Lillah, Fillah, Billah

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (TQS Muhammad[47]: 7).

Oleh. Dian Afianti Ilyas
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bukan hal yang mudah bagi orang tua melepaskan anak perempuannya merantau ke kota besar. Demi mendukung ananda dalam menggapai cita-cita yang didamba, sering kali orang tua harus menguatkan diri dengan mengubur rasa khawatir yang membelenggunya. Petuah dan doa senantiasa "dilangitkan" agar menjadi bekal untuk mengiringi setiap langkah ananda tercinta.

Kisahku di tanah rantau dimulai tatkala aku menempuh pendidikan S-1 pada tahun 2013. Atas persetujuan orang tua, aku tinggal di kos-kosan yang jaraknya tak jauh dari kampus. Sebenarnya tanteku( sepupu bapak) yang menetap di kota tersebut menawarkan aku untuk tinggal bersamanya. Namun, saat itu aku masih belum mendapatkan izin untuk berkendara di tanah rantau, juga mempertimbangkan jarak rumah tante ke kampus yang terbilang jauh dan banyak melalui titik-titik kemacetan, aku dan kedua orang tuaku akhirnya mengambil pilihan untuk mengekos.

Hari-hariku sebagai mahasiswa baru pun dimulai. Aku mulai mengenal teman-teman sekelasku satu per satu yang jumlahnya 45 orang. Di kelas kami hanya ada empat orang mahasiswi, selebihnya mahasiswa. Tak heran sih, itu karena jurusan yang kupilih merupakan jurusan yang paling banyak diminati laki-laki, yaitu teknik pertambangan.

Mawar, Melati, dan Lili (nama samaran) adalah teman-teman yang akrab denganku. Kami sering menghabiskan waktu bersama untuk mengerjakan tugas dari dosen atau laporan praktikum. Intens bertemu membuat kami menjadi akrab satu sama lain.

Sebagai mahasiswa baru, kami diwajibkan untuk mengambil salah satu mata kuliah olahraga, yaitu karate. Akhir pekan adalah jadwal dilangsungkannya latihan karate tersebut di lapangan kampus. Hal yang menurutku agak aneh, tebersit dalam benak mengapa bukan olahraga yang lain. Namun, apalah aku yang berstatus mahasiswa baru, hanya bisa manut apa kata penasihat akademik. Hitung-hitung bisa punya skill membela diri jika berhadapan dengan penjahat nantinya.

Setelah sebulan menjalani dunia perkuliahan, suatu hari kakak-kakak senior yang memperkenalkan diri dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK) memasuki kelas kami. Mereka datang untuk menyosialisasikan terkait agenda menyambut mahasiswa baru bernama MELTRA (Muslim Elementary Training) yang akan dilaksanakan dua pekan lagi.

Aku tertarik untuk mengikutinya, bahkan memberikan nomor telponku kepada salah satu kakak senior LDK tersebut untuk diberikan kepada pengurus akhwatnya. Tak menunggu lama, esok harinya, salah seorang pengurus akhwat LDK menghubungiku. Ia bernama Khairunnisa, aku memanggilnya Kak Nisa. Pertemuanku dengannya menjadi titik awal bagi pertemuan kami berikutnya. Kak Nisa tak henti-hentinya mengingatkanku untuk hadir pada saat MELTRA.

Dua pekan pun berlalu, tiba waktunya untuk menghadiri MELTRA. Aku sudah janjian dengan ketiga sahabat baruku untuk menghadiri acara tersebut yang bertempat di musala FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Pesertanya sekitar 80 orang dari berbagai fakultas di kampusku.

Ada hal yang menurutku unik dari acara ini, peserta perempuan dan laki-laki diadakan di tempat terpisah. Bagiku, ini adalah hal yang langka ditemukan. Berdasarkan penuturan panitia akhwat, mereka mengadakan acara secara terpisah karena ingin menjaga interaksi antara peserta laki-laki dan perempuan. Kalaupun mereka mengadakan kegiatan pada satu tempat yang sama, mereka akan menyiasatinya dengan memasang kain sebagai pemisah antara tempat duduk ikhwan dengan tempat duduk akhwat.

Tak hanya itu, materi-materi yang dibawakan oleh tiga narasumber dalam acara tersebut sungguh membuatku takjub. Jujur saja, pengetahuanku terkait Islam masih begitu awam. Di usiaku yang sudah menginjak delapan belas tahun, baru kali itu aku diajak untuk merenungi alasan mengapa aku berislam. Mencoba untuk menjawab dari mana asal muasal alam semesta, apa tujuan kehidupan inj, lalu akan ke manakah setelah kehidupan ini berakhir. Hal yang tidak pernah kupertanyakan kepada diri sendiri. Selama ini, aku melaksanakan salat, puasa, dan syariat lainnya hanya karena mendapatkan dikte sedari kecil tanpa disertai alasan hakiki mengapa aku harus mengerjakan itu semua.

Usai acara tersebut ditutup, panitia langsung membagi kami menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan dimentori satu orang dari pengurus akhwat LDK. Pembagian kelompok tersebut adalah tahap selanjutnya bagi peserta yang berkomitmen ingin mengikuti kajian intensif. Betapa bahagianya aku ketika tahu bahwa Kak Nisa yang dipercayakan untuk menjadi mentor kelompokku. Sayangnya, aku harus terpisah dari Mawar, Melati dan Lili, mereka berada di kelompok lain. Setelah berdiskusi, kami memutuskan setiap hari Ahad bakda asar sebagai jadwal kelompok kami untuk kajian intensif.

Pertemuan pertama kajian intensif tersebut tak ada satu pun yang absen. Namun, saat pertemuan keempat teman-teman kelompokku mulai berguguran dengan beragam alasan hingga akhirnya hanya aku sendiri yg bertahan. Aku dan Kak Nisa kian akrab seperti adik kakak. Ketulusannya dalam membimbingku mengenal Islam sungguh melembutkan hatiku yang dulu keras seperti batu. Ada rasa sayang kutemukan dalam setiap nasihat-nasihat yang mengalun dari mulutnya.

Hingga tibalah pada materi terkait pakaian muslimah yang sesuai standar syariat Islam. Kak nisa menjelaskan terkait pembagian kehidupan umum dan khusus bagi muslimah.

"Dalam Islam terdapat dua pembagian wilayah kehidupan bagi seorang muslimah, yaitu hayatul 'amm (kehidupan umum) seperti pasar, sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat umum lain yang siapa saja boleh untuk memasukinya tanpa harus izin, sedangkan hayatul khas (kehidupan khusus) seperti dalam rumah, kamar kontrakan dan tempat-tempat yang jika hendak memasukinya harus mendapatkan izin pemiliknya."

"Seorang muslimah tidak diperkenankan keluar menuju kehidupan umum kecuali menggunakan pakaian syar'i yang di dalamnya memenuhi tiga kriteria, yaitu menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung, dan tidak bertabarruj. Banyak muslimah yang mengaku sudah menutup aurat ketika keluar dari kehidupan khususnya. Namun, menutup aurat saja tidak cukup. Harus tetap memperhatikan dua syarat lainnya, yaitu mengenakan jilbab dan kerudung, serta tak boleh bertabarruj."

"Jilbab dan kerudung sering kali dianggap sama. Padahal Allah menjelaskan dalam surah Al-Ahzab ayat 59 bahwa jilbab adalah sejenis baju kurung yang menutupi pakaian rumah (al-mihnah) dan diulurkan untuk menutupi kedua kaki. Hari ini dikenal dengan sebutan gamis. Sedangkan makna kerudung Allah jelaskan dalam surah An-Nur ayat 31 bahwa kerudung adalah kain yang menutupi rambut, leher, hingga dada. Dalam berpenampilan, tidak boleh tabarruj, artinya tidak boleh mengenakan sesuatu yang menarik pandangan/perhatian."

Penjelasan panjang Kak Nisa seketika membuatku terpaku. Selama ini aku salah, merasa diri sudah menjalankan syariat Allah untuk menutup aurat, namun ternyata masih belum memenuhi syarat. Aku malu, mengaku diri sebagai muslimah namun tidak mengenal Islam secara mendalam, bahkan untuk membedakan mana jilbab dan mana kerudung pun aku gagal.

Aku semakin kalut sebab tiga hari ke depan adalah jadwal ujian karate yang mengharuskanku menggunakan dogi, pakaian khusus untuk latihan karate yang terdiri dari baju, celana, dan sabuk. Di sisi lain, aku telah paham akan kewajibanku untuk menggunakan jilbab dan kerudung ketika berada di kehidupan umum. Batinku berkecamuk saat itu, memilih antara bersegera menjalankan syariat Allah ataukah menunggu hingga jadwal ujian karate usai. Namun, tak ada yang menjamin hidupku akan sampai hingga tiga hari ke depan. Aku tak ingin meninggal dalam kondisi tidak taat kepada Sang Pencipta.

Sepulang dari kajian intensif, aku menaiki angkot menuju toko busana muslimah. Aku sudah berazam untuk menyambut hidayah yang telah datang. Aku tak ingin lagi menundanya. Sejak hari itu, aku mulai menggunakan jilbab dan kerudung ketika keluar menuju kehidupan umum. Aku hanya mempunyai dua buah jilbab sebab uang sakuku hanya cukup membeli sebanyak itu. Tak mengapa, pelan-pelan aku akan menabung untuk menambah koleksi jilbab.

Hari ujian karate pun tiba. Ada sedikit ketakutan yang menyergapku kala itu. Namun, aku berusaha untuk menenangkan diri dengan mengingat pesan Kak Nisa untuk mengingat firman Allah dalam surah Muhammad ayat 7, "Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."

Aku mendatangi penanggung jawab ujian karate, berniat untuk meminta izin agar tetap dibolehkan mengikuti ujian dengan menggunakan jilbab. Namun, permintaanku ditolak. Ada semburat amarah dari ekspresinya, sembari berkata bahwa tak ada sejarahnya ujian kenaikan sabuk menggunakan gamis. Aku pun kembali ke barisan kelasku dengan mata berkaca-kaca. Saat itu, aku sudah memasrahkan kepada Allah atas segala kemungkinan yang terjadi, bahkan jika harus dinyatakan tidak lulus hingga memengaruhi nilai IPK-ku.

Satu per satu peserta ujian dipanggil. Tak lama lagi giliran kelasku. Teman-temanku mulai membujukku agar mau mengalah. "Ujiannya hanya sebentar, tak cukup 15 menit, setelah ujiannya selesai kau bisa kembali menggunakan jilbab," ujar Lili yang berusaha merayuku.

Aku bergeming. Berusaha menepis semua hasutan teman-temanku. Aku kembali mendatangi penanggung jawab ujian karate untuk kedua kalinya. Kali ini justru aku dibentaknya, bahkan ia tak ingin melihat wajahku. Mahasiswa lain pun mulai penasaran melihatku yang sudah dua kali membuat penanggung jawab ujian karate marah.

Entah ilham dari mana yang menghampiriku, aku memberanikan diri untuk menemui dekan yang tiba-tiba datang berkunjung untuk memantau jalannya ujian. Pak dekan yang sedang berada di ruangannya mempersilahkan aku masuk dan menanyakan ihwal keperluanku. Aku mulai menjelaskan terkait kendala yang kuhadapi untuk mengikuti ujian karate dengan suara yang terdengar sedikit gemetar. Pak dekan menanggapinya dengan bijak, ia berkata bahwa aku harus mempertahankan apa yang telah kuyakini, apalagi ini terkait ketaatan kepada Sang Pencipta. Beliau kemudian menghubungi penanggung jawab ujian karate agar memperbolehkan aku mengikuti ujian.

Netraku tak mampu menahan laju air mata yang mengucur. Rasa haru karena diberikan kesempatan untuk tetap istikamah menjalankan syariat berjilbab olehnya membuatku hingga detik ini tidak bisa melupakan wajah teduhnya. Semoga beliau dan keluarga selalu dalam perlindungan Allah Swt..

Hari itu aku menjadi pusat perhatian peserta ujian karate. Tidak sedikit yang menyoraki untuk memberi semangat padaku. Akulah satu-satunya peserta ujian yang mempraktikkan gerakan karate menggunakan jilbab. Walau terlihat aneh, tak sedikit pun menyurutkan semangatku untuk membuktikan kepada semua orang bahwa pakaian seorang muslimah tidak menghalanginya untuk mengejar cita-cita. Aku ingin orang lain pun sadar bahwa menggenggam keistikamahan bukanlah perkara mudah. Namun, bukan berarti tidak bisa. Selama kita yakin bahwa Allah akan menolong. Selama kita senantiasa menggantungkan harap pada-Nya dan mengharap rida-Nya.

Semailah keikhlasan dalam setiap beramal, sebab dengan lillah maka Allah akan menerima amalan yang kita perbuat. Beramalah sesuai dengan tuntunan syariat, sebab dengan fillah maka Allah akan rida kepada hamba-Nya. Berdoa dan bersabarlah dalam beramal, sebab dengan billah maka Allah akan menguatkan kita menghadapi berbagai cobaan yang menerpa. InsyaAllah, akan hadir bala bantuan lewat orang-orang yang tak terduga. Ingatlah, semua ini bukan karena kita hebat, tapi karena ada Allah yang menguatkan kita untuk tetap istikamah.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dian Afianti Ilyas Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Muslimah, Beranilah!
Next
Pasuruan, Daerah Industri Kaya Sumber Daya Alam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dia Dwi Arista
Dia Dwi Arista
2 years ago

wah, sama nih story nya, kalau aku duku kerudung. Waktu foto kelulusan SMK, akhirnya aku lari kesana-kemari... Alhamdulillah, ada wakasek yang memperbolehkan dengan syarat menulis surat pernyataan. Dan yah... aq dan temanku satu2nya siswi yang memakai kerudung ketika foto, dengan konsekuensi tidak diterima bekerja di pabrik. wkwkwkkw. maklum smk tujuannya paling besar ya pabrik

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram