Penguasaan teknologi oleh negara-negara kapitalis sejatinya hanya memiliki satu tujuan yakni memperluas koloni jajahan. Alih-alih demi kepentingan manusia, eksplorasi Bulan sejatinya hanya demi keuntungan semata.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com& Penulis Rempaka Literasi)
NarasiPost.Com-Pengembangan teknologi antariksa akhir-akhir ini menjadi prioritas negara-negara besar. Setelah Amerika Serikat, Cina, dan bekas Uni Soviet, kini India berhasil menyusul dengan torehan luar biasa. Salah satu lompatan spektakulernya adalah kesuksesan wahana antariksa Chandrayaan-3, yang berhasil mendarat di Bulan dengan selamat.
Kesuksesan tersebut mungkin membuat publik bertanya-tanya, apa saja rekor yang berhasil dilakukan oleh Chandrayaan-3? Bagaimana fakta kemajuan teknologi India sehingga mampu menjadi negara keempat yang mendarat di Bulan? Lantas, bagaimana pula posisi negeri muslim termasuk Indonesia yang terpuruk dan kalah dalam teknologi antariksa atas negara-negara kafir?
Rekor Bersejarah Chandrayaan-3
Pendaratan Chandrayaan-3 di Bulan terjadi pada Rabu (23/8). Pendaratan tersebut terjadi hanya selang beberapa hari setelah wahana antariksa Rusia yakni Luna-25, gagal melakukan pendaratan. Beberapa rekor bersejarah yang berhasil dicatat pada pendaratan Chandrayaan-3 adalah:
Pertama, Chandrayaan-3 berhasil mendarat di kutub selatan Bulan dengan mulus. Pendaratan tersebut terjadi pada pukul 18.03 waktu India atau sekitar pukul 18.34 WIB. Peluncuran wahana antariksa tersebut dilakukan oleh roket LVM3 pada 14 Juli lalu dari bandar antariksa yang berada di Sriharikota, tepatnya di pesisir timur India. Pendaratan tersebut menjadi bersejarah karena India merupakan negara pertama yang berhasil mendarat di kutub selatan Bulan. (cnnindonesia, 24/08/2023)
Kedua, pendaratan wahana antariksa Chandrayaan-3 ke permukaan Bulan juga menjadi pendaratan pertama bagi India, tetapi merupakan percobaan kedua untuk mendarat di kutub selatan Bulan. Sebelumnya, India pernah meluncurkan Chandrayaan-2 untuk misi pendaratan ke kutub selatan Bulan. Namun, akibat adanya permasalahan software, wahana antariksa tersebut gagal dan menabrak Bulan.
Ketiga, Chandrayaan-3 berhasil mengalahkan Luna-25 milik Rusia. Luna-25 jatuh ke Bulan setelah mengalami kerusakan mesin sekaligus memupus misi pendaratan pertama Rusia ke Bulan dalam 47 tahun terakhir. Selain itu, India juga menegaskan statusnya sebagai negara adidaya di ruang angkasa bersama Cina, AS, dan bekas Uni Soviet. Itulah gebrakan yang berhasil dilakukan India. Lantas, bagaimana kemajuan teknologi antariksa India sehingga mampu mengungguli negara lain terutama Indonesia?
Tak Ingin Menjadi Penonton
Sejarah baru yang telah ditorehkan India tidak terjadi begitu saja. Ada proses panjang yang dilalui hingga berhasil mencapai ambisi besarnya menjejakkan wahana antariksanya ke Bulan. Melihat torehan yang luar biasa tersebut tentu mengoyak rasa penasaran publik, apa sebenarnya yang membuat teknologinya begitu cepat melesat?
India diketahui merdeka pada tahun 1947, hanya berselang dua tahun saja setelah kemerdekaan Indonesia. Dalam aspek sosial pun, India dan Indonesia sebenarnya memiliki kemiripan. Sejak awal merdeka, India sebenarnya tidak pernah memikirkan program luar angkasa menjadi program nasionalnya. Pada saat itu, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru, India justru lebih fokus pada program nuklirnya. Mengingat saat itu nuklir memang menjadi teknologi primadona di sektor energi terbarukan dan pertahanan.
India baru mulai melirik program luar angkasa ketika memasuki dekade 1960-an. Ketertarikan tersebut berawal saat terjadi perang dingin antara AS–Uni Soviet. Kedua negara yang sedang bersaing dalam program luar angkasa itu, membuat India akhirnya ingin mengambil peran di dalamnya. Hal ini sebagaimana dikutip dari sebuah riset yang bertajuk "Understanding India's International Space Cooperation Endeavour (2018). (cnbcindonesia, 25/08/2023)
Para petinggi India berpikir bahwa mereka tak seharusnya hanya menjadi penonton. Menurut mereka, sudah saatnya bagi India untuk ikut mengambil peran dalam program tersebut. Apalagi mereka menganggap bahwa para ilmuwan India sudah banyak berkontribusi dalam pengembangan teknologi antariksa.
Bermain di Dua Kaki
Di awal perjalanan pengembangan sektor luar angkasanya, India membangun The Indian National Committee for Space Research (INCOSPAR) atau Komite Nasional India untuk Penelitian Ruang Angkasa, pada tahun 1962. Misi pertama komite tersebut adalah merumuskan lokasi penerbangan roket global. Kemudian pada tahun 1963, dibangun pula peluncuran roket yang diberi nama Thumba Equatorial Rocket Launching Station (TERLS).
Menariknya, proyek tersebut bukan didanai sendiri oleh India, melainkan oleh AS dan Uni Soviet yang sedang terlibat persaingan global. Menurut Ajay Lele (konsultan di Manohar Parrikar Institute for Defence Studies and Analyses), India telah menunjukkan sikap politik dua kaki.
Di satu sisi, India sengaja tidak mengambil dana dari salah satu negara tersebut agar tidak terjebak dalam persaingan global. Pasalnya, jika hal itu dilakukan maka permasalahan akan semakin rumit. Sejatinya India tidak tertarik untuk ikut bersaing dalam urusan ekonomi dan eksplorasi Bulan dengan negara-negara maju.
Di sisi lain, India sangat membutuhkan teknologi tersebut dengan dalih untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Menariknya, politik dua kaki yang dilakukan India justru membuatnya melesat melampaui negara-negara seusianya. Dengan Indonesia saja, misalnya. Pada tahun 1960-an, India sudah sukses berkelana di ruang angkasa, sedangkan Indonesia masih diributkan dengan ambisi politik dan pergantian kekuasaan. Bahkan, India sudah terlibat dalam pengembangan peluncuran satelit Sputnik pada 1976 dan Apollo pada tahun 1969. Tak hanya itu, India juga berhasil membentuk badan antariksa independen yakni The Indian Space Research Organisation (ISRO), yang menggantikan INCOSPAR.
Namun, tak ada program yang berjalan tanpa kritik. Demikian pula dengan program luar angkasa India. Banyak pihak menilai bahwa India di bawah pimpinan PM Nehru yang dilanjutkan oleh Lal Bahadur saat itu, sedang melakukan politik mercusuar. Pasalnya, India lebih rela menggelontorkan dana fantastis untuk proyek luar angkasanya, ketimbang menyelesaikan problem sosial (kemiskinan) yang mendera masyarakat. Sayangnya, kritik tersebut tak menyurutkan langkah pemerintah untuk mengembangkan proyek antariksanya.
India akhirnya digadang-gadang menjadi primadona sekaligus mitra yang sangat strategis dalam pengembangan antariksa. Apalagi, dengan mengerahkan seluruh sumber daya dalam negeri (mulai dari merekrut ilmuwan hingga peralatan), India berhasil mematahkan anggapan bahwa biaya proyek antariksa tidaklah semahal yang ditawarkan NASA.
Persaingan Negara-Negara Besar
Eksplorasi Bulan tampaknya menjadi primadona baru di antara negara-negara besar. Mereka saling berlomba untuk menjadi negara yang paling maju dalam teknologi antariksanya. Jutaan bahkan miliaran dolar dana digelontorkan demi kesuksesan misi eksplorasi mereka di luar angkasa. Di antara negara-negara tersebut adalah India, Rusia, Cina, AS, hingga Eropa. India menjadi negara pertama yang sukses mendaratkan wahana antariksanya ke kutub selatan Bulan melalui Chandrayaan-3.
Berikutnya ada Rusia yang meluncurkan misi Luna-25 pada Juli 2023 untuk mengumpulkan sampel dari kutub selatan Bulan dengan wahana penelitinya. Selanjutnya ada Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), yang juga berencana meluncurkan misi ke Bulan dengan Artemis II yang memiliki misi membawa astronaut untuk mengorbit Bulan. Cina pun tak mau ketinggalan dengan mengumumkan rencana kolaborasinya bersama Rusia untuk membangun pangkalan bersama di Bulan pada 2035. Melihat persaingan negara-negara tersebut untuk menjadi yang terdepan dan tercanggih teknologi luar angkasanya, lantas menyisakan sebuah tanya, mengapa mereka kembali ke Bulan?
