"Liberalisasi terhadap simbol-simbol agama lain ini adalah salah satu revolusi budaya yang dirombak besar-besaran. Di bawah reformasi MBS jelas budaya global itu dibiarkan masuk walaupun serangan kritik dari berbagai tokoh intelektual muslim bermunculan."
Oleh. Ina Agustiani, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)
NarasiPost.Com-Satu per satu buhul Islam itu sudah terlepas dari tempatnya, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, simbol keistikamahan terhadap ajaran agama yang suci ini dilucuti pelan-pelan. Lebih menyesakkan terjadi di jantung kota Islam, tempat bernaungnya rumah Allah, jejak dakwah para nabi. Jika jantung kota ini sudah bobol pertahanannya, maka tak akan sulit bagi negeri yang lain akan mengikuti dengan mudah.
Natal memang telah berlalu, tapi ada yang berbeda dengan tahun ini. Setitik kebahagiaan dirasakan Maha Alijshi dan putrinya, keluarga imigran yang takjub melihat ornamen natal mulai dari rumah roti jahe raksasa, pajangan rusa kutub, kerlap-kerlip lampu, dan topi santa klaus ada di Riyadh Boulevard, kompleks perbelanjaan di Arab Saudi. Ia seperti bermimpi melihat pemandangan ini, serasa tidak percaya ini ada di Riyadh. “Ini nyata, ini tidak haram” ungkap Alijshi.
Liberalisasi kota suci
Setahun terakhir undang-undang yang mengurus perayaan hari besar agama selain Islam memang dilonggarkan oleh pemerintahan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS). Kerajaan ingin mendorong secara maksimal budaya toleransi, sehingga tercipta suasana hangat, ramah antarwarga Saudi.
Raja ingin orang Saudi bersenang-senang dan menghabiskan banyak uang di rumah dan membutuhkan orang asing untuk menikmati tinggal di sini dan membantu membangun industri baru yang tidak terkait minyak (Wall Street Journal, 25/12/21).
Liberalisasi terhadap simbol-simbol agama lain ini adalah salah satu revolusi budaya yang dirombak besar-besaran. Tak hanya natal, peragaan busana saat model terkenal seperti Alessandra Ambrosio dan Sara Sampaio mencontohkan desain baru, festival film Laut Merah, yang menayangkan banyak film bahkan dari negara-negara seperti Iran, negara yang berselisih dengan Kerajaan. Hingga konser musik Justin Bieber dari Kanada tampil di Jeddah terselenggara di tahun ini. Ajaran Wahabi yang begitu kental sebagai bagian dari kolonialisme budaya barat dan bentuk penistaan ingin segera diganti oleh MBS. Di bawah reformasi MBS jelas budaya global itu dibiarkan masuk walaupun serangan kritik dari berbagai tokoh intelektual muslim bermunculan.
Toleransi dalam Islam
Rasulullah saw. telah mengingatkan untuk tidak mengikuti tradisi atau kebiasaan yang dilakukan orang-orang selain Islam, sebagaimana hadis Rasulullah saw., “Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal. Bahkan andai mereka masuk lubang biawak, niscaya kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, yahudi dan nasranikah mereka?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Bukhari).
Sebagai muslim tentu kita harus tahu dasarnya bahwa merayakan natal, memakai atribut agama lain, mengucapkan, dengan tegas tidak diperbolehkan menurut syarak, apalagi ini difasilitasi oleh negara. Besarnya gelombang moderasi serta kepentingan ekonomi membuat negara mengalah pada prinsip kepercayaan dengan firman Allah Swt., "Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam." (QS Ali-Imran: 19). Dalam catatan sejarah pun tak perlu mengajari Islam cara menghargai perbedaan karena kita sudah melakukannya selama 13 abad dalam bingkai Khilafah Islamiah.
Khilafah mengakomodasi masyarakat yang plural, terdiri dari berbagai macam kepercayaan ada di sini. Yahudi, nasrani aman, damai, tenteram, hidup memegang imannya. Boleh melakukan perayaan asal di komunitasnya dengan tetap menjunjung tinggi batasan akidah, tidak ada yang dipermasalahkan karena negara pun memberikan kesejahteraan yang setimpal untuk kaum di luar Islam. Toleransi itu adalah membiarkan mereka beribadah sesuai dengan keyakinannya, tanpa perlu kita ganggu. Inilah representasi dari keberagaman.
Rasulullah mempersaudarakan suku Aus Khazraj, meleburkan adat istiadat, menjadi masyarakat yang padu yang khas dengan pemikiran, perbuatan dan perasaan Islam. Menjadikan Makkah dan Madinah yang awalnya sebagai pusat kejahiliahan berganti sebagai kota suci yang dirahmati Allah dengan kemajemukan. Jelas toleransi kebablasan adalah alat moderasi yang bertujuan mengaburkan pemahaman Islam yang benar bagi generasi muslim saat ini.
[]