Kekecewaan Rakyat Meningkat Akibat Balas Budi Politik

Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” kata Abu Dzar.
Rasulullah bersabda sembari menepuk pundak Abu Dzar; “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan adalah sebuah amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.
” (HR.Muslim)


Oleh. Dia Dwi Arista

NarasiPost.Com-Jagat Indonesia digemparkan dengan berita ditunjuknya Abdee Slank, sang gitaris band Slank menjadi Komisaris PT.Telkomsel. Setelah penunjukkan Abdee, muncul pro-kontra. Banyak kalangan menganggap jika Abdee tidak mempunyai background yang sesuai dengan jabatan yang diberikan kepadanya.

Penunjukkan Abdee diputuskan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUSPT) PT.Telkom Indonesia, Jumat 28 Mei 2021. (bbc.com, 31/5/2021). Sejak saat itu, kritik mengalir deras. Apalagi diangkatnya Abdee sebagai salah satu komisaris PT.Telkom dinilai sebagai praktik balas budi.

Pasalnya, gitaris band Slank tersebut dikenal sebagai relawan pendukung kampanye Presiden Joko Widodo pada dua kali pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019. Band Slank yang dikenal loyal dengan Jokowi pun sampai membuat lagu pemenangan, dengan judul "Salam 2 Jari". Berbagai aktivitas blusukan dan kampanye juga tak luput menggaet band ini.

Kritik dan Kontra Rakyat

Berbagai kritik dan kontra ramai disampaikan, tidak hanya dari kalangan pejabat dan ahli, masyarakat pun tak kalah memberi pernyataan pedas. Bukan tanpa alasan munculnya berbagai penolakan dari masyarakat tersebut. Sebab selama dua kali menjabat sebagai presiden, banyak kalangan dari lingkaran Jokowi yang mendapat jatah kursi, meski profesi mereka sebelumnya jauh dari jabatannya dalam BUMN. Namun seperti dipaksakan, para pendukung setia tetap bertengger di kalangan atas. Hal ini tentu bukan untuk kemaslahatan rakyat. Karena jika salah pegambilan keputusan dilakukan oleh komisaris ini, tentu yang terkena imbasnya adalah rakyat.

Pengambilan komisaris dari kalangan sendiri, juga bisa dimanfaatkan dalam pemulusan urusan-urusan kebijakan dan meminimalisasi kontra dalam pengambilan keputusan. Maka, korupsi besar-besaran pun tak terelakkan. Bisa dilihat dari hasil bagi-bagi kue jabatan yang selama ini dilakukan.

Seperti yang terjadi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK telah beralih dari lembaga independen menjadi ASN. Bahkan parahnya, banyak petinggi KPK yang tidak lolos tes wawancara kebangsaan. Padahal, sepak terjang mereka sudah tidak diragukan. Setelah pegawai kompeten KPK diusir, Indonesia pun menegaskan julukannya selama ini sebagai surga para koruptor.

Dilansir dari cnnindonesia.com, terdapat 13 orang di lingkaran Istana yang menjabat sebagai komisaris BUMN, diantaranya adalah Abdee Slank, Fajroel Rachman, Ahmad Erani Yustika, Dini Shanti Purwono (mantan Stafsus Presiden), Said Aqil, dll, telah didapuk sebagai pemegang kursi komisaris BUMN.

Penunjukkan komisaris BUMN bukan berdasarkan kompetensi telah berkali-kali diperlihatkan oleh penguasa, dalih yang selalu digunakan adalah mereka cocok dan sesuai kompetensi, namun selama ini belum terlihat kemajuan signifikan yang dihasilkan. Hingga rakyat tak pernah merasakan perubahan yang berarti dalam kesejahteraan mereka.

Kekecewaan rakyat hanya bisa diaruskan dalam komentar-komentar di dunia maya, menambah daftar panjang matinya kepercayaan rakyat terhadap politik dan penguasa. Rakyat seperti putus asa dengan rezim yang berkuasa. Meski berganti rezim, akhirnya mereka tetap kecewa. Demikianlah praktik politik yang ditunjukkan dalam sistem demokrasi. Karena demokrasi hanya berasas pada manfaat semata.

Berbeda dengan sistem Islam, dengan penerapan hukum Islam dalam sebuah institusi negara, yakni Khilafah, khalifah akan memilih pejabat sesuai kemampuannya. Bukan karena jasanya. Pernah suatu waktu, Abu Dzar Al-Ghiffari, salah seorang sahabat Nabi yang dikenal sebagai seorang pemberani, beliau beriman kepada Nabi Muhammad di saat kaumnya mengingkari. Beliau bermaksud meminta jabatan kepada Rasulullah,
Wahai Rasulullah, tidakkah Anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” kata Abu Dzar.
Rasulullah bersabda sembari menepuk pundak Abu Dzar; “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan adalah sebuah amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.
” (HR.Muslim)

Tentu tak diragukan kedekatan Abu Dzar dengan Rasulullah, namun Rasul tetap tidak memberikan jabatan yang diminta oleh Abu Dzar, semata-mata karena Rasul mengerti jika Abu Dzar tidak mempunyai kekuatan dalam memegang jabatan. Demikian contoh yang diberikan oleh Rasul kepada umatnya agar memilih orang yang sesuai dengan jabatannya, bukan karena kedekatan atau jasanya. Allahu a’lam bis-showwab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Kue Komisaris ala Kapitalis
Next
Sindrom Joget TikTok: Potret Generasi Ambyar
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram