"Ada malu yang juga tanpa ragu berbisik. Aku malu karena selama ini belum maksimal dalam menjalankan amanah. Umat ternyata melihat dan menantikan kiprah para penyeru kebaikan. Mereka berharap ada perubahan dari kondisi yang karut-marut ini. Mereka menderita sekian lama dan kini melihat ada secercah harapan dalam Islam."
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com- “Oh, itu dia angkotnya!” seruku riang. Segera kurengkuh tangan bocah laki-laki di sampingku ketika mobil berwarna biru itu berhenti di hadapan kami. Masih sepi di dalam angkot. Kulihat jam menunjukkan pukul 08.10 WIB. Cukuplah 20 menit untuk perjalanan ini. Semoga tak terlambat sampai di lokasi.
Angin dingin menyapu wajahku tatkala angkot menaikkan lajunya. Bocah laki-laki berusia hampir dua tahun itu mulai beraksi. Tangannya mengelus-elus bangku yang ia duduki. Mungkin ia tengah membandingkan rasanya duduk di bangku mobil dengan bangku bebeknya di rumah. Rambut ikalnya yang kemerahan bergoyang-goyang lucu. Matanya asyik mengamati sekeliling sambil tiada henti tersenyum. Lontaran pertanyaan meluncur pertanda jika ia begitu menikmati perjalanan pagi ini. Kujawab apa adanya dan dengan kalimat sesederhana mungkin agar bisa dimengerti olehnya.
Ia terus berceloteh tanpa henti. Ini pengalaman pertamanya naik angkot. Tak heran bila ia senang sekali. Seluruh bangku penumpang di bagian belakang yang masih kosong ia jajali semua. Beberapa kali kuminta ia untuk tenang karena khawatir mengganggu pak sopir. Namun, yah begitulah. Namanya juga bocah. Diam sebentar, lalu beraksi lagi. Maaf, ya, Pak!
Di tengah kecerewetan si bocah, tiba-tiba sopir bertanya padaku hendak ke mana. Kusebut sebuah gedung yang jaraknya cukup jauh dari tempatku semula.
“Mau ikut pengajian, Mbak?” tanyanya lagi. Si bapak langsung menebak acara yang hendak aku hadiri dari tampilanku. Ibu-ibu yang duduk di samping sopir melirikku. Aku mengangguk dan tersenyum.
“Oh, mau ke acaranya ***, ya!?” tebakannya membuatku kaget. Seperti ditembak, aku tersentak. Entah dari mana si sopir bisa menyebutkan sebuah nama ormas yang kini sangat terkenal dan sering dituding radikal. Benar-benar tak kusangka akan mendapat pertanyaan semacam itu.
“Saya itu senang sekali, lho! Soalnya setahu saya mereka itu selalu tegas, tak mau ditawar-tawar. Kalau sudah bilang merah, ya merah! Hitam, ya hitam! Tidak mencla-mencle! Benar lho ini, Mbak! Saya juga sering lihat kalau mereka lagi demo (masiroh, ya, Pak. Hehe..), selalu kepentingan rakyat yang diteriakkan,” lanjutnya berapi-api. “Saya mendukung apa yang diperjuangkan mereka, Mbak! Biar masyarakat ini juga ada yang membela. Tidak dibuat sengsara terus!” tegas si bapak.
“Oh, begitu, ya, Pak?” jawabku sambil mengaminkan perkataan si bapak. Setitik haru menyelusup dalam kalbu. Dalam hati aku berdoa semoga jemaah ini bisa istikamah di jalan kebenaran.
Masyaallah. Tak kusangka dari mulut rakyat biasa terucap apresiasi untuk para pengemban dakwah. Ternyata, dakwah ini benar-benar telah menyentuh hati masyarakat. Mereka melihat kebaikan yang diberikan oleh dakwah.
Ada malu yang juga tanpa ragu berbisik. Aku malu karena selama ini belum maksimal dalam menjalankan amanah. Umat ternyata melihat dan menantikan kiprah para penyeru kebaikan. Mereka berharap ada perubahan dari kondisi yang karut-marut ini. Mereka menderita sekian lama dan kini melihat ada secercah harapan dalam Islam.
Ada bara yang terpantik untuk lebih bersungguh-sungguh dalam menjalani dakwah ini. Semoga diriku dimampukan untuk bisa terus belajar dan ikut berkontribusi dalam dakwah Islam kaffah. Aku sadar bahwa langkahku baru permulaan sekali. Jalan di depan masih jauh terbentang. Ujian, cobaan, dan tantangan sudah pasti akan selalu menghampiri.
Ada asa yang berkembang dari peluh yang mengalir pada setiap jejak dakwah. Ada keikhlasan yang mencoba untuk terus dirajut dalam setiap lelah. Ada kesabaran yang terus diuntai dalam setiap episode yang dijalani.
Semua hanya karena Allah. Bukan penilaian manusia yang dituju. Meski memang dakwah ini untuk menyadarkan manusia agar kembali pada jalan yang lurus, namun karena perintah-Nya kita melakukannya. Sungguh, hanya rida Allah sajalah yang hendaknya kita cari.
“Terima kasih, Pak,” ucapku sambil menyodorkan uang padanya. Angkot itu pun melaju kembali menembus pagi yang dingin. Kuselip sedikit doa untuknya supaya hari ini ia mendapatkan rezeki yang lancar dan berkah.
Aku melangkah menyeberangi jalanan yang mulai ramai dengan kendaraan dan orang. Kupegang erat jemari bocah laki-laki di sampingku. Senyum polosnya membulatkan tekad di hati untuk tak mudah patah arang jika kelak menemui tantangan.
Tibalah kami di gedung yang menjadi saksi perjuangan dakwah muslimah Kota Bunga ini. Telah banyak yang datang. Ibu-ibu dan mbak-mbak berjilbab rapi dan warna-warni memenuhi halaman gedung. Beberapa anak kecil berkumpul di kid’s corner yang disediakan panitia. Mereka semua adalah saudara dalam ikatan akidah islamiah.
Bahagiaku melihat pemandangan ini. Aku tak sendiri. Ada banyak muslimah di sini yang juga berjuang dalam menegakkan kalimat-Nya. Ada banyak teman seperjuangan yang akan saling mengingatkan dalam kebaikan. Ada kawan yang membersamai dalam perjalanan. Tak perlu khawatir dan takut, jalan sunyi ini ramai dengan manusia yang menapakkan langkah mencari rida Ilahi.
Alhamdulillah wa syukurillah. Perjalanan singkat itu meninggalkan kesan yang begitu melekat. Tak pernah terlupakan meskipun telah belasan tahun lewat. Ia menjadi pengingat untuk kembali bersemangat kala diri mulai surut dalam dakwah. Usahlah bermalasan atau pun bosan menyampaikan kebaikan. Umat sangat berharap kepada para pejuang mukhlis untuk melenyapkan jerat-jerat sistemis yang menyengsarakan.
Kerusakan telah terjadi di setiap sudut dunia. Kemaksiatan dan kejahatan merajalela begitu rupa. Permasalahan kehidupan saling berkelindan dalam keruwetan. Tak karuan. Sistem rusak telah menimbulkan penderitaan. Kapitalisme sekuler yang batil menjerumuskan umat manusia dalam kubangan kehinaan.
Betapa pentingnya dakwah Islam kaffah diserukan di tengah masyarakat yang sekuler. Dengan dakwah inilah mereka akan mengetahui tentang Islam yang sebenarnya. Manusia akan melihat kebaikan di dalamnya hingga merindukannya untuk menjadi satu-satunya aturan hidup.
Dakwah ini adalah demi memenuhi seruan Allah. Sebuah kewajiban yang agung dengan kebaikannya yang amat luar biasa. Menjadi bagian dari jemaah dakwah Islam kaffah bukanlah untuk berbangga-bangga, melainkan untuk mengharap pahala dan rida dari-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam surah Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kalian, segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan merekalah orang-orang yang beruntung.”
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]
Photo : Pinterest
Semoga kita senantiasa istikomah di jalan dakwah, aamiin.