Jika tujuan pernikahan adalah hanya untuk mendapatkan kenikmatan materi duniawi saja, maka ujian dan badai pernikahan pasti akan menghampiri setiap keluarga.
Oleh. Dira Fikri
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Angka perceraian di Indonesia tiap tahunnya terus meningkat. Setidaknya ada 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun, namun di sisi lain angka pernikahan justru mengalami penurunan. Dari 2 juta pernikahan menjadi 1,8 juta saja setiap tahun. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof Dr. Kamaruddin Amin dalam agenda Rakornas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) 2023, di Jakarta, Kamis (21/9/2023). (Republika.co,22/9/2023)
Dari kebanyakan perceraian yang terjadi, pasangan cenderung tidak memiliki kesiapan untuk berumah tangga, belum memahami terkait manajemen keuangan, kesehatan reproduksi, sehingga kerap terjadi permasalahan keluarga seperti KDRT, terjadinya stunting pada anak, dan juga masalah ekonomi. Dari angka tersebut, perceraian kebanyakan didominasi oleh pasangan muda yang usia pernikahannya masih di bawah lima tahun.
Akhirnya karena ketahanan keluarga yang rapuh, anak menjadi korban perceraian. Pemerintah pun telah melakukan berbagai upaya pencegahan melalui Kementerian Agama, Ditjen Bimas Islam Kemenag memiliki program Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon Pengantin (Bimwincatin). Hal tersebut diharapkan mampu untuk memberikan edukasi sebelum pernikahan kepada calon pengantin untuk mengurangi angka perceraian dan sebagai bentuk peningkatan kualitas keluarga di Indonesia. Namun, hal ini ternyata belum mampu menurunkan angka perceraian yang kian meningkat tiap tahunnya.
Keluarga adalah tempat untuk melahirkan generasi. Maka ketahanan keluarga akan sangat mempengaruhi ketahanan negara. Penelitian membuktikan SDM (sumber daya manusia) yang unggul hanya bisa dilahirkan dari keluarga yang harmonis. Karena anak akan merasa aman ketika berada di tengah keluarga yang harmonis, baik secara fisik maupun psikis. Selain itu, keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak. Di mana orang tua memiliki kewajiban memberikan nafkah, perlindungan, dan pendidikan agama serta moral.
Hal ini tidak terlepas dari awal sebuah pernikahan tersebut dilangsungkan. Di mana visi untuk membentuk keluarga harus jelas. Jika tujuan pernikahan adalah hanya untuk mendapatkan kenikmatan materi duniawi saja, tanpa disertai dengan tujuan yang bersifat ruhiyah maka ujian dan badai pernikahan yang pasti akan menghampiri setiap keluarga akan sulit untuk dilalui.
Bagi seorang muslim, wajib untuk menyandarkan setiap amal perbuatannya dalam rangka untuk mendapatkan rida Allah Swt. Tak terkecuali ketika berkeinginan untuk menikah. Menikah adalah bagian dari ibadah terpanjang dari fase kehidupan manusia. Maka penting sekali untuk mempersiapkannya. Tidak hanya persiapan materi saja, namun juga kesiapan mental dan ilmu yang mumpuni sangat dibutuhkan. Hal ini karena tujuan menikah di dalam Islam tidak hanya untuk di dunia semata, namun berusaha agar bagaimana keluarga yang dibangun di dunia bisa kembali bertemu kelak di surganya Allah. Maka berkeluarga juga tentang bagaimana berupaya keras agar setiap anggota keluarga menjalankan setiap yang diperintahkan oleh Allah Swt. dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras yang tidak durhaka kepada Allah, terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim: 6)
Selain itu masyarakat dan negara juga bisa memengaruhi pola pembentukan keluarga. Tolok ukur yang dijadikan sebagai standar di tengah masyarakat bisa sangat berpengaruh terhadap nilai yang dijadikan acuan bagi sebuah keluarga ketika melakukan perbuatan. Ketika masyarakat memandang aktivitas pacaran dan zina sebagai perbuatan yang lumrah di masa sekarang misalnya, padahal hal tersebut bertentangan dengan aturan Allah. Apalagi tidak ada hukuman dari negara terhadap perbuatan tersebut, maka hal ini akan menjauhkan terwujudnya tujuan hakiki dari berkeluarga. Tidak ada kebahagiaan yang bisa diraih dari keluarga yang rapuh dan jauh dari aturan Islam.
Hanya aturan Allah Yang Maha Mengetahui saja yang mampu memberikan ketenangan karena sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan-Nya. Pengabaian terhadap aturan Allah akan berdampak pada kebahagiaan hidup seseorang, tak terkecuali dalam kehidupan berkeluarga.
Maka sudah seharusnya kita kembalikan pengaturan hidup kita pada syariat Allah yang mulia. Tidak hanya dalam lingkup keluarga, namun juga masyarakat dan negara. Sehingga ketahanan keluarga yang kita citakan bisa terwujud.
Wallahu’alam.[]
Siapa pun yang mengarungi biduk rumah tangga pasti menginginkan kehidupan rumah tangganya sakinah mawadah wa rahmah. Tetapi realitasnya banyak yang harus kandas diterjang badai cobaan. Maka butuh fondasi yang kokoh berupa pemahaman ttg hak & kewajiban suami Istri. Serta tujuan berumah tangga sesuai tuntunan syariat. Butuh juga peran negara untuk menerapkan sistem yang bisa mendukung terciptanya keluarga bahagia & sejahtera.
Perceraian semakin meningkat bukti gagalnya sistem kehidupan yang tak berdasar aturan Allah Swt
Betul, perceraian menjadi fenomena memprihatinkan di negeri ini. Tak hanya bagi pasangan muda, bagi yang sudah puluhan tahun menikah pun tidak lepas dari badai perceraian. Memang harus kembali pada pernikahan dengan visi misi Islam. Dan ini butuh peran semua pihak, utamanya negara.