Membangun Kesadaran Menulis Ideologis

"Teruntuk para pengemban dakwah, menulis merupakan pilihan manjur sebagai sarana untuk berdakwah, baik hanya sharing, membangun dan melawan opini, sampai kepada mengeluarkan unek-unek atau pendapat kepada pemerintah yang dituangkan melalui tulisan."

Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah CH
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Era revolusi industri 4.0 saat ini, telah menjadikan kita lengket dengan aktivitas tulis-menulis. Lihatlah fenomena di dunia maya, segala aktivitas kehidupan kerap kali diunggah dengan berbagai konten. Mulai dari cuitan-cuitan Twitter, status-status Facebook, maupun kiriman-kiriman lainnya melalui Instagram, Whatsapp dan aplikasi-aplikasi lainnya.

Teruntuk para pengemban dakwah, menulis merupakan pilihan manjur sebagai sarana untuk berdakwah, baik hanya sharing-sharing, membangun dan melawan opini, sampai kepada mengeluarkan unek-unek atau pendapat kepada pemerintah yang dituangkan melalui tulisan. Terlepas dari berbagai macam kemudahan tersebut, rupanya penguasa merasa terusik, terancam, dan berusaha membatasi berpendapat melalui media sosial. Berbagai usaha dilakukan, hingga tak alang kepalang melalui jalur hukum aturan undang-undang (UU), hal ini merupakan jalan mulus penguasa untuk menghentikan suara-suara masyarakat yang peka terhadap berbagai kebijakan yang zalim. Contohnya, banyak yang sekadar menulis status singkat yang tujuannya juga tidak jelas diarahkankan kepada siapa, seketika itu diciduk atas tuduhan pelanggaran UU ITE.

Dari fakta tersebut, maka sebagai seorang opinion maker mengeluarkan ide yang lebih cemerlang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan yang ringkas, dengan sejumlah data dan fakta yang valid, begitu juga dibalut oleh sebuah ide serta solusi yang benar menjadi opsi yang tepat sebagai wadah edukasi, serta membangun kesadaran yang efektif di tengah-tengah masyarakat. Namun hal ini tidak semudah yang dibayangkan, kesulitan dalam hal tulis-menulis masih banyak dirasakan dan menjadi kendala banyak orang hingga keinginan menulis di tengah para pengemban dakwah masih tergolong rendah.

Semua berawal dari pandangan yang sudah terlanjur salah dalam pikiran seseorang terhadap aktivitas menulis, yang menganggap bahwa menulis merupakan sesuatu yang berat dan sulit untuk dilakukan. Selanjutnya, inilah beberapa alasan dengan tujuan mengetahui dan memahami pentingnya kesadaran para pengemban dakwah untuk menghasilkan sebuah tulisan ideologis.

Pertama, menulis itu merupakan seni untuk membalutkan ilmu dan meningkatkan pemikiran. Ibarat air, ilmu, dan pemikiran jika tidak dialirkan akan menjadi genangan air yang beraroma busuk, tidak ada manfaatnya. Begitu pula dengan Ilmu dan pemikiran tadi, kita dapat mengalirkannya melalui tulisan. Sehingga akan menciptakan ide-ide baru setiap saat, setiap waktu yang ingin kita kembangkan. Menurut Imam Syafi'I, ilmu itu bagaikan hewan buruan, menulis adalah jalan untuk mengikatnya agar tak terlepas.

Kedua, sekarang kebutuhan menulis bukan lagi seni yang hanya menyampaikan pendapat, tetapi lebih dari itu, yakni sebagai tanda perlawanan terhadap berbagai perang pemikiran. Baik isu-isu sesat yang ditebarkan penguasa pembenci Islam, maupun opini-opini global terkait dengan Islam dan umat.

Ketiga, menulis akan membuat kita menjadi seorang manusia yang bermanfaat bagi umat. Islam sudah mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah tatkala hidup, ia mampu bermanfaat bagi orang lain. Belajar dari rekam jejak mulia para ulama dan cendekiawan muslim, mereka sudah tidak hidup di masa sekarang, namun karya-karya dan pemikiran mereka tetap abadi mengalir di kehidupan generasi saat ini, termasuk sampai kepada kita.

Keempat, berharap tulisan kita kelak akan menjadi saksi sejarah perjuangan untuk peradaban Islam! Melawan kezaliman yang ada dan dirasakan melalui tulisan. Menjadikan pemikiran-pemikiran Islam yang kita miliki sebagai jurus ampuh penghunus kekufuran. Tentunya bukan asal-asalan menulis alay dan liberal, tetapi tulisan yang berisi ide-ide yang ditumpu oleh ideologi dan perspektif yang benar (sahih).

Hingga kelak akan tercatat sebagai amal baik di dunia maupun di akhirat. Jadikan tulisan kita sebagai ladang dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam. Mau? Kalau tidak mau, sungguh terlalu!

Catatan terakhir dari saya, selagi kita masih diberikan nikmat iman, Islam, dan nikmat sehat, maka gunakan untuk berkarya salah satunya melalui tulisan. Begitu banyak sejarah yang ditorehkan melalui goresan emas tulisan. Artinya kita para pengemban dakwah telah mengukir nama di dalam sebuah peradaban. Ketika kematian tiba, raga, dan jasad memang hancur dan habis tak tersisa, namun tulisan kita tetap abadi dan dikenang sepanjang masa.

Demikian sharing yang dapat saya bagikan, semoga mampu membius rekan-rekan semua, dan menambah semangat untuk menulis. Mohon maaf mengganggu waktu istirahatnya, dan mohon maaf juga jika ada kesalahan dalam penulisan.

Mari berdo'a,
Allahummarhamna Bil Khilafah
Aamiin

Akhirul Kalam, Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Fitria Zakiyatul Fauziyah CH Kontributor NarasiPost.Com dan Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta
Previous
Hati-Hati Menjaga Hati
Next
Klenik-klenik Kian Mengusik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram