Euforia Fomo Nonton Konser Coldplay, buat Iman Tergadai

"Pemerintah abai, bahkan justru memfasilitasi kegiatan-kegiatan fun ini karena tentunya banyak membawa keuntungan. Padahal, peran pemerintah yang seharusnya memfilter media apa saja yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat."

Oleh. Jihan Aulia
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sungguh masif media memperbincangkan Coldplay yang akan mengadakan konser di Indonesia pada 15 November 2023 nanti. Bahkan tiketnya pun terjual habis dengan cepat meskipun harganya dijual hingga belasan juta. Memang sejak masa Post Pandemic, sudah ramai berbagai konser hadir kembali. Khususnya Indonesia, banyak masyarakat dari berbagai kalangan rela mengejar tiket yang tidak murah untuk bisa menonton konser. Bahkan, banyak yang bukanlah benar-benar penggemar tetap rela ikutan nonton akibat dari FOMO. FOMO atau Fear Of Missing Out tak hanya sekali terjadi di tengah masyarakat. Sebelumnya, konser BlackPink yang digelar Maret lalu juga menuai banyak penonton yang ternyata hanya mengikuti euforia nonton konser saja. Hal ini menunjukkan bahwa efek dari arus media saat ini sangat berpengaruh, sehingga berbagai jenis hiburan sudah menjadi lifestyle masyarakat Indonesia.

FOMO menggambarkan ketakutan khusus yang muncul, dan menganggap dirinya kehilangan beberapa interaksi sosial penting. Sehingga dari ketakutan inilah mendorong seseorang untuk mencoba mengetahuinya. Itulah yang banyak dialami oleh masyarakat, bahkan menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan tiket. Sederet selebriti pun tak ketinggalan untuk mengikuti konser Coldplay. Tak sedikit juga yang akhirnya rela menggunakan pinjol ataupun paylater untuk membeli tiket Coldplay. Ada juga yang menjadikan tiket Coldplay sebagai mahar karena dianggap hal yang berharga dan langka (infobekasi.co.id). Hal ini sungguh ironi bahwa banyak umat Islam yang akhirnya krisis identitas, hanya sekadar mengikuti tren.

Konser musik sejatinya adalah bagian dari propaganda Barat yang memang sengaja untuk membius umat Islam. Hal ini seharusnya sudah menjadi kehati-hatian bagi umat Islam, karena dalam Al-Qur’an Allah telah berfirman, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…” (TQS. Al-Baqarah: 120)

Bisa kita amati faktanya dalam setiap konser pasti terdapat ikhtilat atau campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, bahkan bernyanyi dan menari bersama mengikuti sang penyanyi. Hal ini tentu bagi wanita, sudah merusak izah, muruah dan ifah. Belum lagi konser membuat pelalaian terhadap ibadah, juga perputaran dana besar yang menguntungkan kaum kapital, ada pula yang rela menipu seperti banyaknya kasus-kasus calo tiket saat ini. Hingga tanpa sadar, iman pun tergadai.

Bukankah ini menunjukkan fakta bahwa manusia saat ini sudah menjadi budak digital? Kita rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk scrolling di media sosial, sehingga mudah terkena afeksi pada apa pun yang viral dan digandrungi banyak orang. Propaganda Barat terhadap 5F (Fun, Food, Fashion, Football, Film) tentu semakin mudah menyasar umat Islam. Padahal, digital yang tidak lebih dari benda mati hanyalah berisi kode. Hanya sederet kode 0101010101 dan begitu seterusnya. Jika diartikan bahwa 0 adalah off dan 1 adalah on. Maka semakin ironi bahwa ke- fomo -an masyarakat hari ini hanya berkutat antara on dan off dari gadget mereka. Masalah besarnya saat ini, kita dihadapkan pada konsekuensi mengontrol media secara individu. Pemerintah abai, bahkan justru memfasilitasi kegiatan-kegiatan fun ini karena tentunya banyak membawa keuntungan. Padahal, peran pemerintah yang seharusnya memfilter media apa saja yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Seperti ketika perihal saluran televisi analog dimatikan, dan menuntut masyarakat beralih ke digital dengan membeli STB. Bukankah semudah itu negara memfilter media yang dikonsumsi masyarakat?[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Jihan Aulia Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bantuan Modal, Bukan Solusi Atasi Kemiskinan
Next
Sastra Bukan Sekadar Rasa
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Yup. FOMO. Salah satu penyakit mental zaman sekarang, saya kira.

Serba ingin update. Ingin dicap gaul.

Orang takut mengetahui jika dirinya tidak tahu apa-apa terhadap yang sedang viral.

Orang takut jika dirinya tidak memiliki apa yang dipunyai orang lain.

Akhirnya timbul sifat hasad (iri hati); yaitu tidak mampu mengikuti atau memiliki sesuatu yang orang lain miliki.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram