"Satu hal yang saya sadari dari proses panjang ini ialah ketakutan-ketakutan yang muncul itu bersumber dari kekurangsadaran kita akan kewajiban. Ketika kesadaran dibarengi dengan keyakinan yang kuat, dan disertai dengan ikhtiar maka pertolongan Allah itu sangat dekat."
Oleh : Ira Rahmatia
(Penulis Buku Poros Surga)
NarasiPost.Com-Aku adalah seorang muslimah yang baru saja hijrah ke salah satu kota terpencil. Sebelum hijrah ke tempat ini, beberapa bulan yang lalu, aku mulai aktif mengikuti kajian Islam yang ada di kota Makassar. Hingga aku memutuskan untuk menggunakan kerudung dan jilbab yang merupakan identitasku sebagai seorang muslimah.
Dua pekan sebelum wisuda, aku mendapatkan tawaran bekerja di perusahaan smelter nikel terbesar di Asia. Tepatnya di kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Setelah meminta restu dari ibu dan ayah, kuayunkan langkahku menyelesaikan segala proses administrasi termasuk melakukan perjalanan ke sana yang kurang lebih dua hari lamanya. Mulai menggunakan bus, lalu menaiki kapal melewati Danau Towuti hingga menggunakan mobil lagi untuk sampai di tempat tersebut.
Awalnya aku ragu untuk bekerja di perusahaan tersebut yang notabene adalah smelter nikel, pasti menggunakan jilbab sangat sulit diizinkan. Namun, saat bertanya-tanya pada kakak dan orang yang telah bekerja lebih dulu, ia mengatakan bahwa di perusahan tersebut ada juga yang bekerja menggunakan rok juga bercadar. Seketika hatiku lega. Aku mengikuti proses rekrutmen dengan lancar dan tanpa kendala. Alhamdulillah.
Namun, perasaan takut menggunakan jilbab di awal masa kontrak kerja menahanku untuk menggunakannya, "Aku harus meminta izin terlebih dahulu," begitu ego menuntunku.
Aku bekerja sebagai operator control room, mengatur proses penyaluran batu bara dari jetty ke boiler pembangkit listrik. Kami diwajibkan menggunakan celana ke tempat kerja. Dari bulan pertama banyak kendala yang kami lalui dalam memperoleh izin tersebut.
Aku dan Celsia—sahabatku—beberapa kali pergi menghadap ke kantor utama departemen kami. Namun, saat itu manajernya sedang mengikuti pelatihan di Jakarta. Kami sempat memberi nomor handphone kami kepada adminnya agar dihubungi ketika manajer itu sudah berada di tempat. Namun, setelah kami menunggu beberapa pekan, tak ada juga penyampaian dari admin tersebut. Lalu, aku meminta kembali ke foreman kami untuk dipindahkan ke divisi yang membolehkan penggunaan jilbab. Lalu, ia pun menanyakan ke foreman admin, katanya ada di bagian cleaning service yang tugasnya bersih-bersih. Namun, belum pasti juga apakah diizinkan dari divisi. Setelah kami mengiyakan, ia pun menanyakan kepada kepala divisi kami, namun jawabannya tidak bisa.
Pada April 2019, aku pulang ke kampung untuk membeli motor, lalu setelah masuk kerja, tiba-tiba aku dipindahkan posisi kerja sebagai admin divisi.
Allah is the best planner. Saat itu, aku belum ngeh. Aku malah sangat sedih karena dipisahkan dari teman timku. Namun, setelah bercerita dengan admin departemenku yang telah lebih dulu menggunakan jilbab, ia berkata, “Itu bagus, itu adalah peluang bagi kamu untuk dimudahkan menggunakan rok atau jilbab." Tak lupa ia menyarankan aku bersabar hingga ditetapkan sebagai karyawan permanen atau menunggu saat yang tepat.
Pada bulan Juli 2019, aku sudah merasa tak tahan. Aku sudah sangat ingin menggunakan jilbab ke tempat kerja. Kata-kata seperti "Untuk apa aku kerja jika melanggar syariat?" Juga pernyataan "Bekerja mubah, berjilbab wajib” berkecamuk di pikiranku.
Pertanyaan itu sangat mengganggu ketenangan hidupku.
Gelisah bahkan sering kali aku harus menangis sendiri di sudut-sudut ruangan tanpa ada yang tahu. Lalu, aku mencoba meminta izin kembali karena posisiku sudah sebagai admin divisi yang wilayah kerjanya dalam ruangan, bukan lagi bagian dari operasional lapangan. Aku meminta bantuan kepada jubir (translator Indonesia-Tiongkok) untuk membantu meminta izin kepada kepala divisi, namun hasilnya sama saja.
Saat cuti, aku membeli kardigan yang panjang yang bisa menutup hingga lutut. Namun, tetap saja itu tak bisa menutup segala yang diperintahkan Allah Swt.
Beberapa bulan terus berlanjut hingga suatu hari di tengah kajian Islam berlangsung, begitu dalam dan menyentuh ucapan guru ngajiku hingga kesadaran itu masuk dan rasanya tembus ke tulang belulangku. Setelah ngaji, kira-kira pukul 21.30 WITA, kuarahkan motorku ke tukang jahit.
Tiba di sana sudah hampir pukul 22.00 WITA. Namun, alhamdulillah tokonya masih buka dan mulailah penjahit tersebut mengukur lingkar badanku. Oh iya, bajunya jadi hampir sebulan lamanya.
Lalu, setelah aku tahu masa kontrak setahunku sudah hampir berlalu, dan rekomendasi perpanjangan kontrak kerja juga sudah diisi lanjut, aku menguatkan tekad, aku berusaha melawan semua ketakutan-ketakutan yang selama ini ada dalam pikiranku. Dengan mengucapkan bismillah, aku ke kantor menggunakan jilbab. Aku pun berserah diri pada Allah Swt., apapun yang terjadi aku sudah harus menggunakannya walaupun konsekuensi yang akan aku terima ialah resign. Pada tanggal 15 Januari 2021, aku tiba di kantor, dan setelah kepala divisi melihat pakaianku, ia pun langsung memanggil translator, ia menyuruhku mencari divisi lain yang bisa menerimaku menggunakan jilbab, jika tidak ada maka konsekuensinya aku harus mengundurkan diri.
Sore harinya, aku melangkahkan kaki ke kantor departemen, di sana ditanya berbagai hal mengenai keyakinanku, mengapa aku harus menggunakan jilbab di tempat kerja, aku pun menjawab semua pertanyaan tersebut.
Ternyata, saat itu foreman admin di departemenku sudah melobi ke Head Manager, dan alhamdulillah diberikan izin. Di saat bersamaan ternyata posisi di kantor tersebut adminnya memang kurang karena ada yang baru resign. Begitulah Allah Swt. mengatur sehingga mulai saat itu aku bisa menggunakan jilbab ke tempat kerja tanpa dihantui rasa was-was lagi.
Satu hal yang saya sadari dari proses panjang ini ialah ketakutan-ketakutan yang muncul itu bersumber dari kekurangsadaran kita akan kewajiban. Ketika kesadaran dibarengi dengan keyakinan yang kuat, dan disertai dengan ikhtiar maka pertolongan Allah itu sangat dekat.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (TQS. Muhammad[47]: 7).[]