"Sejauh kehidupan kaum muslim diarungi, porosnya adalah dakwah. Saat menulis sastra, tuangkan kisah terbaik yang memberikan inspirasi dan motivasi kebaikan dan ketaatan pada para pembaca, bukan kemaksiatan."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tak ada yang menafikan bahwa sastra berhubungan erat dengan rasa dan estetika. Sebelum membahas lebih jauh seputar sastra, ada baiknya Sahabat semua mengetahui definisi dan asal muasal kata sastra. Sastra merupakan salah satu istilah yang berasal dari bahasa Sansekerta. Kata “sastra” berasal dari kata “shastra” yang terdiri dari dua suku kata (shas) yang berarti pedoman dan (tra) yang berarti sarana. Secara umum, pengertian sastra adalah suatu karya yang berbentuk tulisan dengan makna yang mendalam serta mengandung estetika.
Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab (bukan bahasa sehari-hari). Ada juga yang bermakna kesusastraan.
Sastra mewarnai literasi dengan segala gambaran kehidupan nyata dengan gaya bahasa yang indah. Tujuannya untuk menyentuh rasa para penikmat sastra (pembaca ataupun pendengar).
Ada banyak jenis sastra dan fungsinya. Namun, di sini tidak membahas hal itu. Sastra bukanlah sekadar rasa, bukan sebatas selera yang tersaji dari imajinasi. Sastra menggambarkan sebuah sketsa kehidupan, baik nyata ataupun khayali. Sebagai penulis muslim yang mabdai, maka rambu-rambu syariat Islam harus diperhatikan dengan saksama, tidak asal indah dan menyentuh jiwa.
Bagi seorang muslim, menulis sastra sama seperti aktivitas yang lainnya. Di mana kaidah ushul menyatakan bahwa "setiap aktivitas terikat dengan hukum syarak." Maka dari itu, sastra bukan semata soal rasa. Kata-kata yang indah bila mengandung jinsiah dan berhasil membangkitkan gairah, maka itu bisa jatuh pada keharaman. Naudzubillah.
Polesan diksi memang perlu, namun ketajaman isi jangan dibiarkan tak bermutu. Menulis sastra juga akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah. Amanat dari setiap karya sastra juga akan berhadapan dengan pahala atau dosa di hari pembalasan. Seorang penulis sastra harus berhati-hati dalam menuangkan kisah dalam balutan rasa dan sejumput emosi.
Kehati-hatian ini harus dimiliki tiap muslim agar tak mendatangkan kebencian ataupun dosa investasi. Misal:
Kupikir sayur saja yang asam. Ternyata mulut si fulan itu lebih asam.
Dalam majas sindiran juga harus berhati-hati. Jangan mencela fisik sosok tertentu jika yang dimaksud adalah suluknya.
Bisa diganti dengan:
Bukan hanya sayur yang asam. Kata-katanya jauh lebih asam. ✅
Agar menulis sastra bukan sekadar rasa, maka perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1. Niat lillah
Kunci utama adalah mengawali segala aktivitas, termasuk menulis sastra dengan niat karena Allah semata. Dengan demikian, racun-racun kemaksiatan dan godaan setan akan melemah bahkan menghilang dalam setiap goresan pena atau sentuhan huruf alfabet di keyboard.
2. Kontribusi dakwah bil qolam
Sejauh kehidupan kaum muslim diarungi, porosnya adalah dakwah. Saat menulis sastra, tuangkan kisah terbaik yang memberikan inspirasi dan motivasi kebaikan dan ketaatan pada para pembaca, bukan kemaksiatan.
Demikian yang bisa Al-Faqir sampaikan. Insyaallah next time bisa membahas seputar jenis dan fungsi sastra.
Tanya Jawab
1.Ragil Rahayu
Bagaimana caranya bikin opini, tetapi dengan bahasa seluwes sastra? Seperti tulisan opini Asma Nadia itu enak dibaca.
Jawaban:
Hemat saya, itu opini dideraskan diksi dengan show bukan tell. Dan dikemas dengan majas.
- Sartinah
Apa menulis sastra itu ada teknik atau kerangkanya, seperti opini? Soalnya kalau baca sastra masih suka bingung.
Jawaban:
Wajib buat outline alias kerangka tulisan. Apalagi Novel yang berjilid-jilid.
- Mariyatul Qibtiyah
Apa bedanya show dengan tell?
Jawaban:
Tell
Adik jatuh di depan kelas.
Show
Adik keluar kelas dengan sangat senang, tanpa melihat ke depan. Dia menabrak temannya yang hendak masuk kelas. Akhirnya, dia terjatuh.
- Firda Umayah
Bagaimana kriteria sastra yang baik? Apakah sastra di NP juga harus memperhatikan kaidah penulisan bahasa yang benar? Misalnya Berikan harus ditulis Memberikan, dll.
Jawaban dari Admin:
Yang pasti kaidah kepenulisan baku dan bernapaskan Islam. Sastra "Puisi" boleh memakai kata atau makna kiasan. Adapun kata "berikan" boleh, karena masuk kategori kalimat perintah atau penegasan.
Tugas
Berbaju putih, kok, hatinya tak putih.⛔
Silakan diubah menjadi kalimat yang santun!
Jawaban:
Andai hatinya seputih bajunya.
Sekian dan terima kasih.[]
Sampai sekarang, sastra masih menjadi hal yang tidak mudah bagi saya. Jazakumullah khoiron katsiron atas sharingnya.
The fact, Mbak Firda sudah menaklukkannya. Barokallah
Hoooo benar sekali seharusnya tulisan bukan hanya rasa yang ingin dicurahkan. Namun juga harus bisa menambahkan pemikiran dan pemahaman mengenai Islam sehingga para pembaca menjadi tahu dan semakin merekat dengan sang pencipta.
Inggih Mbak. Sebab, apa pun tulisnnya, di krabadian tetap akan diangkat pena.
MasyaAllah, Ilmu yang sangat bermanfaat untuk diri yang pakir ini. Jazakillah Khoir semoga bisa diterapkan, Next naskahnya yang terus menginspirasi dan memotivasi.
Barokallahu fiik
Belum bisa mengemas sastra ...harus banyak belajar nih
Semagka
Semangat kakak
Ma Syaa Allah...dapat ilmu daging banget tentang sastra. Syukron jazakillah Khoir.
Di tunggu naskah lainnya yang mencerahkan pemikiran.
NP insyaallah selalu menyajikan sharing yang rmanfaat buta kepenulisan
Waow, tulisan bukan hanya pakai rasa estetika semaya. tapi bagaimana tulisan membawa pembacanya menambah pemahaman Islam, membawa pembaca menjadi lebih dekat dengan pencipta.
Inggih Mbak. Menulis dalam taat, menulis untuk mendekat pada Zat Yang Maha Hebat