"Kita banyak berteman dengan orang yang tidak kita kenal di sosial media, dengan pemahaman dan kondisi hidup yang berbeda-beda, jangan sampai dengan satu postingan kita membuat orang lain merasa iri dan memuji kita terlalu berlebih-lebihan. Pada dasarnya memuji itu boleh saja, namun dahulukan memuji Dia (Allah Swt, red) yang telah memberikan segalanya kepada kita."
Oleh. Ira Rahmatia
NarasiPost.Com-Saya ingin berbagi cerita mengenai penyakit “Ain.
Salah satu junior saya, sebut saja Zara. Ia adalah anak yang ceria dan suka membagikan aktivitasnya di media sosial. Zara adalah salah satu mahasiswi teknik kimia yang baru saja lulus kuliah. Ia berasal dari salah satu daerah di Sulawesi Selatan. Setelah kuliah, ia kemudian magang di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Perusahaannya berlantai tiga puluh.
Pada suatu hari, ia bertemu dengan teman sekampungnya di Jakarta. Lalu temannya itu mengantarnya pergi bekerja dan timbullah decak kagum pada Zara saat melihat tempat kerjanya semegah itu. Ditambah lagi dengan story-story keseharian Zara bekerja atau training yang dapat membuat iri teman sebayanya. Juga aktivitas-aktivitas lainnya yang tidak banyak dirasakan oleh teman seangkatannya.
Tak berapa lama, Zara kembali ke kampung halamannya. Ia pun menceritakan bagaimana tempat kerjanya di Jakarta kepada orang-orang sekampungnya. Walhasil, pada suatu hari, tepatnya tanggal 16 Oktober 2019, Zara pergi makan bersama kawan-kawannya di warung yang ada di Jakarta, pada saat itu ia memakan ikan tongkol. Di sinilah ia tiba-tiba tersedak tulang ikan.
Setelah beberapa hari, tenggorokannya timbul peradangan. Ia pun pergi berkonsultasi dengan dokter yang ada di Depok. Dokter menyarankan untuk mengangkat amandelnya agar tulang ikan yang tersangkut juga bisa ikut dikeluarkan. Beberapa hari meminum obat yang diberikan dokter, ia tak merasa ada perubahan bahkan sakit terus berlanjut. Ia pun sering batuk berdahakkan darah. Tak tahan dengan kondisi itu, ia pun meminta izin pulang kampung ke pengawas lapangannya. Akhirnya ia pulang untuk berobat di kampungnya.
Setiba di kampungnya, ia diberikan obat tradisional. Selain itu, ia pun mengikuti pengobatan di berbagai pelayanan kesehatan, namun pada saat di endoskopi tidak ditemukan penyakit apa-apa.
Setelah dua bulan di rumahnya, salah satu temannya juga memberikan Teh dari Cina yang katanya bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Sebelumnya, ibu temannya itu juga sakit kista, namun setelah meminumnya selama tiga hari Alhamdulillah sembuh. Namun, ternyata bagi Zara meminum teh itu tidak berpengaruh apa-apa.
Ia kemudian mendapat rujukan ke Rumah Sakit Wahidin yang ada di Makassar. Tibalah ia di sana dan dokter mendiagnosa penyakit radangnya ialah “tongsil faringitis kronis”!.
Lanjutlah ia diarahkan lagi untuk melakukan CT Scan. Ia pun menghubungi ayahnya, namun ternyata ayahnya memilih menyerah. Sang ayah menyuruh Zara untuk kembali ke kampung saja.
Pada suatu hari, salah satu kerabatnya yang sedang menuntut ilmu di salah satu pesantren menghubunginya dan menanyakan dirinya mengapa tak berada lagi di Jakarta. Zara pun menjelaskan segala hal yang terjadi, temannya pun menyarankan untuk melakukan ruqyah mandiri. Tak lupa, ia mengirimkan Zara sebuah kitab berbentuk file pdf berisi ayat-ayat ruqiah mandiri. Zara pun mengikutinya perlahan-lahan.
