"Pandemi Covid-19 membuka bobroknya kapitalisme dengan terjadinya ketimpangan antara si kaya dengan si miskin."
Oleh. Teti Rostika
NarasiPost.Com-Sungguh tidak disangka, selama pandemi berlangsung hampir dua tahun, walau ekonomi menurun dan terjadi penambahan kemiskinan, ternyata jumlah orang kaya juga bertambah. Dilansir dari kompas.com (13/07/2021) hasil dari data lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk yang memiliki kekayaan bersih 1 juta dolar AS atau lebih di Indonesia mencapai 171.740 orang pada tahun 2020. Angka ini meningkat dari tahun 2019 yang berjumlah 106.215 orang.
Bahkan menurut BPS yang termasuk pada kategori orang miskin adalah penduduk yang memiliki pendapatan Rp454.652 per bulan. Berarti jika ada penduduk yang gajinya Rp500.000 per bulan tidak termasuk penduduk miskin. Padahal kita bisa merasakan sendiri apakah mungkin akan tercukupi kebutuhan sehari-hari selama sebulan dengan uang 500 ribu di saat harga harga terus melonjak?Jika seperti ini standar kemiskinan tentu masih banyak jumlah penduduk miskin yang sebenarnya.
Sungguh aneh memang, hidup di negeri yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah ruah tapi kondisi penduduknya tidak sejahtera. Bahkan selama pandemi berlangsung, pemerintah tak mampu mengambil keputusan untuk mengarantina rakyat dan menjamin semua kebutuhan rakyat. Padahal sudah jelas dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan Nomor 6 tahun 2018 di masa pandemi setiap warga negara berhak mendapatkan layanan medis yang semestinya. Tetapi pada faktanya banyak rumah sakit yang kewalahan karena fasilitas yang kurang. Banyak pasien yang antre di IGD karena tidak kebagian tempat tidur. Selain itu, masih dalam Undang-Undang Nomor 6/2018 pemerintah bertanggung jawab memberikan makanan kepada masyarakat dan hewan ternak. Tapi pada faktanya pemerintah hanya bisa memberlakukan PSBB dan berganti istilah menjadi PPKM tanpa diikuti dengan keseriusan menjamin kebutuhan rakyat selama PPKM.
Tak heran jika ketimpangan dan kemiskinan selalu terjadi di negeri yang menerapkan sistem kapitalisme, termasuk di Indonesia. Ketimpangan masih menjadi masalah. Hal ini terjadi karena penerapan ekonomi yang masih berbasis ribawi. Salah satunya adalah dengan penurunan suku bunga yang mampu meningkatkan harga saham dan harga rumah selama pandemi. Bahkan mereka menjadi lebih kaya karena memiliki investasi. Coba bandingkan dengan orang miskin yang tidak punya investasi, melainkan hanya mengandalkan bekerja menjadi buruh pabrik. Selama pandemi, banyak terjadi PHK dan para karyawan dirumahkan. Para pebisnis UMKM pun dalam kondisi kebijakan PPKM ini kesulitan untuk berjualan.
Berbeda dengan sistem Islam. Kemiskinan akan ditanggulangi oleh negara dengan cara memenuhi kebutuhan tiap individu dan kepala keluarga. Hal itu bisa dilakukan negara dengan mengambil dana dari Baitul Mal. Bahkan dalam kondisi pandemi seperti ini, negara yang menerapkan sistem Islam akan lebih mengutamakan nyawa rakyat daripada ekonomi. Sehingga kebijakan lockdown akan diterapkan dan kebutuhan rakyat akan dipenuhi tanpa mempermasalahkan dana untuk memfasilitasi kebutuhan rakyat. Sistem Islam pun tidak akan membiarkan perputaran harta hanya berputar pada orang kaya saja. Karena bagi orang kaya ada kewajiban membayar zakat mal. Negara Islam pun akan mengontrol kondisi pasar agar tidak dimonopoli oleh orang yang bermodal saja. Tidak seperti pasar bebas yang diterapkan kapitaliame yang memihak kepada para korporat dengan modal besar.
Negara Islam pun akan mengontrol kondisi pasar agar tidak dimonopoli oleh orang yang bermodal saja. Tidak seperti pasar bebas yang diterapkan kapitalisme yang memihak kepada para korporat yang memiliki modal besar saja. Sehingga dalam sistem Islam, ketimpangan ekonomi tidak akan terjadi.
Wallohu'alam bishowab[]
photo : google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]