"Islam sudah membuktikan dalam mengatasi masalah pangan dengan sistem ekonomi Islam, sayangnya Indonesia lebih suka mengadopsi sistem ekonomi kapitalis sehingga ketahanan dan kedaulatan pangan menjadi tidak stabil"
Oleh: Ana Nazahah
(Kontributor Tetap narasipost.com)
NarasiPost.Com-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan Indonesia kini tengah mengalami inflasi 0,08 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,54 pada Juli 2021. Dan hal ini disinyalir akibat kelangkaan pasokan pangan selama PPKM yang menyebabkan kenaikan harga. (Merdeka.com, 2/8/2021)
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga bahan pangan yang naik di antaranya bawang merah naik 7,69 persen, bawang putih naik 6,85 persen, cabai rawit merah naik 4,52. Selain itu bahan pokok seperti gula pasir (1,9 persen), beras (1,98 persen), daging sapi (1,29 persen), telur ayam (3,05 persen), dan minyak goreng (3,4 persen). (CNNIndonesia, 2/8/2021)
Kenaikan harga barang pokok, ada atau tidak adanya pandemi bukanlah fenomena baru di negeri ini. Setiap pergantian tahun atau menjelang hari besar agama, kenaikan harga pangan selalu saja terjadi. Seharusnya masalah yang terus berulang ini membuat negara siap mengantisipasi, yakni dengan menciptakan ketahanan pangan dan distribusi yang merata. Sayangnya, setiap pergantian tahun kenaikan harga pangan selalu saja terjadi. Membuktikan negara telah gagal mewujudkan ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Hal ini diakibatkan karena negara mengadopsi sistem ekonomi kapitalis, yang menjamin liberalisasi di sektor pangan dan perindustrian oleh korporasi. Akibatnya distribusi pangan tidak merata, karena diserahkan pada mekanisme pasar yang hanya menguntungkan para kapital. Distribusi yang tidak merata berimbas pada kesenjangan harga yang menyebabkan inflansi. Dan inilah biang kerok harga pangan naik, akibat sistem kapitalis.
Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Fungsi negara di dalam Islam adalah ra'in (pemimpin) yang wajib menjamin pemenuhan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, terutama memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan). Terlebih di masa pandemi, di saat ekonomi rakyat terguncang, negara harus tampil terdepan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat.
Islam menetapkan konsep dan visi yang jelas dalam mewujudkan ketahanan pangan. Menjamin suplai pangan dengan politik pertanian yang ideologis. Meningkatkan produktivitas lahan dan produksi pertanian demi menciptakan suplai pangan yang memadai. Hal ini akan didukung dengan aktivitas pengembangan industri pertanian, membekali skill petani dan menyediakan modal untuk pertanian.
Selain itu, negara juga wajib mengawasi distribusi barang, menjamin seluruh rakyat Indonesia terpenuhi semua kebutuhan dasarnya. Bukan hanya kebutuhan pokok, sistem ekonomi Islam bahkan menjamin bagi seluruh rakyat untuk dapat meraih pemenuhan kebutuhan dan hak-haknya sebagai warga negara. Termasuk dalam menyediakan lapangan kerja, dan modal untuk pengembangan usaha demi kemajuan ekonomi bangsa.
Tentu saja Islam mampu menjalankan berbagai program tersebut secara mendiri. Tak perlu utang dan dana investasi ribawi, apalagi dengan cara meliberalisasi sektor pangan. Islam melarang privatisasi terhadap SDA dan liberalisasi pada sektor riil. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu: air, padang rumput dan api." (HR Abu Dawud).
Negaralah yang secara langsung mengatur SDA berlimpah yang dimiliki negara. Sekaligus melakukan pengawasan jalannya distribusi kekayaan. Dengan ini, negara mampu menjamin setiap hak-hak warga terpenuhi. Dengan pembagian kepemilikan ekonomi secara benar inilah akan menjamin APBN negara tetap stabil, meskipun di tengah musibah pandemi.
Maka, telah jelas bagi kita, berbagai kemelut bangsa ini adalah buah dari bobroknya penerapan sistem kapitalis. Karenanya mari kita wujudkan kesadaran politis, menyeru rakyat bangsa ini, agar meninggalkan sistem sekuler ini, lalu kembali kepada syari'at Allah Swt, demi terciptanya rahmatan lil a'lamiin.
Wallahu alam..[]