Di bulan ke delapan, Zara ingin berangkat kembali ke Jakarta karena ia merasa sudah baikan. Tiket dan segala persiapan sempurna. Walhasil, sakit itu kemudian kambuh lagi di malam keberangkatannya. Apalah daya, Zara tak jadi berangkat. Malam itu, ia ia dibawa pergi berobat lagi. Kejadian seperti ini pun terjadi dua kali. Ia pun mulai merasa putus asa. Ingin menyerah pada keadaan, ia ingin mengundurkan diri dari program Magang yang bekerja sama dengan salah satu BUMN itu. Hingga pada kesempatan ketiga ia diberikan motivasi oleh ayahnya. Ayahnya berkata ajal itu sudah ditentukan kapan dan di mana ia akan berakhir.
Zara lantas berpikir, ijazah yang ditahan di kampus karena mengikuti magang ini juga pasti akan bermasalah karena mengundurkan diri sama dengan membiarkan kampusnya diblacklist dari program kementrian itu. Akhirnya ia merenung kembali, mengapa semua itu bisa terjadi. Ia pun menghubungi kembali temannya yang memberikan minuman teh herbal yang berasal dari Cina tadi. Temannya pun kemudian mengirimkan artikel tentang sebuah penyakit yang bernama “Ain”.
‘Ain adalah sebuah penyakit yang biasa muncul akibat dipuji berlebihan oleh seseorang. Ia memuji tanpa mendahulukan memuji pencipta-Nya. Ia pun akhirnya sadar akan hal yang terjadi padanya. Sebab beberapa waktu sebelumnya, ayahnya juga sempat memujinya di hadapan rekan kerja ayahnya, lalu pada malam harinya ia demam. Alhasil ia beristirahat total di rumahnya, juga tidak lagi mempublikasikan hal-hal yang membuat orang lain berdecak kagum atas prestasi-prestasinya. Hingga pada pertengahan 2020 untuk keberangkatan ketiga ia harus menyemangati dirinya untuk ikut. Walau belum sembuh total ia harus berangkat dan menyelesaikan program tersebut.
Setelah menyelesaikan programnya magangnya ia telah sadar bahwa yang telah ia alami itu sebagian akibat ulahnya sendiri yang terlalu mempublikasikan segala aktivitasnya di media sosial. Postingan-postingan kerja dan wisata yang bisa jadi membuat iri orang lain. Ia memutuskan untuk rehat selama setahun dan tidak lagi mencari kerja. Ia fokus membangun hubungan kembali dengan keluarganya yang sebelumnya jarang akrab dengannya. Kemudian ketenangan kembali menghampirinya.
Semoga sedikit cerita ini bisa memberikan kesadaran kepada kita bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, mempublikasikan segala hal yang tak perlu orang lain ketahui juga harus kita hindari.
Kita banyak berteman dengan orang yang tidak kita kenal di sosial media, dengan pemahaman dan kondisi hidup yang berbeda-beda, jangan sampai dengan satu postingan kita membuat orang lain merasa iri dan memuji kita terlalu berlebih-lebihan. Pada dasarnya memuji itu boleh saja, namun dahulukan memuji Dia (Allah SWT, red) yang telah memberikan segalanya kepada kita.
*Note : Tulisan ini saya tulis atas izin yang berangkutan dan diminta dibagikan agar menjadi pelajaran bagi kita semua.[]
Jazakillah buat komentarnya Ukhty Rita Handayani, saya jadi tahu ternyata 'Ain itu terjadi pada benda juga. Ini berarti bahwa kekuatan lisan itu tidak bisa kita anggap biasa. Karena, seringkali kita merasa bahwa itu adalah hal biasa, namun nyatanya bagi oranglain atau benda lain dampaknya luar biasa..