"Padahal, persoalan sebenarnya bukan pada berapa banyak kelas menulis yang kita ikuti. Begitu pula, tidak terletak pada berapa banyak teori tentang teknik menulis yang kita kuasai. Namun, terletak pada seberapa besar usaha yang kita lakukan untuk mempraktikkan teori menulis yang kita miliki itu. Sebab, menulis adalah keterampilan."
Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saat ini banyak sekali komunitas kepenulisan. Begitu pula dengan pelatihan-pelatihan menulis. Ada yang gratis, ada pula yang berbayar. Ada yang murah, ada pula yang mahal.
Masing-masing memiliki materi, teori, serta teknik pengajaran yang bertujuan untuk membuat peserta pelatihan berhasil mencapai cita-citanya sebagai seorang penulis.
Materi dan teori itu ada yang diperoleh sang mentor dari berbagai pelatihan yang diikutinya. Ada pula yang merupakan hasil dari belajar otodidak.
Bicara tentang teknik pengajaran, ada yang mendorong peserta untuk berani menulis apa saja, yang penting menulis. Tidak peduli, apakah tulisan itu hanya berisi curhatan, pengalaman sehari-hari, atau hal-hal ringan lainnya. Tidak peduli, apakah tulisan itu sudah sesuai dengan KBBI dan PUEBI atau belum. Pokoknya, yang penting menulis.
Namun, ada juga kelas menulis yang memberikan semacam dril atau program-program yang terstruktur. Peserta diberi tugas untuk menulis genre tulisan tertentu sesuai dengan keahlian sang mentor. Misalnya, cerpen, opini, dan sebagainya. Selama menjalani pelatihan, peserta akan dibimbing step by step sehingga ia benar-benar mampu menulis sesuai target dari mentor. Biasanya, model pelatihan yang seperti ini akan berlangsung dalam jangka waktu tertentu. Di akhir masa pelatihan, peserta akan mampu menulis sesuai target kelas yang diikuti.
Bisa jadi, ada orang yang tidak merasa cukup mengikuti satu pelatihan. Maka, ia mengikuti kelas di sini, kelas di sana. Karena ia merasa belum benar-benar berhasil menjadi penulis.
Tidak jarang pula, ada orang yang telah mengikuti berbagai kelas menulis, tapi tidak pernah menulis. Ia tidak berani menulis karena merasa belum benar-benar menguasai ilmu kepenulisan.
Padahal, persoalan sebenarnya bukan pada berapa banyak kelas menulis yang kita ikuti. Begitu pula, tidak terletak pada berapa banyak teori tentang teknik menulis yang kita kuasai. Namun, terletak pada seberapa besar usaha yang kita lakukan untuk mempraktikkan teori menulis yang kita miliki itu. Sebab, menulis adalah keterampilan. Kita akan menguasainya jika kita mau melatih keterampilan itu. Selama kita tidak pernah mempraktikkannya, teori-teori tentang teknik menulis itu hanya akan menjadi maklumat bagi kita.
Karena itu, yang harus kita lakukan adalah mempraktikkan teori-teori itu. Kalau kata iklan, "Mulai saja dulu". Setelah itu, kita asah terus keterampilan itu, agar keterampilan itu semakin kita kuasai. Sama seperti anak kecil yang belajar berjalan. Meskipun di awal-awal belajar ia sering jatuh, ia terus berusaha untuk berjalan. Tak peduli berapa kali ia harus terjatuh. Keinginannya yang kuat untuk bisa berjalan yang mendorongnya untuk terus berusaha. Itulah yang pada akhirnya membuatnya bisa berjalan. Itu pula yang akan terjadi jika kita terus mencoba untuk menulis. Dengan cara itu, insyaallah teori-teori itu tidak hanya menjadi kumpulan maklumat dalam diri kita.
Namun, tentu saja ikhtiar untuk menguasai keterampilan itu juga harus dibarengi dengan doa. Sebab, Allah Swt. adalah pemilik segala ilmu yang ada. Maka, dengan memohon kepada-Nya, kita berharap, Allah berikan kemudahan kepada kita.
Demikian sharing saya hari ini. Meskipun mungkin hanya remahan roti, semoga tetap ada manfaatnya.
Mohon maaf atas segala kekurangan. Jika ada kebenaran, itu berasal dari Allah Swt.. Jika ada kesalahan, semata-mata itu karena kekurangan saya pribadi.
Billaahit taufiiq wal hidaayah, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.[]