Ketika Gula Tak Semanis Rasanya

Ketika Gula Tak Semanis Rasanya

Gula adalah the silent killer, ia adalah sumber dari berbagai macam penyakit yang tidak menular tapi mematikan. Hal ini terjadi karena gula membuat ketagihan/adiksi.

Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Gula merupakan salah satu bahan makanan yang banyak diminati oleh manusia. Pemanis makanan yang rasa manisnya membuat makanan menjadi enak dan lezat, sehingga membuat ketagihan. Namun, pada beberapa tahun terakhir nyatanya berbagai penyakit yang berbahaya muncul dari manisnya gula yang dikonsumsi manusia. Efek dari manisnya gula tidak semanis rasanya.

Saking bahayanya, banyak negara yang tengah menyatakan “perang” dengan gula atau pemanis sejenisnya. Sebagai contoh, negara Singapura sejak Oktober 2019 telah mengeluarkan larangan iklan minuman manis dalam kemasan dan mencantumkan label tidak sehat di kemasan minuman manis tersebut. Demikian juga dengan Spanyol yang melarang iklan minuman manis, es krim, dan coklat untuk memerangi obesitas dan diabetes pada anak sejak tahun 2021.

Data menunjukkan bahwa meningkatnya konsumsi minuman berpemanis gula secara global sebesar 17% per tahun, hal ini mengakibatkan lebih dari 1,9 miliar orang dewasa kelebihan berat badan dan lebih dari 650 juta orang mengalami obesitas pada tahun 2016, dan terus bertambah hingga saat ini. Selain itu penyakit tidak menular akibat konsumsi makanan berpemanis ini makin meningkat tiap tahunnya.

Pemanis yang Efeknya Tak Lagi Manis

Sudah menjadi pengetahuan umum jika gula adalah the silent killer, ia adalah sumber dari berbagai macam penyakit yang tidak menular tapi mematikan. Hal ini terjadi karena gula membuat ketagihan/adiksi. Gula rafinasi memunculkan efek kecanduan 8 kali lipat lebih besar daripada kokain. Maka oleh perusahaan gula tidak mungkin ditinggalkan. Karena gula adalah bagian dari profit perusahaan makanan. Modalnya yang kecil bisa mendatangkan keuntungan yang berlipat, dengan gula konsumen dibuat keenakan dan ketagihan, beli lagi dan lagi, sampai penyakit berbahaya datang menghampiri. Maka efeknya manisnya gula tidak semanis rasanya, justru akan menjadi pahit pada akhirnya.

Sejarah Gula

Apabila kita menengok sejarah, peredaran gula dalam asupan sehari-hari masyarakat dunia tidak bisa terlepas dari kepentingan industri kapitalisme. Dahulu, makanan manis adalah makanan mewah bagi bangsa Eropa dan sekitarnya. Gula hanya mampu dinikmati oleh para bangsawan dan orang terkaya di Eropa. Sampai pada tahun 1985, gula menjadi salah satu faktor terbesar yang berpengaruh terhadap demografi dunia.

Pada awalnya gula menyebar ke berbagai wilayah seperti Cina, Persia, dan terutama wilayah kekuasaan Islam di Timur Tengah.

Peradaban Islam mengembangkan sistem agrikultur tebu untuk meningkatkan produksi gula secara massal, hingga akhirnya gula dapat menyebar ke kawasan laut Mediterania, Sisilia, Maroko, dan Spanyol.

Hingga akhirnya orang Eropa baru betul-betul berinteraksi dengan gula tebu pada saat Perang Salib I (tahun 1096-1099). Orang Eropa mempelajari perkebunan gula tebu dari wilayah yang ditaklukkan selama perang. Maka ketika gula tiba di Eropa, gula dijulukinya sebagai “emas putih” sebab statusnya yang langka, mewah, dan hanya dimiliki oleh para bangsawan.

Akhirnya pada abad ke-15, status gula yang langka menjadi luntur perlahan saat orang-orang Eropa membawa perkebunan tebu ke wilayah jajahannya. Christopher Columbus membawa perkebunan tebu masuk ke Amerika dan Karibia. Sejak saat itu dimulailah ekspansi perkebunan tebu yang turut memotivasi para penjajah Eropa berlomba-lomba mencari koloni, membantai masyarakat asli, perbudakan, dan pembabatan hutan secara menggila untuk ditanami tebu sebagai bahan dasar gula.

