"Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).
Oleh. Rosmita
NarasiPost.Com-Lagi-lagi publik dikejutkan dengan diangkatnya orang-orang di lingkaran istana menjadi Komisaris BUMN. Yang terbaru yaitu pengangkatan Abdi Negara atau yang dikenal dengan Abdee Slank menjadi Komisaris PT.Telkom Indonesia Tbk (Persero).
Tentu hal ini menuai kritik dari berbagai pihak, salah satunya berasal dari Ketua DPP PKS Bukhori Yusuf, beliau menyebut penempatan Abdee Slank sebagai Komisaris hanya akan merugikan Telkom karena latar belakang profesi yang tidak sesuai dengan jabatan saat ini.
Kritik juga datang dari mantan sekretaris Kementrian BUMN Said Didu, dia mengatakan bahwa Telkom membutuhkan ahli IT untuk dapat menyelesaikan masalah Telkom bukan seorang gitaris. (Detik.com, 30/5/2021)
Meskipun menuai banyak kritikan, pengangkatan Abdee Slank sebagai komisaris tetap dilakukan. Penunjukkan komisaris BUMN yang bukan berdasarkan kompetensi semakin menegaskan bahwa pengelolaan negara bukan bertujuan untuk kemaslahatan rakyat, tetapi demi keuntungan pihak tertentu.
Seperti kita ketahui bahwa sejumlah nama yang pernah mendukung pencalonan Jokowi dan wakilnya dalam Pilpres yang lalu telah mendapatkan kursi komisaris di perusahaan pelat merah, di antaranya adalah Ahmad Erani Yustika, mantan Staf Khusus (Stafsus) Jokowi bidang ekonomi yang diangkat sebagai Komisaris di PT.Waskita Karya (Persero). Dini Shanti Purwono, Stafsus Jokowi lainnya yang ditunjuk sebagai Komisaris Independen PT. Perusahaan Gas Negara (Persero). Said Aqil, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) diangkat menjadi Komisaris Utama PT.Kereta Api Indonesia (Persero). Dan masih banyak lainnya.
Mereka adalah orang-orang yang telah berjasa mengantarkan Jokowi kepada kursi kekuasaan. Seperti pepatah tak ada makan siang gratis dalam sistem demokrasi, maka bancakan kursi kekuasaan pun tak dapat dihindari. Jabatan profesional sebagai komisaris BUMN yang seharusnya diberikan kepada orang-orang yang memang berkompeten di bidangnya akhirnya diberikan kepada para pendukung sebagai ajang balas budi. Tentu hal ini bisa menyebabkan rusaknya tatanan pemerintahan, akibatnya negara akan mengalami kehancuran.
Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda: "Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (HR. Bukhari)
Berdasarkan hadis ini, maka kita tidak boleh menyerahkan suatu jabatan kepada orang-orang yang tidak memiliki ilmu atau keahlian di bidangnya, karena apabila itu terjadi tentu negara akan mengalami kerugian.
Dalam hadis lain dikatakan: "Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang Ruwaibidhah berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala as-Shahihain, V/465).
Saat ini terbukti sistem demokrasi yang diterapkan oleh negeri ini telah menghasilkan pemimpin Ruwaibidhah yang mengurusi urusan umat. Akibatnya kerusakan demi kerusakan terjadi di segala lini kehidupan. Kesejahteraan umat semakin jauh dari harapan karena pemimpinnya hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja.
Apalagi pemilihan pemimpin yang berbiaya tinggi, semakin menyuburkan praktik korupsi dan maraknya politik oligarki di negeri ini.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Sehingga pemimpin dalam Islam akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan kekuasaannya. Kepentingan umat jadi prioritas utama bahkan lebih dari kepentingannya pribadi.
Pemilihan pemimpin dalam Islam pun sangat sederhana dan mudah, yaitu melalui baiat sehingga tidak memerlukan banyak biaya. Maka tidak ada istilah politik balas budi atau bagi-bagi kursi kekuasaan setelah terpilih.
Selain itu, pemimpin dan para staf yang terpilih sudah tentu harus memenuhi syarat sebagai pemimpin, di antaranya adalah orang yang amanah dan memiliki kemampuan di bidangnya. Sehingga kebijakan-kebijakan yang dilahirkan tidak akan menyimpang dari syariat dan pasti akan membawa kemaslahatan untuk umat.
Wallahu a'lam bishshawwab.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]