Pasrah Bukan untuk Menyerah

"Allah swt mendewasakan kita dengan diberikannya berbagai ujian hidup.
Hanya orang-orang kuat yang bisa melewati ujian-Nya dalam keikhlasan dan kesabaranya."

Oleh. Ulfa Ni'mah

NarasiPost.Com-Dua tahun yang lalu, seorang kawan lama semasa di Madrasah Tsanawiyah, Luqman mengunjungiku. Lebih dari dua dasawarsa, kami tidak pernah bertemu. Meski tiap tahun alumni mengadakan reuni pasca lebaran, namun aku tidak pernah mengikutinya. Setiap lebaran tiba, sudah menjadi jatahku dan keluarga selalu merayakan di kota kelahiran suami, Blora, hingga waktu yang cukup lama.

Saat berkunjung ke rumah, Luqman mengajak istri dan kedua putrinya. Dengan mengendarai mobil, mereka tidak perlu lama mencari rumahku karena sudah menelpon sebelumnya saat masih di rumah Roni, teman sekelasku juga.

Ya, sebenarnya dia tidak sengaja berkunjung. Awalnya, dia hanya bermain ke rumah Roni, kebetulan rumah Roni memang tidak jauh dariku, sehingga setali tiga uang, dia pun mampir sejenak ke rumahku.

Sebuah mobil hitam berplat G berhenti tepat di depan. Aku bersama suami yang sudah menyiapkan diri akan datangnya tamu, langsung beranjak menuju halaman. Terlihat seorang laki-laki mengemudi beserta wanita cantik berhijab duduk di sampingnya. Dua putri kecil cantik nampak duduk di belakang beserta mereka.

Kukerutkan kening dan kupicingkan mata saat sesosok laki laki turun dari mobil dan berjalan menuju ke arah kami. Setengah tidak percaya pada sosok dihadapanku, terlihat sosok Luqman yang nampak tua, jauh dari umur yang sebenarnya. Entah apa yang terjadi, wajahnya berkerut, mengendur seperti orang tua. Kepala agak tertarik ke pundak hingga leher tidak nampak. Badannya kurus dengan sedikit daging yang membalut tulang dengan jalan agak terkesan membungkuk.

Melihat rupaku yang cukup kaget, Luqman nyengir seolah bisa membaca pikiranku.

"Assalamualaikum." Sapanya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawabku dan suami kompak.

"Ini luqman?"

Aduh, aku keceplosan, batinku menggerutuk. Rasa penasaranku berusaha memastikan sosok yang berdiri dihadapanku adalah benar, dia teman sekelasku dulu. Padahal, di sudut hatiku ada rasa menyesal, khawatir dia tersinggung oleh ucapanku.

"Kaget, Ul?"

Mendengar todongan pertanyaan darinya yang memojokkan, aku hanya nyengir kuda.

Sementara tak jauh darinya, seorang wanita cantik berdiri. Dia selalu tersenyum saat baru melihatku. Kuulurkan tanganku padanya,

"Assalamualaikum Mbak, Nyonya Luqman, Saya Ulfa. Teman sekolahnya luqman sewaktu di Sanawiyah," jelasku padanya tanpa diminta.

"Wa'alaikumussalam, saya Santi, istrinya Mas Luqman."

Jujur, melihat keduanya berjalan beriringan sebagai sepasang suami istri bagai langit dan bumi. Namun, mulutku tak bisa berucap dan kesadaranku membeku. Begitu sayangnya Allah pada Luqman, dalam kondisi fisik yang memprihatinkan, Allah telah pasangkan dengan wanita cantik, sehat dan energik di balik balutan hijabnya.

Seringkali kita jumpai fakta, jika seseorang yang tampan umumnya akan mencari istri yang cantik atau sebaliknya. Namun, siapa sangka, ternyata tidak semua demikian. Allah adalah sebaik-baik pembuat keputusan.