Gula dan Kapitalisme

Sejak berabad-abad yang lalu, produksi gula telah merenggut kehidupan jutaan orang yang terjerat rantai besi dari para penjajahan. Jutaan orang terombang-ambing dalam sesak kapal Samudra Atlantik untuk diperdagangkan. Populasi yang tersebut ini adalah korban dari gilasan roda kolonialisme, perbudakan, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja murah bahkan gratis di perkebunan tebu Karibia dan Amerika milik Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa dari dulu kolonialisme dan kapitalisme sangat mendominasi, termasuk dalam urusan kudapan sekalipun.

Masifnya industri gula ini mengiringi kebangkitan awal kapitalisme global dan revolusi industri. Gula disebut-sebut sebagai sumber kehidupan industri kapitalis hingga saat ini. Bagi kapitalisme apa pun yang menguntungkan secara materi akan diperjuangkan mati-matian.

Hingga pada tahun 1955 setelah Perang Dunia II, angka penyakit jantung di AS juga melonjak tajam. Masyarakat pun panik dan mempertanyakan pemerintah, apa yang membuat tingginya penyakit jantung. Saat itu ilmuwan terbagi menjadi dua kubu, yaitu kubu gula dan kubu lemak.

Ilmuwan kubu gula menyebutkan bahwa gula berlebih menyebabkan penyakit jantung dan sebaliknya, ilmuwan kubu lemak menyebutkan bahwa lemak berlebih yang menjadi penyebabnya. Namun, tidak butuh waktu lama ilmuwan kubu gula bertekuk lutut di hadapan ilmuwan kubu lemak.

Ternyata di balik bertekuk lututnya ilmuwan kubu gula ini ada kekuatan besar yang memaksanya. Ketika masyarakat mulai berhenti menggunakan gula, para kapitalis gula (sugar capital) pun keluar untuk mengamankan cengkeramannya.

Ancel Benjamin Keys adalah seorang ilmuwan keturunan Yahudi. Ia mengatakan bahwa lemak adalah penyebab penyakit jantung, darah tinggi, obesitas, diabetes dan masalah kesehatan lainnya. Maka dianjurkan untuk tidak mengonsumsi lemak dan boleh banyak mengonsumsi gula. Pernyataan ini disempurnakan dengan landasan ilmiah yang telah dibuktikan dengan dilakukannya riset di 7 negara. Profesor Keys memimpin penelitian global yang melintasi 22 negara, tetapi Key hanya memilih 7 poin yang relevan. Ia berbohong di dalam penelitian tersebut dan menghapus faktor-faktor lain selain lemak, yang membuat orang Amerika makin banyak terkena penyakit jantung. Hal ini membuat para kapitalis gula sangat puas dengan risetnya. Gagasan Keys ini diadopsi oleh Departemen Kesehatan Publik dengan meluncurkan pedoman diet pertama dalam sejarah AS. Pada akhirnya asupan lemak yang berlebihanlah yang menjadi biang keladi penyakit jantung.

Maka sangat jelas di sini kapitalis gula adalah para penguasa yang telah memperbudak, memerangi, dan melakukan pembantaian massal sejak berabad tahun silam. Karena dalam prinsipnya kapitalisme materi adalah segalanya bahkan membayar ilmuwan untuk memutarbalikkan opini tentang kesehatan.

Skandal yang Terungkap

Ketika orang-orang mulai berhenti menggunakan gula, para kapitalis gula tidak rela dan melakukan segala cara. Namun, nyatanya, perkembangan zaman dan majunya teknologi kesehatan, akhirnya mampu membuktikan jika para kapitalis telah melakukan skandal. Menyembunyikan fakta jika di balik manisnya gula ternyata ada efek yang menyertainya.

Pada akhirnya, American Medical Association berhasil mengungkap skandal kapitalis gula. Pada tahun 2016, kecanduan, keracunan, dan fakta buruk gula terungkap satu demi satu. Namun, hingga saat ini sugar capital tetap bercokol dan mendominasi peradaban dunia yang dipimpin oleh kapitalisme hari ini. Selama rumah mereka masih ada, selama itu pula kejahatan kapitalisme akan membunuh penduduk dunia lewat propaganda manisnya gula tetap berlanjut.

Maka, yang bisa kita lakukan sebagai individu dalam menjaga kesehatan adalah membatasi asupan gula yang masuk dalam tubuh kita.

Penutup

Sangat jelas, jika keserakahan kapitalisme mengakibatkan rusaknya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satunya di bidang industri makanan dalam skala besar, sedang, sampai skala kecil. Demi meraup keuntungan sebesar-besarnya kapitalisme abai terhadap syarat kesehatan masyarakat. Targetnya adalah permintaan pasar. Jika banyak permintaan produksi akan dilakukan besar-besaran. Demikian pula dengan produksi makanan yang berpemanis dan berbahan dasar gula. Namun, jika ada yang sakit, mereka para kapitalis tidak akan memberikan jaminannya. Karena kesehatan dalam sistem kapitalis bukan tanggung jawab negara. Semua seperti lingkaran setan yang saling berkaitan.

Dalam kapitalisme tidak ada lagi perhatian terhadap adab makanan dan tayibnya sebuah makanan. Padahal, makanan yang kita konsumsi akan berpengaruh terhadap kesehatan kita. Karena kesehatan adalah nikmat yang harus disyukuri dan dijaga. Karena Rasulullah saw. telah memberikan gambaran yang jelas tentang nikmat kesehatan. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adab Al-Mufraf, Ibn Majah, dan Tirmidzi yang artinya:

“Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya, aman jiwa, jalan, rumahnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya.”

Maka marilah kita lakukan langkah kecil untuk memahamkan masyarakat akan bahaya gula dan bahan pemanis lainnya.

Wallahu a’lam bi-shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
isty Daiyah Kontributor NarasiPost.Com & Penulis Jejak Karya Impian
Previous
Koalisi Besar Parlemen, Peluang Amnesia Kepentingan Rakyat
Next
Saat Anak Tantrum
3.7 3 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

12 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Ikhty
Ikhty
21 days ago

Aku tahu gula tak baik, tetapi belum bisa menghindari gula sepenuhnya. Terima kasih, Mba Isty. Naskahnya keren pisan. Sebagai pengingat diri ini juga. Barokallah ...

Tami Faid
Tami Faid
28 days ago

Gula oh gula, dirimu manis tapi membahayakan... Barakallah bu Isty tulisannya keren

Sinta larasati
Sinta larasati
28 days ago

Tulisannya keren,makin tau dan makin nambah ilmu.

Firda Umayah
Firda Umayah
29 days ago

Barakallah mbak Isty, tulisannya keren

Deena
Deena
29 days ago

Yg manis memang enak. Namun kalau berlebihan jadinya tidak enak.
Bagi industri kapitalisme yg penting produksi digenjot dan dijual laris, lalu dapat untung. Ditambah iklan yg menarik bikin orang tertarik dan membeli yg manis2. Tak peduli tentang kesehatan masyarakat.

Netty
Netty
29 days ago

Manisnya gula semanis penulis nya. He he. Baarakallahu fiik mbak isty

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
Reply to  Netty
29 days ago

Aamiin

Yuli Juharini
Yuli Juharini
29 days ago

Nasi pun banyak mengandung gula karena itu bagi penderita diabetes dilarang mkn nasi banyak2. Jika tubuh kita kekurangan gula juga bisa mengakibatkan lemas tak bertenaga. Karena itu konsumsi nasi dan yg lain yg mengandung gula sewajarnya saja jgn berlebihan. Sesuatu yg berlebihan tidak baik akibatnya.
Bravo Mba Isti. Barakallah.
Makin tau makin banyak ilmu.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
Reply to  Yuli Juharini
29 days ago

Aamiin

Atien
Atien
29 days ago

Yang manis yang bikin miris. Rasa manis gula ternyata memiliki efek berbahaya bagi kesehatan manusia bila tak bijak mengonsumsinya. Barakallah mba @ Isty. Naskahnya okey punya.

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
29 days ago

Mengerikan fakta di balik manisnya gula ya ...gula manis tapi benar2 kebaikannya tdk manis seperti rasanya. Ada banyak bahaya penyakit mengintai. Luar biasa cara kerja kapitalis apa pun demi meraup untung besar semua akan dilakukan meski merusak kesehatan manusia.

Naskah keren Mb Isty mencerahkan, jazakillah khairan telah menulis tentang gula. Sukses dunia akhirat. Amin

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
Reply to  Mimy muthmainnah
29 days ago

Aamiin

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram