Dalam takjil 'war' ini, pemenangnya adalah yang bisa menyegerakan berbuka puasa. Dan kandidatnya tidak lain adalah orang-orang yang berpuasa.
Oleh. Ika Misfat Isdiana
(Kontributor NarasiPost.Com & Staff pengajar HSG BIM Aliyah Jember)
NarasiPost.Com-Jangan membayangkan 'war' yang satu ini akan sebrutal penjajahan Israel di Gaza Palestina. Atau akan segokil PUPG di gadget para gamer. Jangan bayangin juga panasnya 'perang' pemilu 2024 sebelumnya dalam perang ini. Karena 'war' yang satu ini beda.
Bedanya, yang diperebutkan adalah takjil. Dan para simpatisan perangnya juga 'slow' dan harmonis. Karena Takjil war adalah kegiatan rebutan beli takjil antara umat Islam dan nonis. Di mana satu kubu sedang berpuasa dan kubu lainnya tidak. Timpang memang, tapi nggak seradikal OPM kok aksi mereka. Sebenarnya, kebiasaan tersebut sudah lama terjadi. Namun, menjadi fenomenal di tahun 2024. Apalagi nge-war-nya rame-rame di sosial media.
Bolehkah Berebut Takjil?
Karena setiap muslim harus terikat dengan hukum Islam, maka untuk ikutan tren ini, kita harus mempertimbangkan beberapa hal.
Pertama, bulan Ramadan adalah bulan yang di dalamnya diwajibkan berpuasa bagi umat Islam. Sebagaimana kabar dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 183. Dalam ayat tersebut Allah Swt. berfirman, bahwa kewajiban tersebut diperintahkan agar umat Islam semakin bertakwa.
Makna takwa sendiri adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam konteks 'takjil war' ini, setiap muslim harus memiliki rambu-rambu aktivitas agar perangnya tetap dalam koridor takwa.
Jika mau rebutan takjil, kita harus tahu apa sih urgensi takjil dan dalil memperebutkannya dalam Islam.
Jika kita telusuri secara etimologi. Kata takjil adalah kata serapan dari bahasa Arab. Mengutip dari buku Perca-Perca Bahasa, awalnya KBBI Edisi Pertama (1988) menjadi kamus pertama yang menyerap takjil dengan arti 'menyegerakan berbuka puasa' sebagai istilah dalam bidang Islam.
Jika takjil yang dimaksudkan adalah menyegerakan berbuka puasa maka hal ini termasuk dalam sunah berpuasa. Sebagaimana hadis dari Sahl bin Sa'ad r.a., Rasulullah saw. bersabda:
لاَيَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
"Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka."
Jadi ternyata takjil adalah sunah yang bisa diamalkan oleh umat Islam. Dan menyegerakan berbuka itu halal dengan apa pun. Bahkan seteguk air putih. Jadi tidak harus memborong jajanan yang dijual untuk menyegerakan berbuka. Karena dengan seteguk air putih di rumah, pahala takjil sudah kita dapatkan.
Takjil War, Siapa yang Menang?
Sebelum menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah, kita harus punya standar penilaian yang sama terlebih dahulu. Karena persamaan pandangan ini akan membuat kita menyepakati kesimpulan yang sama.
https://narasipost.com/opini/12/2020/terorisme-agenda-islamophobia-umat-butuh-khilafah/
Sebagimana pengertian takjil yang sudah disebutkan di atas, maka dalam takjil 'war' ini, pemenangnya adalah yang bisa menyegerakan berbuka puasa. Dan kandidatnya tidak lain adalah orang-orang yang berpuasa. Dari logika ini sudah bisa ditebak, the real winner is mereka yang bisa segera berbuka dengan apa pun yang halal dan tayib untuk dimakan. Bukan orang yang sukses memborong kuliner berbuka. Apalagi yang nonis.
Namun, 'takjil war' secara sosial adalah hal yang menarik. Hubungan sosial antara muslim dan nonis bisa sedamai itu. Dalam hal santapan berbuka (baca takjil) nonis bisa memborongnya. Karena santapan tersebut bersifat 'free accses' bagi siapa pun yang mau membelinya.
Sebagaimana Al-Qur'an yang juga bebas diakses oleh siapa pun. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُۗ
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil)…” (QS. Al-Baqarah: 185)
Sebagai petunjuk yang terbuka untuk semua manusia, Al-Qur’an menjadi mukjizat yang bebas diakses siapa pun yang ingin mengkajinya. Begitu juga Ramadan yang menjadi bulan diturunkannya Al-Qur'an. Jika Al-Qur’an dan Ramadan saja Allah bebaskan untuk diakses oleh semua manusia, apalagi hanya takjil.
Semoga rahmat Islam bisa memberikan hidayah kepada semua umat manusia. Agar mereka bisa memeluk Islam lalu menerapkannya secara kaffah. Wallahu alam bisawab. []
antusiasme nonmuslim dalam memperoleh takjil merupakan bukti kalau suasana Ramadan menjadi kegembiraan tersendiri bagi mereka