"Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?' Rasul pun menjawab: 'Ibumu'. 'Lalu siapa lagi?', 'Ibumu'. 'Siapa lagi?', 'Ibumu'. 'Siapa lagi?', 'Ayahmu'." (HR Bukhari dan Muslim).
Oleh. Dian Afianti Ilyas
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ibu adalah seorang pembohong sejati. Entah berapa banyak kebohongan yang menguar dari lisannya. Suatu ketika waktu makan malam tiba, ibu akan mendahulukan anak-anaknya untuk menyantap, sembari berujar bahwa ia belum lapar. Padahal aku tahu, ia pun belum makan sedari siang. Terkadang, jika menu yang tersaji adalah lauk yang menggugah selera anak-anaknya, bisa kupastikan ia tak akan menyentuhnya, sembari berkata bahwa ia tidak menyukainya.
Ibu adalah seorang pembohong ulung. Suatu ketika adik mengalami demam tinggi, bapak menawarkan untuk gantian berjaga, namun ditolaknya dengan kelembutan sembari berkata bahwa ia belum mengantuk dan masih kuat. Padahal aku tahu, seharian ini kepalanya belum pernah ia rebahkan.
Begitulah ibuku, seorang pembohong ulung. Di balik anak-anak yang tumbuh menjadi manusia mandiri, ada seorang ibu yang rela berbohong demi memastikan anak-anaknya tidur dalam kondisi kenyang, ada seorang ibu yang rela berpeluh demi menjaga anaknya yang sedang tidak sehat. Entah terbuat dari apa hati ibu. Begitu telaten mengurusi suami dan anak-anaknya yang kadang kala menguji kesabaran.
Hidup dari gaji seorang bapak yang berprofesi sebagai pegawai negeri sering kali membuat kami harus makan seadanya di akhir bulan. Bukan, bukan karena gaji bapak kecil sehingga tidak mampu mencukupi keperluan istri dan empat orang anaknya, melainkan karena saat itu bapak sedang mengejar gelar magisternya. Bukan biaya yang sedikit, tapi demi kehidupan yang lebih menjanjikan di masa depan, ibu dengan setia mendukung keputusan bapak.
"Ibu rida jika Bapak kembali melanjutkan kuliah. InsyaAllah ada jalan. Bapak tak perlu khawatir kita akan makan apa besok. Rezeki Ibu dan anak-anak sudah dijamin oleh Allah, Pak. Bismillah," ujar ibu meyakinkan bapak kala itu.
Benarlah apa yang dikatakan sebuah kalimat bijak, "Di balik pria yang sukses, ada seorang wanita hebat." Bukan hal yang mudah bagi seorang istri untuk bisa kanaah atas keputusan suami, apalagi terkait nafkah yang harus terbagi.
Ibuku hanyalah seorang lulusan SMP. Ditinggal mati oleh kakek sedari kecil membuatnya tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Apalagi SMA belum ada di desa ibu pada saat itu, hanya ada di pulau seberang. Harapan pun kian pupus. Sempat mendapatkan tawaran dari suami tante-ipar ibu-untuk beliau bantu membiayai sekolahnya, namun ibuku menolak karena merasa tak enak.
Meskipun ibuku hanyalah seorang wanita tanpa gelar pendidikan, namun dari beliaulah diriku banyak belajar arti kehidupan. Belajar tentang arti kesabaran dalam menghadapi badai kehidupan, belajar menjadi seorang istri yang kanaah, juga belajar mencurahkan seluruh kasih dan sayang kepada buah hati tercinta.
Suatu ketika, ibu harus menjual cincin emasnya agar keberlangsungan dapur terus mengepul. Hatiku seperti diiris sembilu. Di sisi lain, aku tak bisa berbuat banyak karena pada saat itu diriku masih kelas 1 SMP.
Ibu yang melihat mataku menyorotkan kesedihan lalu berkata, "Nak, memang demikian kehidupan, ibarat roda yang sedang berputar. Ada masanya kita berada di atas, juga ada masanya kita berada di bawah. Hari ini memang kita berada di bawah, tapi ada Allah yang akan menguatkan kita melewati ini semua. Bersabarlah!"
Muara kasih dan sayangnya begitu deras mengucur, menyirami hati anak-anaknya untuk terus dipupuk. Aku yang mendengar petuahnya pun tak kuasa membendung air mata di pelupuk. Oh, ibu! Hatimu begitu teduh, padahal gelombang pasang kehidupan sedang menyerbu.
Semua ini membuatku semakin mengerti, betapa ibu memiliki kedudukan yang tinggi. Aku teringat dengan sebuah hadis, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: "Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?' Rasul pun menjawab: 'Ibumu'. 'Lalu siapa lagi?', 'Ibumu'. 'Siapa lagi?', 'Ibumu'. 'Siapa lagi?', 'Ayahmu'." (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitab Fath al-Bari bahwa disebutnya nama ibu sebanyak tiga kali karena ibu melewati tiga kesulitan dalam hidupnya, yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui.
Dari mengingat hadis di atas, muncul sebuah rasa untuk senantiasa membahagiakan ibu, diriku terpacu untuk selalu memberikan yang terbaik untuk ibuku, menyayanginya seperti ia menyayangiku, walaupun kutahu dengan jelas diriku tak akan mampu menyaingi ketulusan ibu.
Demikianlah bukti cinta tanpa syarat seorang ibu. Pengorbanannya tanpa balas jasa, kasih sayangnya seluas samudra, dan pelukannya sehangat senja. Kebersamaan dengannya adalah hal yang paling dirindukan. Salam takzim kepada seluruh wanita berhati malaikat bernama ibu. Semoga bakti kita pada ibu tak pernah lekang oleh waktu.[]
Photo : Youaremom