"Disadari atau tidak, menulis bisa menjadi kebiasaan apalagi ditambah niat dan berbagai ilmu tentang menulis. Sehingga menulis tidak sekadar menulis, tapi menulis yang turut menyumbangkan pemikiran"
Oleh. Wening Cahyani
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Menulis, bikin hidup lebih hidup? Kok bisa sih? Ya, saat manusia sudah ditakdirkan hadir di dunia ini, dia akan mengalami hidup kecuali jika Allah Swt. mencukupkan usianya. Pada usia berapa Allah cukupkan, itu juga rahasia-Nya. Namun bagaimana bisa dengan aktivitas menulis hidup seseorang menjadi lebih hidup atau bermakna?
Memaknai Hidup
Secara kenyataan manusia hidup itu dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri-naluri. Ketika orang makan, minum, olah raga, istirahat, dan kegiatan yang berkaitan dengan metabolisme tubuh maka dia sedang memenuhi kebutuhan jasmaninya. Sedangkan saat dia beribadah kepada Allah Swt. maka dia sedang memenuhi naluri beragamanya. Seseorang memiliki rasa amarah, takut, cinta harta, cinta kedudukan, maka itu berarti dia sedang memenuhi naluri mempertahankan diri (naluri baqa). Kemudian, seseorang menikah, ada rasa cinta kepada lawan jenis, sayang kepada orang tua, sayang kepada sesama, maka dia sedang memenuhi naluri melangsungkan keturunan (naluri nau’).
Sebenarnya, kebutuhan jasmani dan naluri-naluri ini merupakan potensi hidup bagi manusia yang diberikan oleh Allah Swt.. Dan, tidak cukup hanya itu kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Manusia tak dibiarkan memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri-nalurinya begitu saja tanpa panduan. Nah, untuk memahami panduan yang Allah Swt. berikan, maka Dia karuniakan potensi berpikir kepada manusia.
Melalui potensi berpikir ini seseorang bisa menjadi dinamis. Hidupnya bisa menjadi lebih hidup dengan menaikkan taraf berpikir dengan panduan dari Allah Swt. So, aktivitas mengikuti apa yang Allah perintahkan dan menjauhi larangan-Nya sudah menjadi hal yang lumrah, termasuk melaksanakan perintah menyampaikan kebenaran. Seperti yang sudah sering ada dalam pembahasan tentang menyampaikan kebenaran (dakwah) maka bisa dilakukan baik lisan maupun tulisan.
Menulis untuk Mengisi Hidup
Menulis, terlepas dari dakwah atau tidak, merupakan aktivitas menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan. Apakah tulisan itu sekadar ungkapan hati yang ditulis untuk diri sendiri atau sengaja untuk konsumsi para pembaca? Apakah tulisan berisi keburukan atau pun kebaikan? Disadari atau tidak, menulis bisa menjadi kebiasaan apalagi ditambah niat dan berbagai ilmu tentang menulis. Sehingga menulis tidak sekadar menulis, tapi menulis yang turut menyumbangkan pemikiran tidak hanya untuk kepuasan diri tapi juga bisa mengajak orang lain untuk berubah. Inilah tulisan dalam rangka untuk dakwah.
Menulis merupakan salah satu pengejawantahan naluri nau’, sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian kepada sesama, serta ingin membantu mereka terlepas dari masalah hidup yang mereka alami. Ketika dikerucutkan masalah yang kita hadapi sama, yaitu bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri, lantas bagaimana kita mengarahkan dalam pemenuhannya sejalan dengan aturan Allah Swt.?
Menulis akan Membuat Penulisnya Dinamis
Gagasan banyak bermunculan di sekitar kita untuk bahan menulis. Ketika akan menuangkan dalam tulisan membutuhkan maklumat-maklumat untuk mengembangkan tulisan. Maklumat-maklumat itu bisa berasal dari bacaan tidak hanya satu tapi banyak sumber. Bagaimana kita tidak akan semakin berkembang jika asupannya banyak? Rangsangan-rangsangan setiap hari pasti ada dan semua membutuhkan solusi yang berasal dari Islam.
Bahan-bahan yang sudah dikumpulkan akan diolah sesuai dengan jenis tulisan yang kita inginkan, ketika menulis secara rutin kita lakukan, maka menulis bisa membuat kita dinamis dan menjadikan hidup lebih hidup. Mengapa? karena:
Pertama, dari niat yang selalu terpatri dalam jiwa. Maka, niat yang ikhlas lillahi ta'ala akan menjadi fondasi kuat untuk terus menulis. Terutama niat menulis dalam rangka syiar Islam dan demi tegaknya sebuah peradaban agung.
Kedua, fakta-fakta yang diihsasnya, akan merangsang kita untuk peduli dan berpikir terus bagaimana mencari penyelesaiannya. Pikiran kita tidak stagnan apalagi futur. Karena kita yakin setiap masalah dalam kehidupan akan bisa diselesaikan sesuai aturan Allah Swt.
Ketiga, cakrawala ilmu semakin meningkat. Memahami dan mencerap ilmu, serta mengembangkan ilmu akan menjadi sinyal bahwa kita telah menggunakan potensi berpikir. Kita selalu dirangsang untuk haus ilmu.
Keempat, menuangkan bahan-bahan tulisan dalam sebuah karya yang bisa dibaca orang lain. Aktivitas menulis ini akan mengasah potensi berpikir. Karena kita harus mengungkapkan dengan bahasa yang bisa dipahami pembaca dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah dalam menulis. Gagasan dan apa yang kita miliki tidak hanya menganggur di benak kita saja tapi benar-benar diwujudkan dalam tulisan.
Sehingga menulis menjadikan diri kita semakin hidup dalam hidup. Dengan kata lain menjadikan hidup kita lebih bermakna. Tak heran, jika kita sudah menulis satu tulisan bisa jadi ketagihan dan ingin menulis lagi. Terlepas karya kita ternyata belum sesuai dengan yang diharapkan, maka semua itu merupakan proses bisa menulis dan lebih baik dalam menulis.
Jadi, meski sama-sama sebagai manusia, sama-sama muslim yang menjalani hidup namun kita memiliki nilai tambah dengan aktivitas menulisnya. Kita menggoreskan tinta untuk kebaikan, warisan apa yang akan kita tinggalkan jika bukan sebuah kebaikan? Hidup kita akan lebih hidup/ bermakna dengan meninggalkan karya yang berpahala mengalir.
Laa haula walaa quwwata illa billah.
Allahu a’lam[]
Photo : Google & Pribadi