Bedah Naskah Rubrik Cerpen/Cerbung (Part 1)

"Minimnya kesalahan teknis penulisan dalam naskah ini menunjukkan kejelian pengarang. Saya menduga bahwa pengarang lebih dulu melakukan self editing sebelum naskahnya dikirim ke media."

Oleh. Dian Afianti Ilyas
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pada kesempatan kali ini, saya akan membedah naskah dari rubrik cerpen/cerbung yang berjudul Rintik Kepiluan. Berikut naskahnya:

Rintik Kepiluan

Suasana riuh penggilingan kedelai memamerkan kelesuan para pekerja. Meski masih pagi, gairah dan semangat untuk bekerja seakan tertimbun oleh sampa-sampah kulit kedalai yang mulai berjamur. Ada setitik rasa enggan yang menggelayuti pekerja saat mendengar produksi dikurangi 60% dari biasanya. Itu berarti, upah mereka juga akan berkurang.

Daun-daun jati teronggok tak berdaya. Warnanya mulai menguning karena telah lama menumpuk menunggu antrean. Di hari-hari normal, 3000 lembar daun jati langsung habis dalam sekali produksi. Ini sudah sepuluh kali produksi, daun jati belum sampai separuh yang terpakai. Pasokan kedelai yang mengikuti jejak Harun Masiku membuat juragan tempe pusing mencari stok kedelai.

Bukan sekadar kabar burung, kedelai memang menghilang tanpa jejak dengan alasan pasokan impor berkurang. Para pekerja dengan upah penuh saja masih kebingungan mencari tambahan uang belanja, kini produksi berkurang lebih dari 50%, tentu saja mereka harus serabutan mencari tambahan suaka demi dapur mengepul.

"Sabar, yo Mbok. Aku tak mancing disek," kata Jauhari pada istrinya saat menyerahkan upah Rp15.000,00.

Sri, istri Jauhari tersenyum sambil berucap hamdalah ketika menerima upah itu. Jauhari bersyukur, dia memiliki istri pengertian dan tidak pernah menuntutnya harus 50 ribu paling sedikit sehari. Sri telah memahami makna dan hakikat kehidupan. Dia mengerti betapa rintik kepiluan menyapa siapa saja saat ini. Jauhari pun mulai mengikuti jejak istrinya untuk memahami hakikat hidup dengan mengkaji Islam.

Andai ia belum mengkaji Islam, mungkin peristiwa turunnya produksi tempe yang berdampak pada upah akan membuatnya stres. Hal itu banyak terjadi pada sebagian rekan kerjanya. Mereka lebih memilih jalan pintas dengan membeli togel ataupun sabung ayam, bahkan ada yang berani ikut judi online dan pinjol.

Angan Jauhari menerobos pada kejadian tadi pagi. Seperti biasa, lepas subuh, dia langsung ke tempat kerja untuk mengolah tempe. Namun, ada sebagian rekan kerjanya yang mogok kerja mengikuti beberapa produsen lainnya. Hanya lima orang saja yang datang ke tempat kerja. Problematika ini membuat juragan dilema. Jika ia tutup produksi sementara, tak akan ada pemasukan sama sekali, namun ketika memaksa produksi, bahan baku begitu mahalnya.

Beruntung dia memiliki juragan yang juga sepemikiran dengan istrinya. Polemik kedelai ini tak membuatnya goyah. Juragan mengatakan padanya bahwa penurunan produksi memang bagian dari qada Allah, namun langka dan tingginya kedelai tidak lepas dari kebijakan dan regulasi impor yang ditetapkan negara. Jauhari memahami maksud juragannya, namun sebagian rekan kerjanya tak peduli hal itu. Mereka hanya ingin upah yang tetap dan bahkan bisa bertambah.

Semua industri tempe dan tahu mengalami kelesuan. Mogok kerja yang sempat dilakukan ternyata tak membuahkan hasil apa-apa. Justru, aspirasi yang mereka lakukan terhanyut dalam kubangan regulasi keran impor, tak ada solusi signifikan. Sudah menjadi keputusan final pemerintah bahwa kedelai dan beberapa pangan mengandalkan impor. Swasembada yang dicanangkan tak jua terealiasasi sehingga membuat rakyat kecil seperti Jauhari hanya bisa gigit jari.

Jauhari mengusap wajahnya. Dia segera bergegas menaruh alat pancing ke motor bebek warisan orang tuanya. Setelah pamit pada Sri, dia segera berangkat agar tak keburu siang. Honda merah produksi tahun 1975 itu melaju menyisakan bunyi cempreng di telinga Sri. Lafaz doa dari lisan Sri mengiringi tiap putaran roda sang suami tercinta, Jauhari.

Rintik kepiluan terus menyapa kehidupan dengan sangat manja. Banyak manusia yang terjebak dalam pragmatisme kehidupan. Sehingga, pasrah yang salah kaprah menjadi teman sehari-hari. Pasrah pada keadaan yang terjepit tanpa mau mengurai akar masalah demi mencari solusi adalah kesalahan fatal. Itu pernah dijalani Sri dan suaminya.

Rintik kepiluan tak semata karena takdir. Lebih dari itu, ada area pilihan manusia, mau berkubang dalam pusaran kezaliman atau mau mewujudkan perubahan dengan kebangkitan pemikiran. Sengkarut urusan kedelai hanyalah setitik kepiluan yang menerpa Sri dan tetangganya. Namun, kepiluan lebih besar masih setia menemani kehidupan. Saat aturan manusia berkibar di alam semesta. Sementara aturan Allah dibiarkan terlantar begitu saja.

Sri dan juga suaminya, berupaya menghapus setitik kepiluan dengan turut berjuang mewujudkan perubahan. Sri berharap aturan manusia ini segera berganti aturan Ilahi yang diterapkan oleh institusi negara. Sehingga, kebijakan yang diramu dan diterapkan tak bertentangan dengan syariat Islam. Kesabaran dan keistikamahan dalam berjuang menyertai azam, tawakal, dan upaya Sri bergabung dalam jamaah dakwah, begitu pun Jauhari.

Mereka tak ingin larut dalam kepasrahan yang salah kaprah. Akar masalah kedelai dan problematika lainnya adalah karena diterapkannya aturan manusia yang sarat akan kepentingan. Selain itu, asasnya hanyalah manfaat dengan berpatokan pada untung rugi semata. Maka, perjuangan Sri dan Jauhari adalah perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam demi menghapus rintik kepiluan yang telah menyelimuti bumi.


Setelah menyimak naskah di atas, berikut ini ulasannya:

Pertama, dari segi kriteria NP

Naskah ini dinyatakan layak tayang sebab memenuhi syarat-syarat yang telah NarasiPost.Com tetapkan.

Untuk naskah cerpen, NP memiliki ketentuan sebagai berikut:

1. Jumlah kata

Naskah ini memuat 712 words, yang mana kita ketahui jumlah kata minimum yang ditetapkan untuk naskah cerpen adalah 600 words.

2. Plagiarisme

Naskah cerpen ini mulus 100% tidak terdeteksi plagiarisme. Hal tersebut menunjukkan bahwa naskah ini adalah murni buah pikiran dari sang penulis.

3. Kesesuaian judul dan isi

Hal yang patut diperhatikan penulis adalah kesesuaian judul dan isi naskah. Naskah berjudul Rintik Kepiluan tersebut sudah pas. Naiknya harga kedelai memang memilukan, apalagi bagi mereka yang menggantungkan harapan dari usaha produksi tahu tempe.

Kedua, dari segi teknis penulisan

Dalam naskah ini ditemukan beberapa kesalahan berupa typo dan KBBI, yaitu:

1. Typo:

  • sampa- sampah 👉🏻 sampah-sampah
  • kedalai 👉🏻 kedelai

2. Kesalahan KBBI:

  • jamaah 👉🏻 jemaah

Minimnya kesalahan teknis penulisan dalam naskah ini menunjukkan kejelian pengarang. Saya menduga bahwa pengarang lebih dulu melakukan self editing sebelum naskahnya dikirim ke media.

Ketiga, dari segi isi/konten

Cerpen alias cerita pendek adalah sebuah karya yang isinya padat dan langsung kepada inti cerita. Saking padatnya, cerpen dapat dibaca sekali duduk.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sebuah cerpen, yakni:

1. Masalah/konflik yang dikembangkan sebagai cerita

Dalam naskah tersebut, konflik yang dialami oleh tokoh utama adalah masalah kelangkaan kedelai. Pemilihan konflik/masalah dinilai pas sebab topik ini memang lagi riuh di dalam negeri. Biasanya, topik-topik hangat akan lebih ngena di hati pembaca.

2. Klimaks

Penting sekali untuk menghadirkan klimaks dalam sebuah cerpen. Jangan sampai sebuah cerpen memiliki konflik namun nihil klimaks. Bisa-bisa pembaca bingung bagaimana cerita itu berakhir.

Dalam cerpen ini, pengarang menggambarkan bahwa puncak dari konflik yang terjadi yakni para produsen tahu tempe yang dibuat pilu akibat kedelai yang hilang di pasaran seperti jejak Harun Masiku. Tentu hal ini akan berimbas pada upah para pekerja yang tidak seberapa, akan dipangkas oleh juragannya.

Menyikapi hal tersebut, ada yang memilih untuk mogok kerja, ada yang memilih untuk larut dalam judi online dan pinjol, namun tokoh utama memilih menyikapinya dengan kesabaran. Kesabaran di sini bukan berarti pasrah begitu saja, namun tokoh utama mengupayakan sebuah ikhtiar dengan bergabung dalam jemaah dakwah yang memperjuangkan perubahan hakiki.

3. Ketegasan amanat

Di akhir cerita, pengarang menyelipkan sebuah ibrah yang dapat dipetik oleh pembaca bahwa akar dari segala kezaliman yang mendera umat manusia adalah tidak diterapkannya hukum-hukum Allah Swt. dalam kehidupan. Pengarang ingin menyadarkan kepada pembaca bahwa berjuang untuk menghapus kezaliman adalah sesuatu yang harus ditempuh sebagai seseorang yang mengaku muslim, tidak boleh tidak.

Maka dari itu, naskah ini dinyatakan layak tayang. Mengemas sebuah cerpen agar bermuatan ideologis patut untuk ditiru oleh penulis lainnya.

Demikanlah, mohon maaf atas segala kekurangan. Segala kebenaran datangnya dari Allah Swt., sedangkan kesalahan yang tercipta pada sesi bedah naskah ini bersumber dari diri yang fakir ilmu.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dian Afianti Ilyas Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tertipu Lagi
Next
Demokrasi, Sistem Pemberi Ruang bagi Pelaku Korupsi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Masyaallah membaca tulisan bedah naskah mb Dian benar2 menambah pemahaman akan tehnik kepenulisan cerpen. Jazakillah khairan

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram