Duka yang Fenomenal

"Halangan di perjalanan akhirnya menyambangi kami. Ketika mobil yang membawa kami masuk ke salah satu SPBU untuk menumpang buang air kecil, mobil yang kami salip beberapa saat sebelum memasuki SPBU ternyata marah dan menghampiri kami. Drama pun terjadi. Suasana kian memanas."

Oleh. Dewi Kusuma
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pada saat subuh 4 Juli 2022, berita duka itu kami terima. Kakak pertama suami saya meninggal dunia di Palembang dan akan dimakamkan di Muara Pulutan, Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan. Kami pun segera berangkat menuju Bengkulu. Malam gelap menembus hujan yang lebat mengiringi perjalanan kami. Berangkat dari Serang, Banten sekitar pukul 9 pagi menuju Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni. Alhamdulillah, mobil kami langsung naik ke kapal. Sesampainya di seberang perjalanan kami dilanjutkan menuju jalan tol Lampung-Kota Baru dan keluar di kilometer 68. Semua berjalan lancar.

Namun, halangan di perjalanan akhirnya menyambangi kami. Ketika mobil yang membawa kami masuk ke salah satu SPBU untuk menumpang buang air kecil, mobil yang kami salip beberapa saat sebelum memasuki SPBU ternyata marah dan menghampiri kami. Drama pun terjadi. Suasana kian memanas. Tampaknya saya harus turun dari mobil. Kudekati anak bujangku yang sedang berselisih paham dengan pengendara tersebut. Tampaknya belum rida juga pemilik mobil yang kami salip. Alasannya bahwa bagian belakang sebelah kiri mobilnya lecet gara-gara mobil kami menyalip. Padahal, kami menyalip dari belakang ke depan mobilnya lewar sebelah kanan dan memotong di depan karena kami mau mengarah ke SPBU. Mobil yang mendadak belok ke SPBU membuatnya marah.

"Saya petugas. Ayo kita ke kantor polisi," kata lelaki itu penuh amarah.

Adu mulut antarlelaki pun terjadi. Terpaksa saya harus angkat bicara. Kudekati lelaki itu sambil meminta maaf dan menyabarkannya, serta kuusap dadanya agar menghentikan amarahnya. Awalnya ia kekeh tak mau menyudahi.

"Sudah … sudah, Pak. Mobil mendadak belok ke SPBH karena saya ingin buang air kecil," ucapku pelan berusaha meredamkan amarahnya.

"Saya ini orang Lampung dan kalian mobil Jakarta?!!" hardik lelaki itu

Aku berusaha untuk bersabar. Akhirnya dia mau melihat saya dan berjalan masuk ke mobilnya. Aku pun mengikutinya dan mengucapkan permohonan maaf yang kesekian kali dari luar mobilnya. Tampaknya hati keras lelaki harus disentuh dengan kelembutan wanita sehingga emosinya mereda. Lelaki itu pun pergi dari hadapan kami.

Setelah itu, kami memutuskan untuk rehat makan dan minum sejenak di Masjid Imamudin Pekon Way Nipah Kota Agung. Kemudian melaju lagi menembus hujan menyusuri Pegunungan Bukit Barisan lalu memasuki kawasan hutan di Sedayu yang menjadi kawasan hutan pertama yang kami lewati. Setelahnya masih ada kawasan hutan yang kedua, yaitu Kawasan Hutan Manula. Selepas salat asar, saya mendapat berita duka bahwa kakak pertama perempuan meninggal dunia di Purbalingga, Jawa Tengah. Rasanya kompleks sudah perjalanan fenomenal ini. Lahaula walaquwwata illa biillah.

Selepas melewati Kawasan Hutan Sedayu, kami rehat sejenak untuk melaksanakan salat subuh di Masjid Nurul Iman Way Hawang, Bengkulu. Jarak masjid ini masih sekitar 100 km lagi dari rumah kami. Hujan deras dan lebat pun masih mengiringi perjalanan kami. Kami memutuskan untuk istirahat makan, minum, dan tidur di Kawasan Krui, lalu meneruskan perjalanan hingga memasuki kawasan hutan kedua di tengah malam hingga jam 4 pagi.

Suasana dingin membuat rasa ingin buang air kecil pun menyergap. Akhirnya, kami berhenti di sebuah rumah makan dengan rencana menumpang toilet di sana. Namun, tahukah apa kata sang pemilik warung makan? Ternyata kamar mandinya jauh turun ke hutan. Astagfirullah, mau tidak mau saya harus menundanya. Sebenarnya saya sangat khawatir akan dampak dari menahan buang air kecil, seperti yang pernah saya alami pada saat perjalanan ke Sukabumi beberapa tahun lalu. Namun apa daya, kami pun akhirnya melanjutkan perjalanan.

Suamiku kemudian menggantikan anak bujangku yang sudah kecapaian dan mengantuk menjadi sopir. Kondisi suamiku yang sudah sepuh membuat mobil bergerak perlahan melewati kawasan hutan. Tiba-tiba suamiku menghentikan mobil di pinggir jalan dan mematikan lampu mobil. Rupanya suamiku ingin buang air kecil. Ia akhirnya mengambil persediaan air minum untuk digunakan bersih-bersih. Aku pun mengikuti caranya. Untungnya kami membawa air minum kemasan satu dus ditambah beberapa botol minuman. Rasanya begitu lega setelah buang hajat. Dalam keadaan darurat pun semua harus serba bisa.

Lepas salat subuh, kami pun melanjutkan perjalanan ke Muara Pulutan, Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan. Ya, Allah … Ya, Rabbilahaula wala quwwata illa billah.

Bengkulu, 6 Juli 2022[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Dewi Kusuma Kontributor NarasiPost.Com & Pemerhati Umat
Previous
Misi Perdamaian di Balik Derita Penyelamatan TKI
Next
Agar Pernikahan Panjang Umur
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram