Aku merasa takut kehilangannya sampai-sampai aku tak berani berterus terang kalau aku bekerja sebagai ojol. Profesi yang menurut Dhita sangat rendah dan suram.
Oleh. Andrea Aussie
(Pemred NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kutatap bayangan tubuhku di cermin. Bibirku tersenyum melihat tubuhku berbalut setelan kemeja putih lengkap dengan jas biru dongker. Dasi lurik merah biru pun mempermanis tampilanku. Apalagi ditambah sepatu hitam mengkilat layaknya pegawai kantoran.
“Mas, masih ingat nggak, Nay?“ tanya Dhita istriku sambil membantu merapikan dasi yang kukenakan.
“Nay yang mana?” kataku bingung.
“ Itu lo Nay yang pintar desain!” jawabnya manja.
“Oh Nay yang teman SMA dan sekampung denganmu ya?”
“Betul! Kemarin aku nengok ibu di kampung. Saat aku mau pulang, eh ketemu Nay dan suaminya. Kaget aku, Mas!
“Memang ada apa?”
“Suami Nay bekerja sebagai ojol. Katanya sudah 3 bulan, lo! Kok lucu ya?!”
“Apanya yang lucu? Jadi ojol juga pekerjaan mulia kok. Mereka mencari uang halal. Daripada menjadi koruptor atau menjadi perampok lebih baik jadi ojol“ jawabku mulai tersinggung.
“ Menurutku tetap lucu kok, Mas! Masa mantan pilot kok jadi ojol. Seperti tak ada pekerjaan lain yang lebih bermartabat. Pilot lo Mas! Kok sekarang jadi ojol !
“Enggak boleh menghina pekerjaan orang. Sepanjang pekerjaan itu halal, tidak jadi masalah. Ingat pesan Rasulullah saw.:"Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah." (HR. Thabrani dan Baihaqi)
“Maaf Mas, aku hanya tidak menyangka kehidupan keluarga Nay yang drastis. Dari keluarga pilot Garuda yang kaya kok menjadi ojol, bahkan kini menumpang hidup di orang tuanya.
“Roda kehidupan manusia itu selalu berputar. Terkadang ada di atas dan terkadang ada di bawah. Seperti kehidupan kita saat ini. Dampak Covid-19 berimbas kepada perekonomian banyak orang.”kataku pelan.
“Betul Mas, menurut Nay kalau suaminya terkena PHK dari tempatnya bekerja. Uang tabungan dan pesangonnya ludes tertipu orang saat mau mencoba bisnis baru. Akhirnya memutuskan pindah ke kampung halamannya. Cuma kalau kupikir-pikir kita masih beruntung ya Mas! Dirimu masih kerja kantoran walaupun tidak di perusahaan yang besar seperti dulu. Setidaknya dirimu tidak bekerja sebagai ojol!”
Aku terdiam mendengar pernyataan Dhita. Pikiranku melayang pada peristiwa setahun yang lalu. Dampak pandemi Covid-19 membuat perusahaan tempatku bekerja melakukan PHK besar-besaran. Aku pun terpaksa harus meninggalkan pekerjaanku sebagai manajer yang baru kujabat beberapa bulan. Aku banting setir untuk bertahan hidup dalam menghadapi imbas pandemi Covid-19.
Beruntung Dhita mau mengerti kondisiku. Dia mau kuajak pindah dari apartemen elite ke perumahan rusun yang sederhana. Di lantai 13 inilah aku dan Dhita mengawali hidup lebih sederhana.
“Mas, sudah jam 7 pagi. Cepat berangkat, nanti terlambat datang ke kantormu lo !” kata Dhita membuyarkan lamunanku.
Aku segera mengambil tas kerjaku. Kukecup kening Dhita seraya berpesan agar dia berhati-hati selama di rumah.
Kulangkahkan kakiku menuruni anak tangga menuju tempat parkir motorku. Kukenakan helm dan sarung tanganku bersiap mengendarai Hondaku. Kulaju motorku membelah kebisingan jalan Panjaitan. Hingga sampailah ke sebuah basemen gedung Bank BCA kawasan Pluit Raya.