Siapa jodoh kita, darimana dan kapan waktunya, semua adalah rahasia Allah Swt. Banyak kisah dimana tidak pernah mengenal atau ketemu, namun sekalinya bertemu langsung klik dan cocok berjodoh. Ada juga yang malah bertemu tiap hari 'pacaran' bahkan berbulan-bulan hingga jamuran. Saat ditanya keseriusan ke jenjang pernikahan malah hanya melambai tangan. Syukur berpisah baik-baik, sayangnya yang terjadi tidak sedikit yang mengalami rugi bandar. Janur kuning gagal melengkung, yang ada ditinggal dalam kondisi perut melendung, na'udzubillah.

*

Di atas karpet plastik yang kugelar di ruang tengah, aku dan suami mempersilakan Luqman beserta keluarganya duduk lesehan. Sengaja kudesain ruang tengahku tanpa kursi dan meja tamu, kubuat lesehan agar terkesan rumahku yang minimalis terlihat luas.

Sejenak kutawarkan mereka untuk mencicipi makanan ringan yang kuhidangkan. Nampak suamiku dan luqman sudah melebur, padahal baru berjumpa pertama kalinya. Mereka kubiarkan berbincang asyik ala pria.

Aku pun bercengkrama dengan istri luqman, sementara Nafi' putraku dan dua putri Luqman nampak berbaur bermain bersama.

Di tengah asyiknya ngobrol, ternyata aku masih penasaran dengan diri Luqman. Sejenak kutarik napas dalam, mengambil kuda-kuda memberanikan diri untuk bertanya.

"Luq, maaf! Apa yang terjadi pada dirimu, fisikmu?"

Pertanyaan polos meluncur begitu saja dari mulutku tanpa iba. Karena kupikir siapa pun yang melihatnya pasti ingin mengetahui jawabnya. Ya, lebih baik memang ditanyakan langsung pada orangnya daripada menebak salah, pikirku.

Mendengar pertanyaan konyolku, raut wajah Luqman terlihat biasa saja, bahkan tersenyum simpul di depanku. Entah pertanyaan semacam ini sudah keberapa kali dilayangkan kepadanya. Dan sepertinya pula, entah sudah berapa kali dia harus menjawab jenis pertanyaan serupa.

Menurut kisahnya, hampir setiap orang yang baru pertama kali bertemu dengannya akan kaget. Wanita yang kini menjadi Istrinya dulu juga demikian. Saat Santi baru pertama kali melihat Luqman, dikenalkan oleh orang tuanya, Santi langsung lari ketakutan melihat wajah luqman. Katanya menakutkan kaya melihat setan. Namun, karena jodoh itu pilihan Allah, tidak bisa tertukar. Sekarang Santi malah jatuh cinta, terbukti kini resmi menjadi pasangan halal Luqman, bahkan buah cinta mereka mewujud pada dua gadis kecil cantik jelita.

Dalam kisah panjangnya, dia pun bercerita kenapa dia memiliki sosok rupa demikian. Lima belas tahun lalu, dia mengidap penyakit Lupus. Kurang lebih selama dua tahun dia hanya berbaring pasrah menuju kematian.

Penyakit Lupus adalah salah satu penyakit autoimun dimana sistem imun justru menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat.

Seseorang yang mengidap penyakit ini mengalami penurunan kekebalan tubuh. Penyakit ini dapat menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh, termasuk kulit, sendi, ginjal, hingga otak. Lupus bisa dialami oleh siapa saja, dan penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti.

Luqman mengaku dia mengalami nyeri dan kaku di sendi. Kulitnya mengalami ruam-ruam, berat badannya turun drastis, dan kulitnya lebih sensitif.

Karena penyakit lupus itu, Luqman menghentikan kuliahnya untuk pengobatan. Berbagai pengobatan medis ditempuh oleh Ibunya untuk menyelamatkan luqman agar terbebas dari Lupus.

Tidak jarang mereka harus bolak balik ke luar kota mencari pengobatan yang tepat dan terbaik. Bahkan dia pun bergabung ke dalam asosiasi para penderita lupus yang dimotori oleh Wanda Hamidah.

Di perkumpulan itu, para penderita Lupus ini berkumpul dan mengadakan gathering. Di situ luqman kerap kali hadir beberapa kali.

Hingga suatu ketika, penyakit lupus yang dideritanya semakin parah. Kondisi tubuhnya semakin melemah. Luqman hanya bisa terbaring lemah dengan kondisi semua persendian kaku dan nyeri. Dia mengalami kelumpuhan. Penglihatannya hilang total, dan tulang rusuknya masuk sedalam tujuh centimeter ke dalam, seperti kepala tertarik menekuk ke leher.

Luqman mengalami depresi akibat penyakitnya. Di saat Allah mengujinya dengan ujian berat, malang tak dapat ditolak, Luqman bukannya mendapat support dari saudara-saudaranya melawan penyakit itu. Namun yang terjadi, Luqman ditinggalkan dan dibiarkan. Ya, mungkin mereka telah lelah mengurusku, pikirnya. Sudah habis ratusan juta untuk pengobatan, nyatanya kesembuhan belum juga didapatkan.

Untung saja Luqman masih memiliki Ibu yang kuat dan penyayang. Sang Ibu tetap berjuang ditemani bibinya merawat Luqman meski kondisinya telah sepuh. Di tengah perjuangan melawan penyakitnya, lagi-lagi Luqman harus menerima kenyataan pahit, Allah memanggil ibunya lebih dahulu menghadap-Nya.

Karena kehilangan ibunya, Luqman semakin depresi. Dia merasa hancur, semakin kalut dan takut. Tidak ada lagi harapan sembuh untuknya. Yang dirasa hanya ratapan dan kesedihan.

Semenjak ibunya meninggal, Luqman dititipkan pada bulik, adik kandung ibunya untuk dirawat. Meski masih memiliki saudara-saudara kandung, namun rasa sayang mereka telah terkikis oleh waktu hingga mewujud sikap keegoisan hingga hubungan saudara itu menjadi beku.

Dalam kondisi terpuruk, Luqman merasakan kesendirian. Tidak ada lagi Ibu yang menjadi tempat untuk bersandar. Meski dirawat oleh Buliknya, namun hatinya masih merasa kehilangan sang Ibunda. Tidak ada lagi harapan hidup untuknya. Kemana labuhnya hati, sirna tak lagi memiliki asa untuk berarti. Hidupnya hampa, tidak hanya lupus saja yang menggerogotinya, rasa insecure pun menghantuinya hingga pada titik nadir setan membisikkan godaan jahat pada diri Luqman.

Seolah hilang harapan, luqman pun berniat mengakhiri kehidupan.

Hingga suatu ketika, bisikan jahat itu semakin menggoda. Luqman berupaya keras mengggerakan tangannya untuk mencari gelas yang tergeletak di kursi dekat pembaringan.

Saat gelas itu ada digenggaman, luqman memecah gelas itu dan dia berusaha mematahkan urat nadinya ke tangan.

Namun, di saat pecahan gelas itu hendak dia goreskan pada urat nadi tangan, tiba-tiba hati luqman bergetar. Azan berkumandang keras terdengar di telinganya. Seketika pecahan gelas itu terlepas dari tangan, dan Luqman pun tersadar.

Kejadian itu, tidak hanya sekali. Luqman berupaya mengakhiri hidup selama tiga kali. Namun, setiap perbuatan dosa itu hendak dia lakukan, tiga kali pula itu dia digagalkan oleh suara azan yang berkumandang dari surau dekat rumahnya. Luqman tersadar, kemudian beristighfar. Ya, Allah Swt. masih sangat menyayanginya. Tiga kali pula Allah masih melindunginya.

Semenjak kejadian itu, Luqman menyadari bahwa Lupus yang Allah berikan padanya adalah ujian untuk membuatnya lebih tegar. Ibunya telah banyak berjuang dan berkorban untuk mengobatkan. Jika hidupnya hanya berakhir di ranjang pesakitan dan bahkan memilih jalan yang tidak diridhai oleh Allah Swt, sungguh merupakan akhir yang merugi.

Terkadang manusia memang perlu dicubit. Luqman mengakui hal itu. Selama ini dia merasa telah mengabaikan Allah, bahkan jauh dari Allah. Dia pun mengaku tidak memberikan hak tubuh dengan benar dan kurang bersyukur atas nikmat-Nya. Pola makan tidak sehat semenjak kecil, tidak menyukai makan sayuran, lebih tertarik gorengan, sambal saos dan mie instan menjadi favoritnya. Berulang kali ibunya mengingatkan untuk mengurangi makan mie instan dan perbanyak asupan buah dan sayuran, namun saran itu tak dihiraukan.

Nasi telah menjadi bubur, akumulasi makanan tak sehat atas izin Allah telah menjadi racun baginya. Kini Luqman menyadari kekeliruan itu. Dia pasrah, belajar rela dan sabar untuk menerima kenyataan.

Semenjak itu, Luqman pun memulai lembaran baru. Dia menyerahkan seluruh urusan kepada Allah Swt. Pasrah terhadap keadaan dan berikhtiar semampunya. Dia pun mulai memperbaiki salatnya, dan lebih mendekat kepada Allah dengan berzikir dan bertafakur. Ya, pasrah namun bukan untuk menyerah, tetapi bertahan dengan segenap tekad untuk melewatinya dengan penuh ketawakalan.

Selain itu, karena bosan dengan konsumsi obat-obatan kimia dalam jangka waktu yang cukup lama, luqman pun membuang seluruhnya dan saat itu dia mengikuti saran bibinya meminum rempah ekstrak kunyit dan rebusan serai yang dibuatkan bibinya setiap pagi dan sore.

Sungguh keajaiban Allah berikan pada Luqman. Di saat seorang hamba telah menyerahkan dirinya kepada Allah, mengakui kesalahan, bertaubat dengan kesungguhan, dan meletakkan kesombongan dengan mengakui haqqul yaqin bahwa hanya Allah lah yang bisa membantu, menolong dan menyembuhkan, disitulah Luqman mulai mengalami perubahan. Pelan namun pasti, Luqman bisa menggerakkan badannya. Penglihatannya pun mulai pulih. Allah memberikan kekuatan pada badannya untuk mulai kembali berjalan.

Tiada ujian yang Allah timpakan, melainkan untuk membuat hamba-Nya bersabar. Ujian layaknya program yang Allah tetapkan dalam sekolah kehidupan. Jika seseorang akan naik tingkat atau kelas, maka dia harus berlatih sabar melewati ujian.

Hanya kepasrahan yang tinggi kepada Allah sebagai pemilik kehidupan, segala ujian akan bisa dilewati dengan mudah dan gampang. Maka jangan pernah berpikir untuk meninggalkan-Nya atau bahkan menentang-Nya.

Kini Luqman hidup bahagia bersama istri dan kedua anaknya, bahkan Allah pun memudahkan rezeqinya dengan memiliki usaha kerajinan jati yang sedang dia kembangkan bersama beberapa karyawan. Dari usahanya yang maju, kini Luqman pun tetap menjalin ukhuwah dengan saudara-saudara kandung yang dulu abai terhadapnya. Bahkan dengan kesuksesan yang diraihnya dia malah mendorong ekonomi saudaranya untuk maju hingga saat ini.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ulfa Ni'mah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Konflik Sosial Menjadi PR Besar Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19
Next
Allah Beri yang Kau Butuhkan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram