Jika dicermati lebih jauh, maraknya kasus tawuran yang terus berulang dengan berbagai modus kekiniannya adalah sebuah problem sistemis.
Oleh. Tety Kurniawati
(Kontributor NarasiPost.Com & Pemerhati Generasi )
NarasiPost.Com-Aksi tawuran lagi-lagi pecah di Jalan Basuki Rahmat (Bassura), Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Dugaan sengaja buat mencari cuan melalui medsos pun muncul di balik terjadinya aksi tawuran.
Diketahui, tawuran tersebut melibatkan warga RW 01 dan RW 02 pada Kamis (27-6), sekitar pukul 05.30 WIB. Para pelaku tawuran itu menggunakan berbagai benda, seperti batu, petasan, dan senjata tajam. Tawuran kali ini terjadi dipicu warga saling ejek Padahal awal tahun lalu, telah dibuat deklarasi damai buntut terjadinya tawuran serupa. (www.detiknews.com, 2024-06-30)
Semua demi Cuan
Miris dan ironis. Kerusakan generasi hari ini kian tragis. Tak segan melakukan tindak kekerasan, berpotensi terluka, hingga bertaruh nyawa. Demi sekadar mendapatkan serpihan kenikmatan dunia, pemuda yang seharusnya menjadi tonggak peradaban dunia justru larut dalam aktivitas yang kontraproduktif bagi masa depannya. Sibuk dengan aksi tawuran berbahaya, bahkan menjadikannya sebagai modus mengais cuan secara live di social media.
Tawuran hari ini telah bertransformasi baik tujuan dan cara eksekusi di lapangan. Tak hanya sekadar mengejar eksistensi, tapi lebih kepada pencapaian duniawi. Terkenal dan dibanjiri materi, wajib dimiliki sebagai tolok ukur kebahagiaan diri. Halal haram dalam cara mendapatkannya tak dihiraukan lagi, hal ini menjadi bukti kuat akan parahnya kerusakan generasi.
Di sisi lain, profil generasi hari ini menjadi indikator kegagalan dunia pendidikan dalam mencetak generasi unggulan, calon pemimpin masa depan. Mereka tumbuh dengan perilaku anarkis, hedonis, rapuh, minim adab, dan menyimpang dari aturan Islam. Bisa jadi mereka menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan, sebab lahir dan tumbuh di era digital. Namun, cacat secara moral.
Kondisi tersebut diperparah dengan lajunya arus globalisasi dan digitalisasi. Akses informasi mudah dan tanpa filterisasi. Hingga tontonan jadi tuntunan yang niscaya diikuti. Sadar atau tidak, apa yang terduplikasi menjadi jati diri generasi.
Problem Sistemis
Jika dicermati lebih jauh, maraknya kasus tawuran yang terus berulang dengan berbagai modus kekiniannya adalah sebuah problem sistemis. Problem yang muncul sebagai buah dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya generasi terdidik dengan nilai sekuler dan gaya hidup Barat yang jauh dari aturan Islam. Nilai sekuler ini pula yang membentuk lingkungan yang permisif terhadap kemaksiatan, individualistis, dan minim empati dalam pergaulan. Sementara pencapaian materi dipandang sebagai standar kebahagiaan dan kesuksesan dalam kehidupan.
Oleh karenanya, memperbaiki kerusakan generasi tidaklah cukup dengan penyelesaian sektoral di ranah individu dan keluarga semata. Namun, perlu penyelesaian sistemis dan komprehensif sebagai solusinya.
Sistem Islam Pencetak Generasi Terbaik
Islam memiliki tujuan pendidikan yang luhur yakni mencetak generasi yang bertakwa. Generasi yang cakap dalam ilmu, tetapi tetap santun dalam perilaku, mampu bertahan hidup dalam situasi apa pun dengan senantiasa terikat dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.
Islam memberikan support sistem terbaik dalam 3 tahapan:
Pertama, pembentukan karakter generasi yang baik. Dukungan keluarga sangat berperan di tahap ini, khususnya orang tua. Mereka berperan penting dalam mendidik anak sesuai panduan Islam. Hingga anak paham hakikat kehidupan beserta tujuan hidupnya.
https://narasipost.com/opini/01/2023/generasi-kian-hilang-arah-dan-identitas/
Kedua, lingkungan sosial yang positif. Hal ini mewujud pada pergaulan yang saling support dalam kebaikan antaranggota masyarakat. Kontrol sosial aktif dalam mencegah potensi munculnya bibit kemaksiatan. Adat dan kesopanan yang bersendikan syariat Islam. Kesemuanya memastikan ketenteraman dan keamanan mewujud nyata dalam kehidupan.
Ketiga, negara menerapkan aturan tegas dan sanksi pelanggaran yang memberi efek jera. Islam melarang tegas setiap bentuk tindakan kekerasan, menyakiti diri sendiri dan orang lain, melakukan kejahatan baik verbal maupun fisik, termasuk tindakan memviralkan konten kekerasan yang bertujuan memprovokasi pihak lain untuk melakukan hal yang sama. Setiap pelanggaran atasnya termasuk di dalamnya tawuran dan kenakalan remaja akan diberikan sanksi dengan hukuman yang berefek jera hingga tidak akan ada lagi pemuda yang melakukan kesalahan sama dikemudian hari.
Penerapan Islam kaffah akan memastikan bahwa setiap warga negara bisa bersinergi untuk menjadikan setiap aktivitas hidupnya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Ilahi. Wallahualam. []