"Guru yang memiliki peran besar bagi negara, sebagai pembangun generasi penerus bangsa, namun acap kali disepelekan dan dikesampingkan oleh pemerintah. Terkadang pemerintah hanya terfokus pada sistem pendidikan yang dijalankan, memperbarui kurikulum tapi tidak melihat kesejahteraan pendidiknya."
Oleh. Destri Kusumaningratri
(Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga dan Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain.
Sampai saat ini, sayangnya kualitas pendidikan di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain terutama pada literasi, sains, dan matematika. Dari hasil pemeringkatan word population review 2021 yang menempatkan negeri ini pada peringkat ke-54 dari 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan pendidikan dunia. Beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia di antaranya kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai, kurangnya pemerataan pendidikan di daerah terpencil, kualitas tenaga pengajar yang masih rendah, serta kesejahteraan guru yang masih dipertanyakan.
Proses perekrutan guru yang tidak fokus ke pemilihan tenaga didik profesional, melainkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan Aparatur Sipil Negara (ASN). Banyaknya lulusan pendidikan di Indonesia tidak sebanding dengan pengangkatan ASN. Banyak guru honorer yang sudah mengabdi belasan tahun yang masih bersaing dengan lulusan baru di tes CPNS demi memperbaiki kesejahteraan mereka.
Kenyataan yang tidak bisa dimungkiri dari beberapa orang yang saya temui yang bekerja sebagai guru honorer SMP/SMA, gaji yang didapatkan guru honorer hanya berkisar Rp300 ribu sampai Rp1,5 juta. Permasalahan yang dihadapi oleh guru honorer di Indonesia tidak hanya sebatas rendahnya gaji yang mereka dapatkan. Mereka juga kerap mengalami penundaan pembayaran gaji yang berlangsung selama berbulan-bulan. Penghargaan guru yang tidak sebanding dengan jasa mereka yang mengabdi puluhan tahun membuat motivasi kerja menjadi rendah. Ketika penghargaan yang didapatkan tidak sebanding dengan kontribusi yang diberikan, motivasi kerja akan menjadi rendah.
Semakin tinggi penghargaan yang diterima oleh seorang pekerja, semakin termotivasi pula ia dalam melakukan pekerjaannya sehingga berkontribusi dalam peningkatan performa pekerja. Dengan realita yang seperti itu, membuat sedikitnya minat generasi milenial untuk berprofesi menjadi guru, banyak murid yang pintar lebih memilih pekerjaan yang lebih menjanjikan, sehingga kualitas tenaga pendidik menurun, kualitas pendidikan pun menurun.
Guru yang memiliki peran besar bagi negara, sebagai pembangun generasi penerus bangsa, namun acap kali disepelekan dan dikesampingkan oleh pemerintah. Terkadang pemerintah hanya terfokus pada sistem pendidikan yang dijalankan, memperbarui kurikulum tapi tidak melihat kesejahteraan pendidiknya. Harapan saya ke depannya pemerintah lebih memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraan guru, tidak ada lagi tunjangan yang telat berbulan-bulan. Dengan guru yang sejahtera akan meningkatkan perfoma guru dalam mendidik dan mengajar, serta memancing Gen Z yang bermutu berminat berprofesi menjadi guru. Dengan demikian, akan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.[]