Jerat-Jerat Riba

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya Iarangan dari Tuhannya, laIu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang Iarangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekaI di dalamnya." (QS Al Baqarah 275)


Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Penulis Buku dan Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Kita tak akan pernah terbenam dalam sengsara, sampai kita terjerat dalam riba. Begitulah kiranya ungkapan yang tepat atas kengerian terjerat transaksi ribawi. Ya, betapa banyak kusaksikan mereka yang hidupnya terjerat riba akan berakhir pada sengsara. Jika di dunia tampak baik-baik saja, pasti kesengsaraan itu akan menimpanya kelak di akhirat.

Suatu hari suamiku pernah bercerita soal rekannya yang harus menanggung sengsara akibat riba. Cerita bermula saat anak rekannya tersebut meminjam dana sebesar Rp2.500.000,- kepada rentenir untuk membeli smartphone. Bulan demi bulan berlalu, dan rekannya itu harus menelan pil pahit karena tagihan utangnya mencapai Rp60.000.000,-. Fantastis! Akhirnya ia kelimpungan mencari uang untuk melunasi utang riba. Gajinya yang hanya UMR, tentu tak mencukupi untuk membayar tagihan yang terus bertambah. Akhirnya pinjam ke sana-sini. Gali lobang tutup lobang.

Dan aku juga dibuat tercengang, saat di waktu yang lain mendengar seorang teman bercerita soal rumahnya yang disita pihak bank karena tak mampu membayar utang pada bank. Mereka sekeluarga diusir secara paksa oleh debt collector utusan bank tempatnya berutang. Akhirnya mereka luntang-lantung mencari kontrakan.

Begitulah jerat riba, membawa sengsara. Pantas saja jika Allah melarangnya dengan teramat tegas.

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya Iarangan dari Tuhannya, laIu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang Iarangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekaI di dalamnya." (QS Al Baqarah 275)

Di dalam hadis Rasulullah Saw juga tertuang soal terlaknatnya orang-orang yang terlibat dalam aktivitas riba.

  "Rasulullah ﷺ mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba dan kedua saksi transaksi riba. Mereka semuanya sama (berdosa)." (HR Muslim)

Sungguh aku bergidik membaca dalil-dalil terkait riba, namun di sisi yang lain begitu banyak kutemukan praktik ribawi di tengah-tengah masyarakat saat ini. Mirisnya, hal itu dianggap biasa, bahkan negara pun terlibat utang ribawi. Miris!

Aku jadi teringat saat dulu aku masih mengontrak rumah, banyak orang yang menyarankan agar aku mengambil KPR di bank. "Kalau nggak begitu, kapan punya rumahnya?"

"Daripada uangnya buat bayar kontrakan, mendingan buat bayar cicilan KPR."

Begitulah kira-kira yang orang-orang lontarkan kepadaku. Namun, aku tetap teguh pada pendirianku, bahwa sampai nyawa tercabut dari jasad pun aku takkan pernah mau mengambil riba. Biarlah bertahan di kontrakan sempit daripada harus mencicipi api neraka. Alhamdulillah, tanpa perlu terlibat dengan bank dan transaksi ribawi yang diharamkan Allah, di tahun ke-7 pernikahanku, aku tak perlu mengotrak lagi. Akhirnya aku punya tempat tinggal sendiri. Allah memang selalu punya skenario indah bagi hambanya yang bersabar dan senantiasa berpegang teguh pada aturan-Nya.

Maka, jangan coba-coba menjebloskan diri dalam riba, karena dosanya teramat besar di sisi Allah. Bersabarlah atas setiap keadaan, niscaya Allah akan bukakan jalannya.

Mungkin benar bahwa seorang muslim haruslah memiliki prinsip, "Biarlah miskin, asal Allah rida, daripada bergelimang harta tapi dosa membayangi setiap desah nafas."

Jika kita tengok kehidupan masyarakat di era kapitalisme hari ini, memang jamak kita saksikan kehidupan yang ditopang oleh riba. Betapa tidak, standar kebahagiaan adalah kelimpahan harta dan kemewahan perkakasnya, sehingga menjadikan banyak orang kalap mengambil riba. Akhirnya rumah mewah adalah hasil riba, mobil mewah juga riba, begitu juga barang-barang lainnya semua hasil riba. Pujian manusia mungkin didapatkan, tetapi laknat Allah sesungguhnya melambai-lambai. Hidup pun tak tenang karena dibayangi cicilan ini itu setiap bulannya.

Maka sungguh, ketika seorang muslim bersifat qona'ah, yakni menerima segala yang dipunya dengan penuh rasa syukur, niscaya hidup akan tenang dan bahagia. Impian punya rumah dan kendaraan memang manusiawi, namun janganlah keinginan tersebut dipaksakan sehingga harus terjerembab dalam dosa. Teruslah berikhtiar dengan jalan yang benar dan langitkan doa-doa. Yakinlah bahwa Allah punya cara untuk menjawab doa-doa kita, bahkan dengan cara yang mungkin tak pernah kita duga. Wallahu'alam.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Indahnya Berjamaah
Next
Ketika Generasi Kehilangan Jati Diri
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram