"Ibu mana yang tidak luluh dan tersentuh saat anak kesayangan bercita-cita membawa ke Surganya Allah? Aku tersungkur, bersujud kepada Allah atas nikmat luar biasa karena dianugerahkan putri yang salehah. Cinta dan kasih sayangnya berdimensi akhirat."
Oleh: Aliya Noviyanti
NarasiPost.Com-Bismillah. Tulisan ini didedikasikan untuk teman pesantren putra sulung saya. Dia wafat Jumat malam tanggal 11 Juni 2021 di kediamannya. Dia adalah penghafal Al-Qur'an yang mengidap Cerebral Palsy. Semoga Allah Swt. memberikan tempat mulia di sisi-Nya dan ibunya diberikan ketabahan. Mohon doa dari readers semua. Terima kasih.
POV Ibu
Hari ini, pertama kalinya aku berpisah dengan Sarah. Sekuat tenaga kutahan airmata agar tidak bercucuran di hadapannya. Namun, sungguh aku tak sanggup. Sarah belahan jiwaku, semoga Allah senantiasa melindungimu. Hanya doa yang mampu kupanjatkan untukmu.
Awalnya aku tak rela melepasnya pergi ke pesantren. Dengan kondisi fisiknya yang istimewa, membuatku khawatir dia tidak bisa mengurus diri di sana. Akan tetapi, melihat kesungguhan di matanya, membuatku mengalah. Dia begitu keras, berupaya melatih kakinya agar bisa berjalan meski terseok.
Jangan tanya, berapa puluh kali Sarah tersungkur, jatuh dan terjerembab saat latihan. Tubuhnya banyak cedera karena otot kakinya yang lemah, tidak dapat menumpu tubuhnya.
Apakah dia menyerah? Tidak. Sama sekali tidak ada rasa lelah atau menyerah dalam diri Sarah. Begitu kuat tekadnya masuk pesantren. Saat kutanya alasan utamanya masuk pesantren, "Ingin membawa Ibu dan Bapak masuk Surga," jawabnya.
Ibu mana yang tidak luluh dan tersentuh saat anak kesayangan bercita-cita membawa ke Surganya Allah? Aku tersungkur, bersujud kepada Allah atas nikmat luar biasa karena dianugerahkan putri yang salehah. Cinta dan kasih sayangnya berdimensi akhirat.
Meski banyak orang menghujat kecacatan anakku, tak terbetik sedikit pun rasa kecewa dalam diri. Karena aku tahu, anakku adalah bidadari surga yang Allah kirim untuk kami. Kan kujaga dia sampai ruh ini meninggalkan jasad.
"Bu, kenapa sih, gelisah seperti itu? Bolak-balik ke sana kemari kaya setrikaan," tanya suamiku heran.
"Yah, perasaan Ibu dari tadi pagi kok, tidak enak, ya, ingat terus sama Sarah. Apakah Sarah baik-baik saja, ya, di sana? Ibu khawatir terjadi sesuatu pada Sarah," ujarku cemas.
"Aah, mungkin itu perasaan Ibu saja. Kan, baru dua hari yang lalu kita menengok Sarah di pesantren. Dan dia baik-baik saja. Bahkan, Ayah lihat Sarah sangat sumringah, wajahnya berbinar menunjukkan kebahagiaan," jelas suami sambil membayangkan wajah Sarah.
"Tapi kok, perasaan Ibu tidak enak gitu, Yah? Ah … Ibu mau nelpon Ustazah Siti saja, mau memastikan kalau Sarah baik-baik di sana," ujarku sambil melangkah mengambil gawai di atas nakas.
Saat mencari nomer kontak Ustazah Siti, gawai tiba-tiba berdering.
"Telpon dari pesantren, Yah," ucapku lirih. Hatiku dipenuhi kecemasan yang luar biasa.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh. Betul ini dengan Ibu Heni, Ibunda Sarah Armelia?" tanya suara di seberang.
" Iya, betul. Ada apa dengan Sarah, Ustaz?' Aku bertanya dengan suara bergetar.
"Ibu dan Bapak … sebelumnya, kami mohon Ibu dan Bapak kuatkan hati menerima berita ini. Saat ini, Sarah masuk rumah sakit. Qadarullah, tadi Sarah jatuh terpeleset dan kepalanya terbentur lantai. Kami langsung membawanya ke UGD. Sekarang kami menuggu kedatangan Ibu dan Bapak di rumah sakit"
"Innalilahi," pekikku.
Tubuhku terkulai lemas, lalu tersungkur. Gawai terlepas dari genggaman. Air mata tak mampu kubendung. Suami dengan sigap meraih bahu dan memelukku. Aku menangis hebat dipelukannya.
"Ibu … Ibu … sabar, Bu. Semua itu kehendak Allah. Kita hanya bisa berdoa dan berusaha, " jelas Suami menenangkan.
"Ayo, kita segera ke rumah sakit menemui Sarah," ajak suami sambil memapahku.
Tiba di UGD, aku berlari menemui petugas rumah sakit, menanyakan keberadaan Sarah.
"Ibu, pasien atas nama Sarah Armelia saat ini sedang ditangani dokter. Ibu silakan tunggu di ruang depan," jelas petugas sambil mempersilakanku dan suami ke ruang tunggu.
Di ruang tunggu, sudah berkumpul beberapa ustaz dan ustazah dari pesantren Sarah.
"Ustaz, bagaimana keadaan Sarah saat dibawa ke UGD?" tanya kami cemas.
"Tadi Sarah terpeleset di depan kamar mandi. Kepalanya terbentur lantai dan mengeluarkan banyak darah," jelas ustaz.
"Itu, dokternya datang," tunjuk ustaz
"Dokter, bagaimana keadaan Sarah?" tanya suami cemas
"Bapak dan Ibu, kami sudah berusaha semampu kami. Allah berkehendak lain. Allah lebih mencintai Sarah. Kami mohon maaf," jelas dokter lirih.
Seketika itu juga, tubuhku terkulai lemah, lalu pingsan.
Aku masih belum beranjak dari makam Sarah. Kuelus papan nisan yang bertuliskan nama Sarah Armelia binti Arman Maulana. Wafat 11 Juni 2021.
Suami memegang bahu dan mengajakku segera pulang.
"Ibu, sampai kapan Ibu mau di sini? Sarah sudah tenang di alam sana. Insyaallah Husnul khatimah. Sarah anak salehah, meninggal dalam keadaan sedang menuntut ilmu dan menghafal Al-Qur'an," jelas suami menenangkanku.
"Ibu harus ikhlas, biar Sarah juga tenang di sana. Kita berdoa saja, semoga Allah mengumpulkan kita di surga-Nya kelak.
Ini ada buku diary Sarah yang diberikan Ustazah Siti dari pesantren. Kita baca di rumah. Yuk, kita pulang." Suami menunjukkan buku diary Sarah padaku.
"Baiklah, Ayah," jawabku lesu.
POV Sarah
"Ya Allah, terima kasih sudah menganugerahkan ibu yang luar biasa. Jangan-jangan… ibu bukan manusia, ya, Allah? Engkau mengirimkan bidadari Surga dalam sosok Ibu. Ibu baiknya kebangetan. Sabarnya juga kebangetan. Aku sayang ibu dan ayah."
'Ya, Allah. Aku menghafal Al-Qur'an sampai terkantuk-kantuk begini. Sebenarnya, sih, aku lelah, ya Allah. Tapi tidak apa-apa aku kelelahan, asalkan bisa menghafal Al-Qur'an. Aku ingin hafalanku ini bisa membuatku masuk surga dan membawa ayah ibu bersama-sama masuk surga. Aku sayang ayah ibu … muaachh!'
"Ya Allah, hari ini kangen banget sama ibu. Rasanya pengen pulang dan meluk ibu. Tapi, aku harus tahan rasa rinduku, agar proses menghafal Al-Qur'anku tidak terjeda. Kalau pulang, nanti menghafalnya terjeda dong. Jaga ayah ibuku di sana, ya, Allah"
…..
POV Ibu
Kututup buku diary milik Sarah. Sepenggal tulisan di buku itu membuatku dan suami menangis terguguk.
"Ya, Allah. Hamba rida dengan keputusan-Mu. Kumpulkan kami di surga-Mu, ya, Allah," doaku dan suami lirih.
Tamat[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]