangkan pilihan investasi yang cerdas.
Kedua, meningkatkan keterampilan dan investasi leher ke atas. Investasi " leher ke atas", maksudnya adalah menambah keahlian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Adanya pengembangan keterampilan dapat membuka peluang pintu rezeki yang baru. Ini dapat meningkatkan penghasilan, daya saing di pasar kerja dan membantu mencapai tujuan karier.
Ketiga, dukungan lingkungan sosial. Membangun dan menjaga hubungan sosial yang sehat dapat menjadi sumber dukungan emosional. Berbagi pengalaman dan mencari bantuan dari orang-orang terdekat dapat membantu mengatasi kesulitan. Terjaganya hubungan baik dengan keluarga, kerabat, sahabat, dan lingkungan sekitar bisa menjadi solusi ketika mendapatkan kesulitan finansial.
Terakhir, keempat, terjaganya kesehatan mental. Menjaga kesehatan mental sangat penting dalam menghadapi kekurangan. Konsultasi dengan profesional kesehatan mental atau bergabung dengan kelompok dukungan dapat memberikan perspektif dan dukungan tambahan.
Selain itu, melibatkan diri dalam kegiatan yang bernilai sosial akan menjadikan hidup dipenuhi rasa syukur dan sifat kanaah (merasa cukup). Mereka yang sering melihat nasib saudaranya yang lebih susah akan menumbuhkan rasa empati pada dirinya. Ini tidak hanya membantu orang lain tetapi juga memperkaya pengalaman hidup pribadi.
Dengan demikian, standar kecukupan dan solusi dalam kekurangan adalah perjalanan pribadi yang dinamis. Sementara kita mencari keseimbangan antara kebutuhan dan aspirasi, penting untuk menghargai perjalanan ini sebagai proses pembelajaran yang terus-menerus. Dengan sikap positif, ketekunan, dan dukungan yang tepat, kita dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih baik, mengarah pada hidup yang lebih memadai dan memuaskan.
Sudut Pandang Islam
Sifat boros dan kikir dalam pemahaman syariat Islam sebenarnya bukan berdasarkan pada kuantitas, melainkan dari segi kualitas atas harta yang dikeluarkan. Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam buku Sistem Ekonomi Islam, dijelaskan bahwa sifat boros (israf atau tabdzir) adalah mengeluarkan harta dalam perkara-perkara yang Allah haramkan. Karena itu, terkait dengan segala hal yang Allah haramkan, maka mengeluarkan harta di dalamnya dipandang sebagai pengeluaran yang tidak benar (boros). Dikatakan pemborosan, meskipun nilai hartanya katakan saja hanya satu rupiah.
Sementara yang dinamakan sifat kikir (taqtir), makna yang sesungguhnya adalah pengharaman atas rezeki yang telah Allah berikan. Padahal, menikmati dan merasakan rezeki yang telah Allah anugerahkan sama sekali tidak dicela oleh syariat Islam. Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya, juga rezeki-Nya yang baik-baik?" (QS Al-A'raf (7]: 32).
Sesungguhnya Islam telah melarang tindakan kikir (taqtir) terhadap diri sendiri dan menahan diri dari kenikmatan yang dibolehkan secara syariat.
Dalam hal ini, secara tegas Islam bahkan menghalalkan untuk menikmati rezeki-rezeki yang baik serta mendapatkan perhiasan yang layak. Ingatlah selalu apa yang difirmankan Allah Swt., "Orang-orang yang jika menafkahkan hartanya, mereka tidak bertindak israf dan tidak pula kikir, tetapi di tengah-tengah di antara keduanya." (QS Al-Furqan [25]: 67).
Dan perlu ditambahkan pula bahwa dalam sistem Islam, tentang standar kecukupan tidak lain ketika terpenuhinya segala kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Mereka yang hidupnya belum memenuhi standar kecukupan, maka dinamakan fakir dan miskin yang berhak memperoleh harta zakat, dan kewajiban negara pula untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, selain kewajiban keluarga atau anak saudara terdekatnya.
Wallahu'alam bish Shawwab. []
Masyaallah..
Masyaallah, jadi punya gambaran antara sifat boros dan kikir menurut pandangan Islam. Barakallah
Masalah tergambar jelas soal boros dan kikir yang di maksud dalam Islam. Selalu mencerahkan naskah ini
Masyaallah.. kitab itu memang luar biasa.. meski berat, tp banyak sekali meluruskan pemahaman yg selama ini belum pas.. termasuk israf dan taqtir..
Barakallah Pak Maman..
Istimewakan setiap amal saleh, karena boros itu haram jika digunakan kemaksiatan.
Barakallahu fiik untuk penulis. Tulisannya membuat pembaca memahami makna boros dan kikir yang sesungguhnya.