"Bisa menulis adalah rezeki. Menulis untuk dakwah adalah rezeki dari Allah. Maka, tak patut kiranya bila kita menafikannya, meremehkannya, atau pun menyombongkannya."
Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bismillâhirrahmânirrahîm
Assalaamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Sahabat semuanya yang saya cintai karena Allah. Izinkan saya untuk sedikit berbagi. Semoga ada manfaatnya.
Bisa menulis itu rezeki yang amat patut disyukuri karena tak semua orang mampu dan mau menulis. Ketika tubuh sedang sakit atau pikiran sedang suntuk, aktivitas menulis sangat mungkin terhambat. Walau ada orang yang bisa menulis, bahkan lebih produktif di saat ia sedang tertekan, ‘gelap’, down, atau patah hati, namun tak banyak orang yang bisa demikian. Normalnya, orang bisa menulis di saat kondisi baik, tubuh fit, dan pikiran yang terkendali.
Ketika tubuh sehat, pikiran jernih, namun tak ada kemauan untuk menulis, bagaimana mungkin seseorang itu akan menghasilkan tulisan? Meskipun kita dorong ia sedemikian rupa, bila hatinya enggan, maka tak bisalah ia menulis. Motivasi apa pun yang kita berikan, bila hatinya tak tergerak sama sekali, tak akan pernah muncul niat untuk menulis.
Karena itu, untuk memacu semangat menulis adalah dengan menanamkan tujuan dari menulis itu sendiri. Tujuan kita menulis haruslah karena Allah semata. Dengan begitu, kita akan terjaga untuk tetap dalam koridor syarak. Hal ini juga menghindarkan kita dari kekecewaan bila tulisan kita dianggap buruk, tak layak, dsb. Selama kita luruskan niat kita karena Allah, hal-hal lain tak akan terlalu mempengaruhi kita hingga sampai berhenti untuk menulis.
Masalah teknis bisa dicari solusinya. Cara bisa dipelajari. Selama ada kemauan, pasti ada jalan. Banyak pengalaman akan mengasah kemampuan menulis kita. Menulis adalah proses untuk menjadi lebih baik, bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Bagus atau jelek di mata manusia belum tentu begitu pula di hadapan Allah. Yang penting adalah isinya sesuai dengan syariat dan tak melanggar etika.
Menulis menjadi salah satu cara untuk menyampaikan kebaikan kepada umat manusia. Memang, ada banyak cara dalam menyampaikan kebaikan, namun dengan menulis kita bisa menjangkau lebih banyak orang, bahkan mereka yang tinggal di belahan dunia lain.
Tulisannya juga akan tetap ada meskipun penulisnya telah tiada. Penulis bisa saja hilang dan berganti, namun tulisannya akan tetap abadi. Sebagaimana kebaikan yang dibawanya itu juga tak akan pernah mati.
Sebagai hamba beriman, tentu aktivitas menulis adalah dalam rangka dakwah. Menulis untuk dakwah adalah sesuatu yang serius sehingga memerlukan upaya yang serius pula. Bukan sekadar menulis untuk meluapkan perasaan dan emosi biar lega, namun menulis untuk membangkitkan umat.
Menulis untuk dakwah adalah dakwah itu sendiri sehingga menetapi jalan yang diperintahkan-Nya adalah sebuah keharusan. Dalam perjalanannya akan diperlukan ragam pengorbanan dan perjuangan. Maka, dengan selalu bersandar pada-Nya, tak akan pernah membuat kita tersesat dan hilang arah.
Bisa menulis adalah rezeki. Menulis untuk dakwah adalah rezeki dari Allah. Maka, tak patut kiranya bila kita menafikannya, meremehkannya, atau pun menyombongkannya. Apalah kita tanpa-Nya. Karena itulah, kita memohon pada Allah selalu agar diberikan kemampuan dan keistikamahan di dalam menulis untuk dakwah. Mensyukuri rezeki itu dengan menggunakannya untuk kebaikan di jalan-Nya.
Sekian dari saya yang banyak kekurangan ini.
Tulisan ini adalah pengingat bagi saya pribadi agar tak lupa dengan nikmat-Nya. Semoga ada manfaat yang bisa diambil darinya. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.[]
Photo : unsplash