"Segala cara kami upayakan untuk memancing pertolongan Allah. Kesembuhan bukan karena obat namun karena izin Allah. Ikhtiar medis maupun ruhiyah dijalankan dengan harapan Allah berkenan memberikan kesembuhan. Saat itu aku pasrah dengan hasil yang akan dibacakan dokter."
Oleh. Lilik Yani
(Kontributor NarasiPost.Com )
NarasiPost.Com-Sejak muda, siklus menstruasiku tidak teratur. Kadang sebulan dua kali, kadang sampai delapan bulan tidak haid. Bahkan kalau haid bisa lebih lima belas hari dengan jumlah yang sangat banyak. Hingga banyak teman-teman kerjaku bilang kalau wajahku pucat sekali. Berjalan terasa tak bisa tegak, nggliyeng istilah jawanya.
Kemudian, aku periksa ke dokter poliklinik, dikasih vitamin dan penambah darah saja. Dokter merujukku ke rumah sakit untuk konsultasi dengan dokter kandungan. Aku takut menghadapi kenyataan jika mengetahui hasilnya. Jadi, surat pengantar ke rumah sakit hanya kusimpan.
Saat bekerja, pimpinanku bilang, "Kamu pucat sekali, perlu tambah darah dengan tranfusi. Tak cukup obat oral. Ayo saya antar ke rumah sakit."
Aku ceritakan kalau sebenarnya sudah dirujuk ke rumah sakit, tapi karena takut jadi kutunda. Aku minta obat yang bisa menghentikan perdarahan saja karena masih banyak keluar darah.
Selain obat, makanan yang dikonsumsi adalah bayam merah dan hati ayam, dengan harapan bisa menambah kadar darah. Setelah konsumsi obat yang diberikan dokter poli, bertahap perdarahan berhenti, namun hanya sementara.
Ketika perdarahan sudah reda, aku mulai berpikir. Ada apa ya tentang diriku? Mengapa bisa terjadi perdarahan begitu banyak? Pantas saja aku pucat, karena sering mengalami perdarahan. Jika masa itu tiba, mau bergerak sedikit saja sudah meluber, darah keluar dari pembalut bahkan menetes di lantai.
Rasa pusing mulai menyerang jika perdarahan hebat terjadi. Jadi tak bisa melakukan banyak aktivitas kecuali hanya rebahan. Berkali-kali hanya mengandalkan obat untuk menghentikan darah yang kemudian saya beli sendiri dengan copy resep.
Namun, jika hal tersebut saya biarkan, ada ketakutan juga dalam diriku. Hingga suatu ketika aku memberanikan diri ke RS untuk memeriksakan diri tanpa rujukan BPJS dari poliklinik. Aku mau cek dulu siapa dokter yang praktik. Jika dokter kandungan yang praktik adalah laki-laki, maka kutunda dulu. Ternyata benar, dokter kandungannya laki-laki. Lalu kuminta alamat tempat dokter perempuan yang kupilih. Aku akan datang ke tempat praktiknya saja.
Aku harus menyiapkan bekal uang yang cukup banyak kalau ke tempat dokter praktik. Pelayanan spesial ini akan memeriksa dan melayani konsultasi dengan maksimal. Teringat pengalaman sebelumnya ke poli kandungan RS, saat kontrol KB. Yang masuk lima pasien, ketika aku cerita keluhan, bisa didengar pasien lainnya. Padahal ini keluhan di bagian vital yang malu untuk diceritakan, kecuali khusus ke dokter untuk memberikan solusi kesembuhan.
Jadilah aku ke dokter kandungan perempuan yang praktik sore hari di RS swasta. Pasien sangat banyak, aku mendapat giliran nomor lima. Setelah anamnesis banyak hal, kemudian pemeriksaan fisik terutama perut bagian bawah. Sepertinya dokter menemukan sesuatu, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa USG perut atas dan bawah.
Setelah berbagai pemeriksaan dirasa sudah cukup mendukung, maka dokter menerangkan bahwa ada mioma dalam kandungan atau mioma uteri dengan ukuran cukup besar. Hal inilah yang menyebabkan perdarahan sering terjadi. Mendengar hasil yang di luar dugaan, membuat aku terkejut dan bingung.
Mengapa bisa terjadi seperti ini? Bayangan operasi berkelebat di depan mata. Teringat teman kerja yang juga operasi dengan keluhan hampir sama, apalagi ditambah dengan meningkatnya rasa sakit ketika haid. Jadilah aku yang saat itu berangkat sendirian ke RS, merenungi apa yang disampaikan dokter. Posisi suami sedang bekerja jadi belum sempat ku beritahu.
Aku mendengarkan pesan-pesan dokter dengan seksama, namun terkadang melamun membayangkan hal-hal tak bagus mengadang. Astaghfirullah, ampuni hamba, ya Allah. Bimbinglah hamba, apa yang akan hamba lakukan.
"Ibu, ini saya kasih resep obat untuk menghentikan perdarahan, vitamin, obat penambah darah, juga obat yang berisi hormon untuk mengatur siklus menstruasi agar kembali normal," pesan bu dokter cantik dan ramah yang berada di depanku.
"Apakah mioma uteri yang dimaksud berbahaya apa tidak, Dok?" tanyaku.
"Kalau perdarahan sering dan mengganggu, ya harus dioperasi. Banyak doa saja semoga segera membaik. Bulan depan kontrol ya, untuk mengevaluasi," pesan bu dokter.
"Baik, Dok." Jawabku dengan rasa galau menyelimuti hati.
Ingin segera pulang untuk bisa cerita pada suami. Menanggung beban sendirian terasa berat, dengan berbagi pada belahan hati berharap ada penghibur lara.
Seluruh proses pemeriksaan sampai hasil ku ceritakan pada suami. Seorang laki-laki sungguh beda dalam menyikapi sebuah persoalan. Jika seorang perempuan mengedepankan perasaan, maka bagi seorang laki-laki lebih mengedepankan akal atau pikiran.
"Sabar ya, Dik. Kalau pun kita marah, protes, memberontak, menangis meraung-raung, apakah sakitnya langsung hilang? Sakit itu ujian dari Allah. Kita terima saja dengan sabar dan ikhlas. Mau protes pada siapa? Menyalahkah siapa? Bukankah Allah Mahakuasa sehingga apa pun yang dikehendaki tak ada yang bisa melawan? Lagi pula, kita milik Allah. Suka-suka Allah, mau diapakan. Yang bisa kita lakukan hanyalah rela diatur Allah," kata suamiku.
Seperti biasa, setiap persoalan yang kami hadapi selalu menyandarkan pertolongan kepada Allah. Alhamdulillah, dari situ pikiranku mulai sedikit tenang. Namun tetap saja ada nada protes, seakan tak ikhlas menerima ujian Allah.
"Tapi, kenapa kita yang diuji ya, Mas? Bukan yang lain?" protesku.
"Lha, ya terserah Allah lah, Dik. Setiap hamba memiliki ujian masing-masing. Ada yang diuji sakit, kemiskinan, kurang iman, anak nakal, pasangan selingkuh,kehilangan pekerjaan, dan banyak lainnya. Ada lagi yang diuji dengan kesenangan, harta berlimpah, jabatan tinggi, namun kebanyakan malah tak kuat, tidak amanah. Ini lebih berbahaya. Semua itu adalah ujian. Justru ujian kebahagiaan yang banyak membuat orang terlena. Mau pilih ujian yang mana, Dik?" jelas suamiku.
Ya, ngobrol dengan suamiku selalu kalah. Namun, apa yang beliau sampaikan benar adanya. Beruntung, setiap aku akan melakukan kesalahan, selalu beliau ingatkan.
"Apa lagi yang masih menjadi ganjalan, Dik? Boleh berbagi sama Mas," tanya suamiku.
"Aku takut dioperasi, Mas. Kata dosenku, yang mengalami hal mirip denganku, daripada perdarahan terus lebih baik dioperasi saja," kataku sambil mengingat cerita teman dosen yang baru dioperasi mioma uteri juga.
"Lha, itu kisah temanmu. Mungkin beda kasus, beda penanganannya. Apa yang dikatakan dokter yang memeriksa Adik tadi?" tanya suamiku.
"Sama, Mas. Kalau masih perdarahan terus khawatir membahayakan. Jadi dokter juga menyarankan operasi," jelasku dengan nada cemas.
"Sabar ya, Dik. Adik tenang dulu. Ada Allah bersama kita. Allah yang memberikan ujian sakit maka Allah pula yang memiliki jawabannya. Bagaimana kalau kita buat hubungan dengan Allah semakin dekat? Semoga jadi wasilah kesembuhan," saran suamiku tercinta.
"Bagaimana caranya, Mas?" tanyaku penuh harap.
"Kita jalin kedekatan dengan Allah lewat salat tahajud, tobat, hajat, sebagai tambahan ibadah wajib. Dari situ kita ceritakan masalah yang kita hadapi. Lebih bagus lagi jika ditunjang dengan mengeluarkan infak terbaik. InsyaAllah akan diberikan petunjuk terbaik juga, Dik. Bagaimana? Kita berjuang sama-sama, ya?" saran suamiku tersayang.
"Ehm, iya, Mas. Temani aku berjuang menghadapi ujian sakit ini ya, Mas?" jawabku lirih membayangkan sesuatu yang menakutkan.
"Iya, Dik. Semangat! Allah bersama kita. Allah akan mengabulkan doa setiap hamba yang berdoa kepada-Nya. Maka dari itu, kita lakukan banyak doa, zikir, salat, dan infak, ya. Semoga jadi wasilah kesembuhan buat Adik," kata suami sambil memelukku.
"Baik, Mas."
"Oya, Dik. Mas mau transaksi dengan Allah," kata suami yang membuatku tersentak kaget.
"Transaksi apa maksudnya, Mas? Adik gak paham," ucapku.
"Transaksi kepada Allah, mohon kesembuhan buat Adik. Dengan wasilah infak terbaik. Selain amalan wajib dan sunah. Daripada uangnya untuk operasi, kenapa tidak diinfakkan pada saudara yang membutuhkan?" kata suamiku.
"Betul, Mas. Caranya bagaiman, Mas?" tanyaku penasaran.
"Begini, Dik. Mas ada tabungan 10 juta. Daripada digunakan operasi yang belum tentu cukup. Mas berniat menginfakkan ke Yayasan Hafiz Qur'an. Semoga keberkahan doa anak-anak calon penghuni surga itu dikabulkan Allah. Begitu, Dik."
Aku terpana. Tabungan yang dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk umrah hendak dikorbankan buat kesembuhanku? Ya kalau sembuh, kalau tidak, bagaimana? Rugi dong! Demikian logika dangkalku.
"Mas, apa tidak sayang, uang segitu banyak disumbangkan? Kalau tidak sembuh, apa mas tidak merasa rugi?" tanyaku.
"Dik, jangan bicara untung rugi. Ibadah kita niatkan ikhlas karena Allah semata. Mas berharap keberkahan sedekah, keberkahan doa anak-anak hafiz Al-Qur'an itu yang diijabah Allah. Jadi, masalah sembuh atau tidak itu hak prerogatif Allah, Dik. Allah yang menentukan, bukan sedekah kita. Ini semua sebagai bentuk ikhtiar terbaik yang bisa kita lakukan untuk memancing pertolongan Allah."
"Jika diberikan kesembuhan, Alhamdulillah. Jika tidak sembuh, insyaAllah sedekah yang kita lakukan berkah berbuah pahala dari Allah. Bismillah, kita ikhlas saja ya, Dik. Kalaupun uang kita setorkan ke RS untuk operasi juga tak ada jaminan sembuh. Karena kesembuhan tergantung izin Allah.Sepakat ya, Dik? tanya suamiku mohon persetujuan.
"MasyaAllah, Mas. Aku terharu. Semoga Allah meridai niat mulia Mas, ya?" jawabku sambil mengusap air mata yang terus berderai.
Dini hari ini, seperti biasa suamiku tercinta memercikkan air wudu ke mukaku. Meski aku belum bisa ikut shalat, karena masih haid, paling tidak ikut bangun mengaminkan doanya sambil zikir dan wirid mengagungkan asma Allah. Kemudian aku mengaminkan doa-doa tulus yang dipanjatkan suamiku kepada Allah Sang Penguasa alam.
MasyaAllah hatiku terasa lapang, lega, ikhlas menghadapi ujian Allah berupa sakit ini. Dukungan suami menjadikan beban ujian ini terasa lebih ringan karena dipikul bersama. Sengaja tidak memberitahu anak-anak yang kuliah di luar kota. Biarlah mereka fokus dengan sekolahnya. Yakin Allah akan selalu menjaga hamba yang sabar dan ikhlas menghadapi ujian.
Niat sedekah terbaik kepada Yayasan Hafiz Qur'an segera ditunaikan. Niat baik harus disegerakan sebelum setan menghalangi dengan berbagai rayuan.
Satu bulan berlalu, saatnya aku kontrol, perdarahan sudah berhenti. Kata teman-teman, wajahku mulai segar, tak pucat lagi.
Aku mulai bisa kerja dengan badan tegak. Biasanya hanya duduk karena pusing berat. Ikhtiar menjalin kedekatan dengan Allah tetap dijalankan. Hingga tiga bulan saatnya kontrol lagi untuk USG, dokter ingin tahu apakah mioma membesar atau mengecil dengan terapi pengobatan.
Segala cara kami upayakan untuk memancing pertolongan Allah. Kesembuhan bukan karena obat namun karena izin Allah. Ikhtiar medis maupun ruhiyah dijalankan dengan harapan Allah berkenan memberikan kesembuhan. Saat itu aku pasrah dengan hasil yang akan dibacakan dokter.
Setelah berupaya maksimal di wilayah sendiri dan melibatkan Allah. Selanjutnya, biarlah Allah yang memberikan keputusan terbaik. MasyaAllah, siapa yang menyangka jika mioma yang besar itu, yang rencanya akan dioperasi, atas izin Allah mioma itu mengecil, bahkan bisa dibilang kembali normal. MasyaAllah, Alhamdulillah, Allahu Akbar. Semua terjadi atas izin Allah semata.
Kali ini aku kontrol diantar suami Buat berjaga-jaga jika ada tindakan atau hasil tak sesuai harapan, ada suami yang menemaniku juga mengambil keputusan.
Dokter memberitahukan pada suamiku tercinta yang ikut gigih berjuang meraih pertolongan Allah.
"Alhamdulillah, Pak. Mioma di rahim ibu mengecil, tidak perlu operasi. Sungguh ini keajaiban lho, hanya dengan izin Allah semata sakit ini bisa sembuh. Bersyukur sekali. Saya ikut senang," kata dokter membuat kami lega.
Kekuatan doa, ibadah, ikhtiar ruhiyah ditunjang medis juga ditambah transaksi kepada Allah dengan sedekah terbaik, insyaAllah jadi jalan datangnya pertolongan Allah.
Allah yang memberi ujian sakit. Allah juga yang bisa menyembuhkan. Maka sikap terbaik adalah sabar dan ikhlas menerima ujian sakit. Kemudian ikhtiar maksimal dengan melibatkan Allah. Tiada yang sulit menurut Allah, dan semua menjadi indah jika kita transaksi dengan Allah. InsyaAllah.[]