"Menjadi penulis yang senantiasa mau mengupgrade diri sudah menjadi kewajiban kita. Menajamkan sudut pandang, mengupas pesoalan. Menyajikan fakta dan solusi yang tepat serta berbobot. Dengan berdiksikan PUEBI yang benar tentunya, menjadi upaya dan usaha yang wajib dijalankan."
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Siapa sih yang tidak kenal istilah PUEBI dalam dunia kepenulisan? PUEBI yakni singkatan dari Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia adalah standar bahasa Indonesia yang resmi. Tentunya wajib diikuti perkembangannya oleh penulis, agar hasil karyanya layak dibukukan atau diterima oleh media mana pun.
Saya sendiri masih terus belajar dan menghafal PUEBI, demi kepentingan menulis yang tak bisa diabaikan. Yup, itu karena PUEBI adalah satu-satunya pedoman ejaan bahasa Indonesia yang telah disempurnakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menggantikan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), sejak 26 November 2015 yang lalu.
Nah, sebenarnya kenapa sih ejaan bahasa Indonesia harus ganti-ganti? Bagaimana kita sebagai penulis bisa menguasai PUEBI yang terbaru? Saya sendiri, dahulunya juga bertanya-tanya. Karenanya, saya sengaja mengangkat tema ini sebagai sharing di kesempatan ini. Karena itu pula, yuk sama-sama kita kepoin!
Kenapa Diubah?
Setidaknya ada dua alasan kenapa ejaan bahasa Indonesia diubah. Pertama, karena adanya kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga menuntut ejaan bahasa Indonesia turut berkembang. Kedua, untuk memantapkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang terbaru sesuai perkembangan zaman dan teknologi tadi.
Sejarah penetapan ejaan bahasa Indonesia sendiri, sudah berlangsung sejak tahun 1901 sebelum Indonesia merdeka. Ejaan pertama kali adalah Ejaan van Ophuijsen (1901-1947). Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mulai menetapkan secara mandiri ejaan bahasa Indonesia yang dikenal dengan Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik (1947-1972). Selanjutnya pada masa Orde Baru yakni pada tahun 1972, ER diubah lagi menjadi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) hingga 2015, yakni 7 tahun lalu, EYD lalu diubah lagi menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
Namun sayangnya, meski EYD sudah diubah menjadi PUEBI sejak 7 tahun lalu. Kenyataannya, banyak yang masih terpaku pada EYD, baik dalam lisan maupun tulisan. Tak terkecuali para penulis, masih banyak yang salah dalam menuliskan kosakata, yang tidak sesuai ejaan PUEBI. Sehingga ini menjadi PR tersendiri bagi penulis.
Agar Menguasai PUEBI
Menguasai PUEBI di era milenial saat ini, boleh dibilang gampang-gampang susah. Gampang karena kita bisa dibantu oleh kamus KBBI edisi V baik luring maupun daring. Susahnya, karena mayoritas interaksi kita dilakukan via daring, di mana bahasa yang digunakan oleh milenial telah terkontaminasi oleh kosakata yang notabene berbeda dengan KBBI. Melalui medsos kosakata tersebut begitu mudah memengaruhi cara komunikasi seluruh lapisan masyarakat saat ini.
Contohnya seperti kata ngegas, mensedihkan, oppa, saltik dll. Walaupun saat ini beberapa kosakata tersebut telah diadopsi menjadi kata baku. Seperti oppa dan saltik. Namun, ada banyak kata nonbaku diserap oleh masyarakat melalui medsos menjadi bahasa sehari-hari kita.
Jika dahulu, saat seseorang misalnya, ingin mengetahui sebuah peristiwa, hanya bisa mengakses di media resmi, baik koran maupun televisi. Saat ini, berita dan informasi lebih banyak didapat oleh masyarakat via medsos. Di mana siapa pun bisa mengakses informasi, mengomentari, bahkan menjadi sumber informasi tersebut. Di medsos siapa saja bisa melisankan atau menulis apa pun tanpa mempersoalkan apakah kata-kata tersebut sesuai PUEBI atau tidak.
Sebagai contoh neh, masih banyaknya tokoh-tokoh, selebgram, atau ustaz, yang membuat konten dengan caption atau tulisan yang belum sesuai KBBI. Seperti kata surga yang ditulis syurga, nasihat ditulis nasehat, sunatullah ditulis sunnatullah, dll. Hal ini tentu saja memengaruhi penguasaan diksi bagi siapa pun follower-nya.
Karenanya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh penulis khususnya, untuk meminimalisasi kesalahan PUEBI. Pertama, pelajari PUEBI melalui kamus yang paling update, yakni KBBI edisi V. Kedua, memperbanyak kosakata dengan cara menghafal kata-kata baku, sekaligus pasangan tidak bakunya. Seperti kata atlet dan atlit, cedera dan cidera, cengkeram dan cengkram. Ketiga, editlah secara mandiri sebelum tulisannya di kirim ke media, cek kata-kata yang kita ragu-ragu. Terakhir, sering-seringlah mengisi majelis resmi dengan menggunakan bahasa baku yang baru dihafal, pun dalam berdakwah via tulisan di sosial media, menulis dan berkomentar dengan kosakata baku akan memudahkan kita untuk menguasai kata-kata tersebut.
Demi Dakwah
Memang benar tidak semua media memedulikan masalah PUEBI. Jadi, boleh saja penulis memilih media yang tidak terlalu ketat soal ini. Namun, menjadi penulis yang mau terus belajar dan berbenah, berdakwah, sembari mengimbangi perkembangan zaman, itu lebih baik dibandingkan penulis yang merasa cukup dengan ilmu kepenulisan yang telah dimiliki.
Bukankah Allah Swt. memerintahkan kita, agar memberikan upaya terbaik dalam menghadapi musuh-musuh-Nya? Sebagaimana Firman Allah Swt.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)."
Dakwah dengan tulisan yang sedang kita upayakan adalah dalam rangka membongkar siasat keji musuh-musuh Allah, sekaligus memahamkan umat terkait solusi hakiki dari berbagai persoalan yang menimpa umat, yakni dengan menerapkan Islam dalam kehidupan. Jika kita tidak berupaya sungguh-sungguh menjadikan diri kita sebagai penulis yang lebih baik, lalu bagaimana caranya kita bisa mengimbangi propaganda kaum kafir yang lebih cerdik dan gesit siasatnya?
Karena itu, menjadi penulis yang senantiasa mau mengupgrade diri, menjadi kewajiban kita. Menajamkan sudut pandang, mengupas pesoalan. Menyajikan fakta dan solusi yang tepat serta berbobot. Dengan berdiksikan PUEBI yang benar tentunya, menjadi upaya dan usaha yang wajib dijalankan.
Ya, benar. Ini PR untuk saya tentunya. Untuk kita yang senantiasa ingin maju. Dengan andalan, semoga kelak kita bisa menjadi penulis lebih baik, yang mampu mencerahkan umat dengan ide-ide Islam yang kita tuangkan dalam setiap tulisan kita. Aamiin![]
Photo : Koleksi pribadi