"Penguasa negeri kita tak ubahnya preman yang suka memalak rakyatnya dengan berbagai pungutan, namun pelit dan kejam kepada rakyat. Dalam kondisi pandemi yang masih berlangsung, seharusnya rakyat mendapat bantuan untuk mengurangi beban hidup mereka, namun pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak prorakyat."
Oleh. Maftucha S. Pd
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
NarasiPost.Com-Anda pengendara sepeda motor tapi belum punya SIM? Atau anda berencana akan naik haji atau umroh? Siap-siap anda harus mengurus BPJS, karena dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional mengharuskan dua pihak tersebut memiliki kartu BPJS Kesehatan sebelum mengurus SIM dan daftar haji atau umroh.
Tidak hanya itu, bagi pelaku usaha dan pekerja pada penyelenggara perjalanan ibadah Umrah dan penyelenggara ibadah Haji khusus juga harus menjadi Peserta aktif dalam program JKN. Kemudian peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan, baik formal maupun nonformal di lingkungan Kementerian Agama juga diwajibkan menjadi peserta aktif dalam program JKN. Sepertinya pemerintah tidak pernah kehabisan akal untuk memaksa masyarakat agar ikut serta dalam BPJS Kesehatan. Padahal, BPJS sendiri adalah jenis asuransi yang keanggotaannya harusnya suka rela, tapi kenapa justru rakyat dipaksa? Apalagi dengan kebijakan baru bahwa tidak semua penyakit dan obat bisa dicover oleh BPJS. Kebijakan ini tentu semakin mencekik rakyat karena BPJS mengharuskan yang terdaftar adalah satu keluarga bukan perorangan, jadi kalau ada kepala rumah tangga yang gajinya pas-pasan punya anak empat misalkan, maka sudah dapat dihitung berapa jumlah yang harus dibayar tiap bulannya, padahal belum tentu juga anggota keluarga yang lain mengalami sakit, tentu ini sangat membebani dan mengurangi jatah kebutuhan yang lain.
Penguasa negeri kita tak ubahnya preman yang suka memalak rakyatnya dengan berbagai pungutan, namun pelit dan kejam kepada rakyat. Dalam kondisi pandemi yang masih berlangsung, seharusnya rakyat mendapat bantuan untuk mengurangi beban hidup mereka, namun pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak prorakyat. Inilah karakter penguasa dalam sistem pemerintahan kapitalisme, mereka hanya menjadikan rakyat sebagai legalitas bahwa kepemimpinan mereka berdasarkan suara rakyat, namun faktanya rakyat hanya memilih wakil rakyat yang sudah dipilih oleh partai. Maka, pemerintahan ala kapitaliame ini selamanya hanya akan memihak kepada para pemodal yang telah membiayai mereka.
Pemerintahan ala kapitalisme demokrasi tidak akan pernah sungguh-sungguh memperjuangkan nasib rakyat yang sudah sangat menderita ini. Karena yang dipikirkan oleh mereka hanya keuntungan, maka berbagai kebijakan yang disahkan pasti ujung-ujungnya adalah untuk korporasi. Lihat saja UU Ciptaker, proyek bendungan benar, proyek kereta api cepat, pembangunan tol dan lain sebagainya, semuanya bukan untuk kesejahteraan rakyat.
Sistem pemerintahan kapitalisme sangat jauh berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, mulai dari akar hingga daunnya. Islam sumber aturannya berasal dari Pencipta yang Maha Mengetahui akan kekurangan manusia. Keimanan inilah yang menjadi asas bagi setiap muslim untuk menjalankan aktivitasnya agar tidak melenceng, tak terkecuali bagi seorang penguasa. Islam menjadikan kepemimpinan adalah sebuah amanah, dimana penguasa bertanggung jawab tehadap seluruh urusan rakyat yang ada di bawah kepemimpinannya, maka satu orang yang kelaparan atau terkena musibah kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah.
Sifat amanah inilah yang dimiliki oleh para khalifah dalam Khilafah islamiah, seperti Abu Bakar, Utsman, Umar bin Khattab, Ali, Umar bin Abdul Aziz hingga kekhilafahan terakhir yang dipimpin oleh Khalifah Abdul Hamid. Tidak pernah kita temukan dalam sejarah Khilafah islamiah adanya masalah kemiskinan komunal, dimana rakyat susah mencari nafkah walaupun hanya untuk kebutuhan primer mereka, pungutan pajak yang mencekik, atau problem sosial yang saat ini banyak kita temukan.
Sadarlah wahai manusia, terutama umat Islam bahwa sistem kapitalisme ini telah memunculkan borok dalam tubuh yang tidak mungkin lagi bisa disembuhkan, borok ini semakin hari semakin membuat tubuh manusia ambruk. Tidak ada solusi selain hanya kembali kepada Islam dan menerapkan syariat-Nya secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, supaya kehidupan kita menjadi berkah.[]