"Di ufuk senjaku..
Aku berharap bisa lebih dekat dengan Sang Khalik dan mempersiapkan lebih matang menuju kampung akhirat. Tidak semata mengejar duniawi."
Oleh. Andrea Aussie
(Pemred NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dering iPhone membangunkanku dari lelapnya tidurku. Kutengok arah jarum jam menunjukkan angka 12.10 am. Hmm.. sudah 1,5 jam aku tertidur pulas. Memaksa tubuhku agar beristirahat sejenak.
Ada senyum mengembang dari bibirku saat kubaca message dari putriku. Untaian kata-kata indah nan dewasa mampu menitikkan tetesan bening di mataku.
“Barakallahu fiik Mommy
Panjang umur sehat selalu. Semoga Allah lancarkan dan kabulkan semua hajat Mommy. Aamiin ya Rabb..
Love you, Mommy !”
Dua puluh lima Juni adalah tanggal dan bulan yang sangat istimewa dalam hidupku. Tanggal dan bulan saat aku dilahirkan ke dunia puluhan tahun yang lalu, namun tanggal dan bulan yang sama saat aku harus kehilangan wanita yang melahirkanku belasan tahun yang lalu.
Ya, 25 Juni mampu memorak-porandakan perasaanku. Terlahir dari lingkungan yang sangat kental dengan budaya Hindu, erat dengan pernak-pernik sesajen yang terus dipertahankan, namun hal tersebut justru menjadikan diriku seorang pemberontak sesajen kala itu. Aku tidak pernah paham dengan ajaran Hindu, jadi saat ayahku bilang aku terlahir dari weton bumi yang akan mampu mendamaikan dan tempat berpijak orang banyak, jawabanku hanya sebuah gelengan tanda aku tidak percaya. Sejak usia 6 tahun aku belajar mengaji setiap sore ke masjid dengan Khatib Syarif, dan pada saat usiaku 9 tahun aku sudah menjadi guru ngaji di tempat itu untuk anak-anak lainnya.
Namun, perjalanan hidupku tidaklah seindah dan sedamai bumi seperti kata ayahku. Dalam kisah hidupku yang pernah kutulis “Dalam Tangisku” menoreh luka yang sangat dalam dan itu hanyalah episode pertama dalam kelamnya kehidupanku.
Bukan aku tidak suka dengan Indonesia. Bukan pula aku membenci orang-orang yang pernah zalim kepadaku dan anakku sehingga sampai detik ini pun aku tetap berada di negeri orang. Bukan itu! Tapi aku ingin menata luka hati yang sampai saat ini pun tetap berkicau karena perbedaan prinsip yang makin melebar.
Bukan berarti aku lepas tangan dari impitan finansial mereka, justru sampai detik ini pun aku men- support finansial mereka melalui anakku.
Tapi untuk bersama-sama dekat dalam satu atap rasanya aku tidak mampu. Layaknya cermin yang sudah retak akan sangat susah untuk mulus lagi.
Bagaimana tidak? Dalam sejarah hidupku, aku dan anakku pernah mengalami 4 episode kekejaman yang mereka lakukan kepadaku. Lebih-lebih pemahaman akidah yang terus berbeda membuatku lelah dan memilih diam.
Dua puluh lima Juni 2005 adalah hari yang sangat kelabu untukku. Hari di mana
berakhirnya kebersamaanku dengan almarhumah ibuku yang sudah 3 tahun terjalin dengan indah. Beberapa jam setelah kutelepon dari negeri Macau aku mendapatkan message dari adikku bahwa ibuku wafat karena tensi darah yang sangat tinggi. Jiwaku tercekat. Air mata mengucur deras. Kesedihan merasuk dalam sukma. Kuteringat akan kata-kata beliau yang meminta izin agar putriku bisa diasuh olehnya sebagai penebus rasa bersalahnya karena sejak kecil aku tidak pernah mendapatkan kasih sayangnya. Dan kata terakhir yang terucap olehnya “Maafkan ibumu, Nak!
Kepergian ibuku sempat membuatku terpuruk. Selama 2 bulan aku hampir stres. Sering menangis tiba-tiba. Menjerit di tepi lautan seolah protes kepada Sang Pemilik nyawa, kenapa begitu cepat kebersamaan kami? Ya, selama hidupku aku hanya merasakan 3 tahun kasih sayangnya yang tulus dan ikhlas. Itu pun setelah kelahiran anakku yang kedua.
Untuk beberapa tahun aku tidak mau mengingat tanggal lahirku apalagi jika dirayakan. Walaupun sampai saat ini masih ada orang yang memberikan ucapan bahkan hadiah-hadiah untuk hari miladku. Termasuk pada miladku kali ini diberi kejutan pesta milad lengkap dengan bunga dan hadiah, padahal tubuhku sedang menahan rasa demam yang sangat tinggi. Rekan sekerjaku sengaja datang menjengukku hanya mau mengucapkan miladku.
Begitu juga ucapan dan hadiah dari beberapa tim redaksi seperti Renita, Putri Ramadhani, dan Nurjamilah serta Miladiah yang benar-benar membuatku terharu dibuatnya. Aku merasakan untaian kasih sayang walau dalam bait kata, apalagi sampai dibikinkan video dan senandung serta dikirim sesuatu untuk perkebunanku.
Entahlah, setiap tanggal 25 juni selalu membuat genangan air mata di sudut hatiku. Kepergian ibuku juga menambah beberapa episode kelamnya kehidupan yang harus aku terima. Semua bermuara kepada hartaku di Indonesia yang diperebutkan oleh mereka. Hingga rasa muak dan trauma memutuskanku berkelana di luar negeri sampai detik ini.
Kini, lembayung senja mulai melambai. Menggiring beribu nada tanya yang harus kupertanggungjawabkan. Berapa banyak biji kebaikanku terhimpun selama meniti lembaran kehidupanku? Berapa luas ilmu yang kumiliki sudah kusebarkan? Dan berapa banyak hartaku yang telah dan harus kuberikan kepada yang berhak? Dan berapa dalam keikhlasan serta ketabahan yang harus kuperbaiki?
Terkadang aku malu dan kagum dengan sosok sahabatku. Dalam keroposnya jantung, dalam ganasnya tumor dan kista, dalam menukiknya rasa sakit di tulangnya, dalam gemeretak geraham yang tidak sempurna namun beliau masih tegak berdakwah mengibarkan panji-Nya.
Sementara diriku?
Aku masih cengeng saat Allah Swt. memberiku dunia tanpa denting, masih menangis saat kumiliki setengah dunia tanpa warna, masih protes tiap kali ujian rasa sakit menghampiri tubuhku, seperti halnya di saat hari miladku tubuhku terpuruk lemah di tempat tidurku karena demam yang tinggi.
Ya Allah, aku sudah berusaha agar menjadi wanita kuat dan tabah namun nyatanya masih tetap cengeng meneteskan air mata. Masih jauh dari ketegaran sosok sahabatku itu.
Di ufuk senjaku..
Aku berharap bisa lebih dekat dengan Sang Khalik dan mempersiapkan lebih matang menuju kampung akhirat. Tidak semata mengejar duniawi. Bukankah Allah Swt. beberapa kali mengingatkan hamba-Nya?
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui”
(QS. Al-Ankabut :64)
Di ufuk senjaku juga aku ingin pulang ke Indonesia memulai lembar kehidupan baru di tempat yang damai. Cukup sudah 35 tahun aku berkelana di negara orang. Menutup rapat luka lama dan menyebar benih kedamaian walaupun masih tanda tanya. Akupun berharap www.NarasiPost.Com tetap berkibar dalam kiprahnya walaupun aku sudah tiada. Dan impianku yang belum tercapai hingga detik ini adalah membangun perpustakaan besar di kota kelahiranku.
Mungkinkah harapanku terwujud? Entahlah…
Double Bay, 26 Juni 2023[]
Photo : Koleksi Pribadi
Membaca Kisah Moms Andrea sungguh terharu dan tidak terduga. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kemudahan dalam mewujudkan semua impian Mommy
Ya Allah hidup Mom Andrea penuh dengan beragam ujian. Terurai dalam untaian kata yang tersusun rapi. Jadi tahu tanggal yang sarat makna dalam kehidupan Mom. Semoga apa yang menjadi harapan Mom terwujud. Menuju senja dengan bertabur pahala dari amal saleh yang tak lelah dilakukan.
Masya Allah mom. Rasanya tak mampu berkata-kata membaca tulisan ini. Namun yakinlah bahwa mom orang hebat, karena ujian berat tak akan diberikan pada pundak yang rapuh. Semoga apa yang mom harapan bisa terkabul. Aamiin.
I love you mom Andrea.. Allah selalu bersamamu. Aamiin
Sy Salah satu pembaca setia story2 Mom.. banyak ibrah dan hikmah yg dapat dipetik. Bersyukur Allah mempertemukan aku dgn org hebat seperti Beliau...
Semoga Allah Swt mengabulkan mimpi mulia Mom, untuk membangun perpustakaan besar di kota kelahiran.
NP menjadi bukti perjuangan Mom dalam dakwah literasi, semoga menjadi amal jariah yg terus mengalir...
Maa syaa Allah perjalanan Mom's begitu berwarna kisah perjalanan seseorang pasti tidak sama. Tapi Allah Swt slalu menuntun hamba-Nya kepada jalan yang lurus. Cerita mom's tentang berbeda keyakinan teringat kisah Nabi Ibrahim as. Hanya Cinta kepada
Allah dan Rasul-nya cinta yang sejati In syaa Allah akan dikumpulkan Kembali dengan Ibu mom' s diyaumul kelak.. Harapan dan cita-cita ingin ada perpustakaan besar semoga terwujud dan Allah kabulkan cita-cita mulia mom's Aamiin Allahumma Aamiin
Semua hamba memang memiliki hadiah kehidupannya masing-masing dari Sang Penguasa Langit dan Bumi.. Yang bisa diambil hikmahnya oleh diri sendiri maupun orang lain yang mengetahuinya..
Bisakah dishare juga mom, kisah sahabat mom yang hebat itu..
MasyaAllah.... Semoga di ufuk senja ini Mom Andrea akan selalu mendapatkan kebahagiannya. Aamiin
Masya Allah, selalu terharu membaca story Mom. Hanya doa yang dapat saya panjatkan. Semoga Allah Swt. senantiasa melindungi Mom dan keluarga. Semoga Allah Swt. senantiasa memberi kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan.
Maasyaallah, untaian kata yang selalu menyentuh. Untaian kata dari hati yang sampai ke hati. Semoga perjalanan hidup mom selalu ada hikmah, baik bagi mom dan orang di sekitar mom.
Barakallah fii umrik, mom ❤️
Masyaallah ... Menyentuh sekali...
Masyaallah lika liku hidup yang fantastis. Ketegaran yang mesti harus dijalani demi menutupi luka hati.
Ya betul Mba dengan tinggal dirantau orang lain tak tahu siapa diri ini. Daku pun jika harus tinggal di daerah tempat kelahiran tak akan sanggup. Banyak kenangan manis dan pahit bercampur dalam sanubari.
Mat milad Mba Andrea dari ku tak ada hadiah yang mesti dipersembahkan. Hanya doaku menyertaimu semoga Mba Andrea selalu dalam dekapan cinta-Nya aamiin
Masyaallah, saya selalu terharu sekaligus terenyuh setiap kali membaca kisah hidup Mom. Kisahnya yang tak hanya sedih, tapi juga tragis. Ada rasa haru tentang perjuangan beliau, tetapi juga geram dengan mereka yang selalu memanfaatkan Mom. Pokoknya doa terbaiklah buat Mom, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Soalnya tak ada yang bisa aku perbuat selain itu.
Hanya bisa selalu mendoakan semoga Allah memberikan kemudahan dan pertolongan dalam setiap langkah Mom Andrea sekeluarga di dalam kebaikan. Semoga kita semua selalu dikelilingi orang-orang baik yang tulus dan ikhlas dalam menjalin ukhuwah islamiah. Aamiin