"Penyesalan memang selalu datang belakangan. Andai saja selama ini aku sering mengajak bapak bercerita, mungkin rasa sesal itu tak begitu besar kurasakan."
Oleh: Suryani Izzabitah
(Akademisi dan Pemerhati Generasi)
NarasiPost.Com-Seorang lelaki paruh baya menyingkap kain gorden bermotif bunga yang menjulur hingga hampir menyentuh lantai sebagai pengganti daun pintu. Hampir setiap malam, rutinitas tersebut dilakukan untuk memastikan putrinya sudah aman di dalam kamarnya masing-masing. Tak ada suara, tersebab lelaki itu memanglah sangat pendiam, bahkan ke anak-anaknya.
Hari itu, putri keduaku genap berusia dua tahun. Ketika telepon berdering di aplikasi berwarna hijau, aku langsung mengangkatnya.
“Assalamu’alaikum, Nak.” Suara dari seberang telepon terdengar berat.
“Wa’alaikumussalam, kenapa, Mom?”
Perasaanku mulai tak enak. Tidak biasanya mama menelpon dengan suara seperti ini. Mama adalah tipe periang dan agak cerewet.
Mama lalu mengabarkan kalau bapak sedang dirawat di rumah sakit akibat terjatuh di tanah pekuburan ponakannya, yang meninggal dengan tragis akibat dikeroyok di dalam sel tahanan.
Saat itu, aku langsung berpikir untuk pulang kampung. Baru kali ini bapak masuk Rumah Sakit, artinya kondisinya sangat mengkhawatirkan. Mama pun bercerita kronologis kejadian sampai bapak terjatuh. Kesedihan yang amat sangat ditinggal ponakan, membuat bapak terserang penyakit stroke secara tiba-tiba.
Aku sangat panik, sebab suami kala itu masih di Jepang, sehingga tidak ada yang membantu prepare dan membantu dalam perjalanan yang cukup lama (sekitar delapan jam perjalanan darat dengan bis).
Mama menyarankanku untuk tidak pulang saja, mengingat agak repot dengan anak bayi, apalagi jika berangkatnya malam hari. Katanya, bapak sudah agak baikan. Namun, sepanjang malam aku gelisah memikirkan kondisi bapak. Akhirnya kuputuskan untuk berangkat keesokan harinya setelah meminta saran suami. Aku berencana menggunakan bis pagi yang berangkat sekitar pukul 08.00 WITA ditemani tante.
Alhamdulillah, dengan menggunakan bis, kami pun berangkat bersama kedua putriku. Bersamaan dengan itu, adik laki-laki di provinsi berbeda juga berangkat.
Sepanjang perjalanan, aku terus menghubungi mama dan kakak perempuan yang kebetulan menjaga bapak untuk meng-update kondisi beliau. Jika perjalanan lancar, insyaallah aku bisa tiba di rumah selepas Asar. Pun, dengan adik lelaki yang menempuh perjalanan laut. Aku mencoba bersikap tenang, agar anakku juga nyaman dan bisa tertidur selama dalam perjalanan. Tak putus kulantunkan doa terbaik agar bapak segera sehat.
Perjalanan terasa begitu lama, sampai akhirnya adikku menelpon dan memberitahu bahwa dirinya sudah tiba di rumah mama dan segera menuju ke rumah sakit setelah bersih-bersih diri dan salat.
"Alhamdulillah, sudah ada anak lelaki bapak yang mengurusnya," pikirku.
Adikku ini termasuk yang dekat dengan bapak. Kadang ia memijat bapak ketika lelah seharian bekerja sebagai penjahit pakaian.
Ya … bapak seorang penjahit. Selain itu, bapak berkebun untuk membantu ekonomi keluarga dengan lima orang anak. Ibu membantu mencari rezeki dengan berjualan pakaian di kampung sebelah.
Bapak adalah sosok sederhana yang sangat antipati dengan peminjaman via bank. Berulang kali orang-orang mengajak untuk mengambil kredit di bank konvensial (saat itu belum ada bank syariah) untuk mengambil modal agar usahanya bisa lebih berkembang. Namun, bapak selalu menolak dengan alasan simpel, takut riba. Sikap ini yang membuatku bangga kepada bapak dan sangat bersyukur diberi rezeki dari harta yang jauh dari riba.
Bis kami hampir tiba, ketika aku ditelepon adik dan memberitahu bahwa bapak sudah pergi. Sekujur tubuhku lunglai, tak sanggup menahan airmata yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata.
Aku tak peduli pandangan orang-orang dalam bis, ketika suaraku agak meninggi karena kaget dan seolah tak percaya apa yang telah kudengar barusan. Telepon bersahut-sahutan berdering dari keluarga besar, memberi support dan doa terbaik kepada bapak yang telah pergi meninggalkan dunia fana ini.
Bapak, rasanya belum sempat membalas kebaikanmu. Komunikasi yang sangat jarang terjadi, membuatku sadar bahwa selama ini bapak sebenarnya butuh teman untuk bercerita.
Setelah kepergian bapak, aku baru tahu ketika kakak menceritakan bagaimana terpukulnya bapak ketika ponakannya itu meninggal, karena kedekatan mereka. Ah … penyesalan memang selalu datang belakangan. Andai saja selama ini aku sering mengajak bapak bercerita, mungkin rasa sesal itu tak begitu besar kurasakan.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai terbiasa dengan ketidakhadiran bapak di rumah ketika pulang kampung. Namun, saat berada di negeri Sakura selama beberapa saat, aku dan keluargaku sering merasakan kerinduan yang amat sangat. Ketika sedang bersepeda dan tetiba menjumpai laki-laki Jepang usia lima puluhan, air mataku pasti jatuh dan rasa rindu itu begitu menyesakkan. Hingga saat ini, perasaan rindu selalu hadir tiba-tiba.
Ya Rabb … aku bersaksi bahwa bapak adalah seorang ayah yang baik, rajin salat di masjid dan suka menolong. Bapak mendukung semua aktivitasku, termasuk bergabung dalam barisan dakwah dalam penegakan syariah Islam kaffah. Terpenting adalah teguh memegang prinsip untuk menafkahi kami dengan harta yang halal lagi baik, hingga kami berlima bisa menyelesaikan pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Semoga kelak, di kehidupan abadi kita dipertemukan kembali di jannah-Nya, aamiin yaa mujibassailin.
Oleh karena itu, jika kedua orangtua kita masih hidup, maksimalkan berbuat baik kepada keduanya. Sering-seringlah mengajaknya bercerita tentang berbagai hal, agar mereka merasa diperhatikan, terlebih jika usia mereka sudah senja. Jangan sampai ada sikap atau perkataan kita yang membuatnya terluka. Ini adalah nasihat buat diri pribadi. Semoga bisa diambil ibrahnya.
Wallahua’lam bish Shawab.[]
Photo : Pinterest
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]