"Ketika sistem ini masih diterapkan kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki modal besar dan jabatan. Begitu pula, tugas partai yang seharusnya menampung aspirasi umat dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa, malah sibuk meraih kekuasaan. Maka, perlu bagi kita untuk mengakhiri semua ini yakni dengan meninggalkan sistem kapitalis-demokrasi kemudian beralih pada sistem Islam atau khilafah."
Oleh. Sri Retno Ningrum
(Kontributor Narasi Post.Com)
NarasiPost.Com-Baru-baru ini dikabarkan pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengusulkan kenaikan bantuan dana Partai Politik (parpol) tiga kali lipat, sehingga per suara Rp1.000,00 menjadi Rp3.000,00 per suara. Sementara itu, Komisioner KPU (Komisi Pemilihan Umum), Hadar Nafis Gumay, mengatakan bahwa kenaikan bantuan parpol di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM yang dirasakan rakyat kurang tepat apalagi naik sampai tiga kali lipat. (Republika.com, 22/9/2022)
Apabila kita amati usulan pemerintah tersebut di tengah kesulitan yang menimpa rakyat akibat diterapkannya sistem kapitalisme memang menyakiti hati rakyat. Padahal, setiap harinya rakyat selalu dihadapkan pada harga barang yang melambung tinggi, kenaikan listrik, gas dan kemarin kenaikan harga BBM yang naik sekitar 30 persen. Sungguh itu membuat rakyat menderita. Akan tetapi, di sisi lain pemerintah malah mengusulkan kenaikan bantuan parpol hingga tiga kali lipat. Miris!
Selain itu, perlu diketahui bahwa partai politik yang ada dalam sistem demokrasi mustahil akan menampung aspirasi rakyat, sebaliknya mereka bekerja untuk kepentingannya sendiri. Mereka hanya mendekati rakyat di saat pemilihan umum untuk mendapatkan suara banyak dan dapat ikut melegalkan UU. Akan tetapi, setelah mereka berkuasa rakyat dilupakan. Apalagi ketika terjadi koalisi partai, visi dan misi partai dihilangkan demi ambisi kekuasaan. Walhasil, perlu dipertanyakan apakah dengan naiknya bantuan partai dapat memperbaiki nasib rakyat? Kemudian pantaskah hal tersebut dilakukan?
Sungguh dengan usulan kenaikan dana partai semakin memperlihatkan bahwa penguasa tidak peduli dengan nasib rakyat. Tugas penguasa yang seharusnya menjadi perisai umat tidak lagi dirasakan umat, sebagaimana Rasulullah saw.pernah bersabda: "Sesungguhnya al-imam( Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan ( kekuasaan) nya." *( HR. Al- Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Maka, ketika sistem kapitalis-demokrasi masih diterapkan di negara ini kesejahteraan hanyalah ilusi. Sebaliknya, ketika sistem ini masih diterapkan kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memiliki modal besar dan jabatan. Begitu pula, tugas partai yang seharusnya menampung aspirasi umat dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa, malah sibuk meraih kekuasaan. Maka, perlu bagi kita untuk mengakhiri semua ini yakni dengan meninggalkan sistem kapitalis-demokrasi kemudian beralih pada sistem Islam atau khilafah.
Khilafah terbukti lebih dari 1.300 tahun mampu memberikan kesejahteraan pada semua rakyatnya, baik muslim maupun nonmuslim. Sebagai contoh, Abu Ubaid menuturkan ( Al-Amwal, hlm 596), Muadz pernah mengirimkan hasil zakat yang dipungutnya di Yaman, kepada Khalifah Umar di Madinah, namun karena Muadz tidak menjumpai orang yang berhak menerima zakat di Yaman, namun Khalifah Umar mengembalikannya. Artinya, tidak ada satu keluarga mengalami kemiskinan pada masa kepemimpinan Umar bin Al Khattab. Demikian pula pada masa Umar bin Abdul Aziz tidak dijumpai orang miskin untuk diberikan zakat ketika beliau mengutus Yahya bin Said sebagai petugas zakat di Afrika. Sejarah telah mencatat bahwa tidak hanya di Afrika kesejahteraan dirasakan warga daulah, namun menyebar ke seluruh wilayah Khilafah Islam seperti di Irak dan Bashrah.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mulai melirik sistem Islam, karena hanya sistem itulah yang berhasil menyejahterakan rakyat, kekayaan alam negara dikelola sendiri oleh negara. Sehingga rakyat akan menikmatinya melalui pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara gratis. Adapun untuk kebutuhan pokok, rakyat akan membelinya dengan harga yang terjangkau bukan seperti sistem saat ini, rakyat harus memenuhi kebutuhan hidup yang harganya selangit. Tidakkah kita menginginkannya? Wallahu ‘alam Bisshowab.]