Pendidikan bukanlah batu lompatan untuk mendapatkan pekerjaan semata. Namun, pendidikan merupakan proses pengabdian dalam memberikan kebermanfaatan bagi umat.
By : Ummu Syaakir
NarasPost.Com-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan dua program Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Yaitu SMK Diploma Dua (D2) jalur cepat dan program peningkatan Prodi Diploma Tiga menjadi Sarjana Terapan (Diploma Empat/D4). Kedua program Merdeka Vokasi tersebut merupakan terobosan Ditjen Pendidikan Vokasi untuk memperbesar penyerapan lulusan pendidikan vokasi oleh Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Siswa menempuh enam semester di SMK dan tiga semester menjadi mahasiswa di level pendidikan tinggi. Kurikulum yang akan digunakan disusun bersama (SMK, PTV dan DUDI) sejak semester 1 sampai 9. (JPNN.com,14/11/2020)
Tujuan dari program itu adalah agar peserta didik mendapat kesempatan sebanyak mungkin pengalaman dari Industri dan Dunia Kerja (IDUKA). Serta mendapat pekerjaan yang selaras dengan kebutuhan IDUKA (SMARTNEES. ID, 16/11/20)
Program merdeka vokasi yang bertujuan mencetak generasi siap kerja sesuai kebutuhan industri, sangatlah relevan dengan strategi kebijakan international labour organization (ILO). Sebagai bagian dari negara G20, Indonesia pun harus berperan aktif dalam menyambut berbagai kebijakan yang dianggap akan mendukung pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang di negeri ini, maupun pada tataran global.
Dalam sistem kapitalisme, sumber daya manusia merupakan aset yang harus dikembangkan sesuai kebutuhan pasar. Itulah mengapa pendidikan yang notabene berisi para generasi muda, yang akan melanjutkan estafet peradaban, merupakan lahan subur untuk menyiapkan SDM sesuai keinginan pasar.
Bak gayung bersambut, program merdeka vokasi pun menjadi angin segar bagi SMK, yang selama ini dikenal sebagai sekolah penyedia tenaga siap kerja. Tidak bisa dipungkiri, dalam sistem saat ini, pendidikan dianggap sebagai batu lompatan, yang nantinya akan memberikan jaminan bagi penempuhnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Layak dalam arti mampu memenuhi segala kebutuhan hidup dalam sistem kapitalisme yang serba mahal. Maka, dengan mindset ini, pendidikan diarahkan hanya untuk memberikan jaminan kepada individu supaya di masa mendatang, ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan pekerjaan yang layak sesuai pendidikan yang ditempuhnya.
Alhasil, generasi muda yang seharusnya menjadi pembangun peradaban tersibukkan dengan memikirkan nasib masa depannya sendiri. Sistem saat ini telah menciptakan individu-individu yang apatis dan tidak peduli dengan masa depan peradaban. Bagaimana tidak? Segala kebutuhan hidup mulai dari kebutuhan primer maupun sekunder harus mampu dipenuhi oleh setiap individu. Negara berlepas tangan terhadap kebutuhan rakyat. Maka, yang terjadi adalah generasi muda hanya menjadi pengekor, yang tunduk di bawah sistem yang telah mencengkram berbagai negeri muslim, demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Padahal, pendidikan dalam islam memiliki tujuan yang sangat mulia, yaitu mencetak generasi penakluk yang akan meneruskan risalah perjuangan dakwah Rasulullah saw, dalam menyegerakan kebangkitan islam.
Pendidikan dalam islam bertujuan untuk mencetak generasi yang beriman dan bermanfaat bagi umat. Pendidikan bukanlah batu lompatan untuk mendapatkan pekerjaan semata. Namun, pendidikan merupakan proses pengabdian dalam memberikan kebermanfaatan bagi umat. Islam telah mewajibkan setiap individu muslim untuk memahami ilmu islam.
Rasulullah saw bersabda, "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”.
(HR. Ibnu Majah)
Hal ini akan menjadi pondasi keimanan seorang intelektual, sehingga mereka menjadi individu-individu yang bertaqwa, yang tidak hanya mengejar pendidikan sebatas kepuasan intelektualitasnya saja. Akan tetapi, dengan keimanannya, para intelektual didorong untuk memberikan sumbangsih bagi umat.
Pendidikan dalam islam mendorong dan memfasilitasi setiap individu, untuk mengenyam pendidikan semaksimal yang ia mampu untuk ditempuhnya. Dengan adanya fasilitas yang memperbolehkan individu untuk mempelajari ilmu apa saja yang diinginkannya, maka wajar jika kelak akan tercipta ilmuwan-ilmuwan yang ahli dalam berbagai bidang.
Sebagaimana yang telah disabdakan oleh beliau SAW,
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia memiliki ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-keduanya pula."
(HR.Bukhari dan Muslim).
Sejarah telah mencatat keunggulan pendidikan islam dalam mencetak para ilmuwan sekaligus faqih fiddin. Ibnu Sina, yang terkenal sebagai bapak kedokteran modern. Al Zahrawi yang terkenal sebagai bapak ilmu bedah modern, al Khawarizmi sang begawan matematika, Ibn al Haytham bapak optik, Abbas ibn Firnas yang pertama kali mendesain pesawat, dan masih banyak lagi.
Ini membuktikan bahwa dengan pendidikan islam berhasil mencetak generasi pembangun peradaban yang faqih fiddin. Maka, sudah seharusnya umat islam kembali kepada aturan islam yang mampu memberikan jaminan bagi kebangkitan islam, bukan justru menjadi pembebek barat yang telah nyata mengeksploitasi SDM demi memuluskan kepentingan para kapital.
Wallahu a'lam[]