Kuhampiri sahabatku Shidiq yang sedang sibuk memeriksa CCTV di pos penjagaannya. Setelah menyampaikan salamku, aku bergegas mengganti kemeja putih dan jas biru dengan seragam kerjaku. Sepatu hitam pun kuganti dengan sepatu kets dan tas kerjaku kantorku beralih dengan tas ranselku.
Aku bersiap mengendarai Hondaku saat sebuah message datang dari operator memintaku mengantarkan pesanan seseorang di daerah Rusunawa Penjaringan. Tanpa pikir panjang kulaju Hondaku untuk membeli dan mengantarkan Karaage, Gyoza, Yakitori, dan Onigiri ke pemesan tersebut.
Sejenak jiwaku tertegun saat tiba di tempat yang dituju. Kubaca ulang alamat pemesan dan batinku berperang bagaimana mungkin alamat pemesan sama dengan alamat rumahku?
Ya, rumah no.3 lantai 13 Rusunawa Penjaringan adalah alamat rumahku yang selama ini kutempati bersama Dhita istriku.
Batinku bertanya-tanya dari mana Dhita punya uang untuk membeli berbagai pesanan itu? Pesanan yang cukup mahal menurutku. Bukankah sudah seminggu kami mencoba irit mengingat tanggal tua? Apakah ada saudara kerabatnya yang datang dan melakukan pemesanan online?
Ah, entahlah..
Rasa penasaran tiba-tiba makin menggodaku. “Aku harus menyelidikinya!” kata hatiku berperang.
Tanpa membuka helm di kepalaku dan masker menutupi wajah, kulangkahkan kakiku menaiki tangga menuju lantai 13. Tangan kiriku membawa paper bag berisi barang pesanan tersebut. Sambil menahan debaran jantung kutekan bel rumah itu.
“Honey, pesanan kita sudah datang lo!” terdengar suara manja seseorang sambil membukakan pintu rumah itu. Suara yang sangat kukenal di telingaku.
Jantungku hampir copot saat kusaksikan Dhita berdiri di depan pintu mencoba mengambil paper bag dari tanganku. Di belakang Dhita tampak seorang laki-laki yang sangat kukenal memeluk tubuh Dhita dari belakang. Tubuhnya hanya mengenakan celana pendek bertelanjang dada. Rambut mereka sama-sama basah.
Braakkk..
Tanganku tanpa sadar menjatuhkan paper bag ke lantai. Semua makanan khas Jepang itu berserakan di lantai tepat di depan rumahku.
“Hai, kenapa kamu buang makanan pesanan kami?” teriak Dhita marah.
Aku tidak menjawab sepatah kata pun. Kubuka helm dan masker penutup wajahku sambil menahan gejolak kemarahan dan kesedihanku.
“Mas Rasyid? Kok jadi ojol?” suara Dhita tercekat. Matanya terbelalak kaget dan takut.
Plak..!
Tanganku refleks menampar pipi kiri Dhita membuatnya hampir jatuh sempoyongan.
“Kamu tega berselingkuh dengan mantan bosku, Dhita!” kataku emosi.
“Dengar dulu penjelasanku, Mas Rasyid! Kamu salah paham!”
“Apa yang perlu kau jelaskan lagi, Dhita? Aku sudah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Kamu tega mengotori dan menghancurkan kesucian perkawinan kita! Aku jijik kepadamu, Dhita!” jawabku menahan kemarahan yang makin memuncak.
Kutinggalkan Dhita yang berdiri di pintu rumah yang terbuka. Kuturuni anak tangga rusunawa dengan langkah kaki yang cepat dan kasar.
Dunia terasa gelap bagiku. Rasa perih sembilu seolah menikam jantungku. Kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dan segudang perasaan tak menentu bergemuruh dalam jiwaku.
Tubuhku bergetar hebat saat kulaju Hondaku membelah bisingnya kota Jakarta. Kilatan api kemarahan masih terasa dalam dadaku. Tak pernah kusangka istriku Dhita sanggup mengkhianatiku. Menghancurkan mahligai rumah tangga yang sudah dibina 5 tahun ini. Dhita yang kukenal sebagai wanita lembut dan pengertian, tetapi nyatanya musang berbulu domba.
Mungkin salahku juga.
Atas dasar cinta tak pernah berburuk sangka kepadanya. Aku merasa takut kehilangannya sampai-sampai aku tak berani berterus terang kalau aku bekerja sebagai ojol. Profesi yang menurut Dhita sangat rendah dan suram.
Ya.. sejak aku terkena PHK dari perusahaanku, aku main petak umpet menyembunyikan pekerjaanku sebagai ojol ke Dhita. Pergi dan pulang dengan tampilan jas kantoran, padahal sepanjang hari aku menjadi laki-laki jalanan berdebu menawarkan jasa dengan upah yang tidak menentu. Pekerjaan menjadi ojol sudah kugeluti beberapa bulan ini.
Pikiranku berkecamuk. Rasa mual menjalar saat membayangkan perselingkuhan Dhita dengan mantan bosku. Entah sudah berapa lama mereka berselingkuh dan sejak kapan memulainya. Memoriku berbicara tentang peristiwa 2 tahun yang lalu. Dhita dan mantan bosku bertemu pertama kali saat aku mendapatkan promosi jabatan sebagai manajer baru perusahaan.
Rasanya memang tidak ada yang patut dicurigai. Dhita tetap bersikap manis kepadaku layaknya seorang istri setia. Dia juga tak pernah bercerita tentang mantan bosku. Semuanya biasa saja. Atau.. mungkin aku kurang peka kalau selama beberapa bulan ini Dhita sering minta izin keluar rumah. Entahlah..
Terasa pahit untuk mengenangnya. Tanpa terasa ada genangan di netraku mengaburkan pandanganku. Tanpa kusadari tanganku menekan volume gas Hondaku dengan kekuatan tinggi. Honda melaju sangat cepat tanpa menghiraukan sebuah truk tronton dari arah berlawanan melaju cepat ke arahku.
Brugh..
Sukmaku melayang. Meninggalkan ragaku yang tergeletak tanpa daya. Raga yang remuk tak beraturan meninggalkan ceceran darah di jalan Panjaitan. Mematikan sejenak hirup pikuk bisingnya kota Jakarta.
Sementara sukmaku.. melayang menapaki kampung akhiratku menemui Sang Pemiliknya seperti dalam firman-Nya menyebutkan, “Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut [29]: 64).
10 Oktober 2024
Mengenang sahabatku, Rasyid.
Ceritanya bagus.. ada banyak pelajaran yg bisa diambil
Always kereeen.
Keren sih, ga nyangka akhirnya ternyata berselingkuh.. harus banyak belajar nih, supaya bisa nulis sederhana tapi plot twist.. MasyaAllah.. Barakallah
Keren banget, Mom. Sepertinya masih ada part 2nya ya Mom. Kehidupan Dhita yang ketahuan selingkuh gimana? Apakah menyesal atau tidak?
Ending ceritanya bikin penasaran... Kehidupan Dhita selanjutnya bahagia atau menyesal setelah kepergian suaminya...
Cerpennya keren... Mom
Cerpennya keren Mom...
Rasa kasihan, kecewai, hmm campur aduk,, keren sekali cerpennya.. Btw kasihan si istri ndak dapat ridho dari suaminya, suaminya terlanjur marah pada dia... Tapi saya penasaran dengan kata2 Dhita.. Kalau suaminya sedang salah paham
Mom keren ih cerpennya,,, plot twistnya itu lho. Dikira endingnya Dhita bakal kaget dgn pekerjaan Rasyid, terus ngambek, ngerasa dibo'ongin, lanjut pundung ke rumah ortu di kampung, dst... Story yg kubayangkan datar banget ya ...
Ternyataaa. Keren Mom, beneran
Harus obyektif melihat permasalahan mereka.
Pertama, suami Dita adalah laki-laki yg penuh tanggung jawab atas nafkah keluarga sangat bagus dan memang kewajibannya.
