Kesehatan dibentuk dengan cara preventif (pencegahan), bukan kuratif (pengobatan).
Oleh. Nurjamilah, S.Pd.I
NarasiPost.Com-Awal tahun 2021 disambut dengan lonjakan jumlah kasus terinfeksi Covid-19 yang semakin tak terkendali. Beberapa RS umum dan swasta mengalami overload. Bahkan sampai menerapkan sistem lockdown pada IGD-nya. Yakni penutupan sementara dikarenakan ruang rawat inap full dan kapasitas pasien dirawat di IGD overload juga. Kondisi tersebut merata di kota-kota besar. Terutama daerah yang akan menerapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat sejak tanggal 11 hingga 25 Januari 2021 ini. (Lampost.co, 9/1)
Kesadaran masyarakat yang rendah terhadap protokol kesehatan disertai mobilitas yang tinggi selama libur panjang akhir tahun dianggap berkontribusi besar dalam peningkatan penularan di tingkat masyarakat, antar keluarga, perkantoran, ranah publik dan lingkungan RS.
Maka harus ada kesadaran dari diri masing-masing untuk menerapkan protokol kesehatan di manapun berada pada era new normal ini. Begitu pula pemerintah harus semakin optimal dalam menerapkan 3T (testing, tracing dan treatment) dan pengadaan vaksin dengan tingkat kemanjuran tinggi. Dengan kata lain, sinergisitas semua pihak sangat dibutuhkan untuk menghentikan pandemi ini.
Menyadari akan lonjakan kasus covid-19, belum lama ini Kominfo dan Kementrian Kesehatan menjalin kerjasama untuk penggunaan telemedicine yang lebih efektif. Telemedicine ini merupakan aplikasi konsultasi kesehatan online berbasis teknologi, yakni praktik penggunaan teknologi untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan jarak jauh.
Fungsi telemedicine akan mempermudah pelayanan medis oleh fasilitas kesehatan. Terutama bagi masyarakat yang jauh dari fasilitas kesehatan. Juga mengurangi kepadatan RS akibat membludaknya pasien dan juga dapat menjadi alternatif pilihan bagi RS yang lockdown karena overload.
Semakin memasyarakatnya telemedicine sangat mendukung penanganan Covid-19, mengingat RS dan fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) menjadi sangat terbatas karena overload. Dengan telemedicine diharapkan mampu menurunkan jumlah orang yang harus berobat ke RS dan puskesmas.
Akan tetapi banyak faktor penunjang yang perlu diperhatikan dan disegerakan. Bila tidak, telemedicine tidak akan berjalan efektif. Pertama, terkait infrastruktur telekomunikasi khususnya akses internet. Ada sekitar 3 ribu-an fasyankes yang belum memiliki akses internet. Kedua, kesiapan dan kemampuan SDM. Baik itu dari pihak petugas kesehatan juga masyarakat umum yang menggunakan aplikasi ini.
Lihatlah bagaimana Khilafah menerapkan syariat Islam dalam pelayanan kesehatan. Membudayakan hidup sehat, ini sedari awal dilakukan bukan hanya ketika pandemi terjadi. Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dengan cara mendukung riset kedokteran untuk menunjang pelayanan kesehatan bagi rakyat. Terlebih di masa pandemi ini, semua ilmuwan akan dikerahkan untuk melakukan penelitian agar bisa melumpuhkan virus Corona, sehingga pandemi tidak akan berkepanjangan. Juga meningkatkan jumlah tenaga medis yang kompeten agar mampu mengoperasikan teknologi medis dengan benar. Tak kalah pentingnya yaitu menyediakan infrastruktur dan fasilitas kesehatan yang memadai. Sehingga tidak akan terjadi RS yang overload pasien.
Kesehatan dibentuk dengan cara preventif (pencegahan), bukan kuratif (pengobatan). Jangan menunggu rakyat sakit dulu baru bertindak. Rakyat yang sehat adalah rakyat yang kuat, produktif dan memperkuat negara.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya keseriusan dan kesadaran penuh untuk bisa keluar dari pandemi ini. Solusi mendasar dan sistemik menjadi kunci keberhasilan dari berbagai penanganan Covid-19.[]