Kedua, suami Ditha sadar atau tidak sadar telah mengajarkan kebohongan apa pun alasannya. Meski niatnya baik utk menjg perasaan Ditha. Bukankah berbohong itu berdosa, kecuali dalam perkara yg dibenarkan syarak.
Bukankah tugas suami memahamkan dan mendidik istri agar menerima apa pun pekerjaan suaminya semampang itu halal. Dan ini tdk dilakukan suami Ditha. Apalg diketahui Ditha seorang yg setia dan lembut sbg istri, pastilah suami mudah menuntunnya.
Ketika kebohongan yg dilakukan suaminya artinya menandakan lemahnya kepemimpinan suami Dhita. Ketidak mampuan membangun komunikasi yg hangat dan menerapkan keterbukaan dikeluarga kecilnya. Solusinya suami Dhita harus mau belajar agama, agar bisa memposisikan sbg qowam yg bijak, bukan hanya sekadar memenuhi materi keluarga.
Ketiga, kematian dalam keadaan marah dan kecelakaan, tentu sangat mengerikan. Astagfirullah.
Teringat sebuah dalil nasihat yg berbunyi, Kelak manusia akan dimatikan sesuai kebiasaanya. Jika baik maka baik akhir hayatnya. Jika terbiasa dg perilaku buruk maka buruk pula kematiannya.
Ya Allah semoga kita semua diberikan kematian yg husnul khatimah dan dalam keadaan hati yg rida dan ikhlas atas segala ujian yg terjadi. Amin.
Keempat, Dhita sebagai istri tdk seharusnya berselingkuh. Apa pun alasan itu tdk dibenarkan agama.
Kelima, Sebenarnya hubungan RT Dita dan si ojol masih bisa diperbaiki asal keduanya mau sama2 belajar memeperbaiki kesalahan yg ada. Intinya keduanya sama2 memperbaiki diri, dialog cerdas, dan sama2 membekali diri dg Islam kaffah.
Sayangnya, the end...si ojol telah berpindah alam. So, apakah Dhita akan menikah lagi...
Ditunggu kelanjutan kisah cerpen menarik berikutnya bu pemred...sukses dunia akhirat...
Astaghfirullah, miris bacanya
Duh, kok sedih ya, ceritanya.
Cerita yang tragis
Plot twist - nya keren, Mom
Masya Allah
Inginnya Mas Rasyid tetep ada dan berhasil menata hidupnya lagi
Innalillahi..kasian Rasyid kok akhirnya meninggal sih. Dagdigdug membacanya..ikut menerka ending ya..tapi meleset..hehehe
Renyah dibacanya dan pembaca ikut terhanyut alur cerita. Pendek tapi Supeeer
Ditha.. Dhita.. penyesalan tak berujung buatmu
Sebuah kesetiaan yang dibalas dengan penghianatan. Menusuk, miris.
Innalilahi....
Kisah yang mengharukan
Fakta yang terjadi saat ini... Himpitan ekonomi dan iman yang lemah... godaan setan terkutuk!
Keren Mom naskahnya
Keimanan seseorang diuji lewat berbagai rintangan ekonomi, yg berat, ada ujian sakit, ujian kesetiaan, anak atau keluarga besarnya, semua itu akan meninggikan derajat dan istikamah dalam ketaatan pada Allah.
Masya Allah ... Ada banyak pesan dalam cerita ini, Mom
Duh dag dig dug bacanya, mom. Tragis endingnya. Akan tetapi, sebagai pembaca saya kurang puas, kurang panjang. Mestinya kan yang bekhianat yang meninggal yang tragis. Biasanya kan maunya pembaca begitu. Sosok jahat harus merasakan siksa di dunia juga. Tetapi keren, mom. Bikin hati ikut teraduk,
Nah, iya, Mba
Maunya kita begitu ya
Dhita menderita trus mati nyesal, Rasyid berjaya lagi. Tapi yg begini ini mainstream ya
MasyaAllah, naskahnya keren.
Kebaikan seorang laki-laki, sampai tidak tega melihat istrinya kecewa. Namun, berbalas penghianatan sang Istri.