Menurut astronom di Pusat Astrofisika Harvard-Smithsonian, Dr. WcDowell, tujuan negara-negara tersebut kembali ke Bulan adalah: Pertama, untuk membangun pangkalan di Bulan. Pangkalan tersebut nantinya bisa menjadi tempat tinggal bagi para astronaut. Kedua, Bulan menjadi tempat strategis untuk menguji teknologi luar angkasa negara-negara tersebut. Ketiga, Bulan menjadi batu loncatan untuk menjelajah ke tempat-tempat lain di luar angkasa, seperti Mars.
Selain itu, wilayah kutub selatan Bulan dianggap sangat strategis karena diyakini sebagai rumah bagi endapan es air. Air-air yang membeku tersebut nantinya dapat dikonversi menjadi hidrogen dan oksigen sebagai bahan bakar roket, atau bahkan air minum yang dapat digunakan untuk misi berawak di masa yang akan datang.
Posisi Negeri Muslim
Jika negara-negara maju saling bersaing menjadi yang terbaik dalam teknologi luar angkasanya, lantas apa kabar negeri-negeri muslim termasuk Indonesia? Tak bisa dimungkiri, sejak keruntuhan peradaban Islam di masa lalu, negeri-negeri muslim memang tertinggal di semua aspek, salah satunya teknologi. Ibaratnya, negara lain sudah jauh terbang ke Bulan, negeri muslim masih sibuk berkonflik di daratan.
Indonesia misalnya, bisa dikatakan sangat tertinggal jauh aspek teknologinya. Meski memiliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), tetapi tampaknya program antariksa tidaklah masuk dalam proyek strategis. Meski selalu memperingati Hari Kebangkitan Teknologi sejak 1995 silam, tetapi peringatan tersebut hanyalah menjadi seremonial semata.
Bagaimana bisa mengaku bangkit teknologinya, jika aset-aset strategis negeri ini justru dikuasai oleh asing yang memiliki teknologi. Barang-barang kebutuhan dasar pun nyaris semua diimpor dari negara yang memiliki teknologi. Ini bukanlah kebangkitan, tetapi penjajahan. Bukankah kita sering mendengar pernyataan, jika teknologi tidak dipandu oleh Islam maka akan menjajah. Sebaliknya, jika Islam tidak didukung teknologi maka akan terjajah.
Mirisnya lagi, dunia penelitian dan pengembangan yang ada di negeri ini seolah-olah menjadi tempat menyingkirkan orang-orang cerdas. Mereka "dibuang" agar tak membuat gaduh. Tak ada perhatian maksimal dari negara untuk mendukung para peneliti di negeri ini. Lantas, apa sejatinya makna kebangkitan teknologi itu jika segala sesuatunya masih di bawah kendali asing?
Demikianlah, penguasaan teknologi oleh negara-negara kapitalis sejatinya hanya memiliki satu tujuan yakni memperluas koloni jajahan. Alih-alih demi kepentingan manusia, eksplorasi Bulan sejatinya hanya demi keuntungan semata. Mereka hanya beradu gengsi tentang sains, politik prestise nasional, dan perbatasan baru, bukan demi kebaikan manusia. Benarlah pula bahwa teknologi tanpa bimbingan Islam hanyalah untuk menjajah.
Teknologi dalam Islam
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang paripurna. Di dalamnya mengatur berbagai persoalan termasuk masalah teknologi. Jika berkaca pada peradaban Islam di masa lalu, kebangkitan teknologi adalah realitas, bukan sekadar teoretis. Kebangkitan sendiri adalah ketika manusia bisa efektif menjalankan perannya sebagai umat terbaik. Sebagaimana yang tercantum dalam surah Ali Imran ayat 110, yang artinya: "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah."
Untuk mewujudkan kebangkitan tersebut, negara harus menguasai semua teknologi yang menjadi penopangnya. Pada generasi awal Islam misalnya, mereka membangun teknologi dengan menerapkan tiga filosofi yakni mengamati dengan teliti, mencontoh, dan mengembangkan. Filosofi tersebut diterapkan pada semua bidang, baik dalam teknologi pangan, industri, energi, informasi, transportasi, kesehatan, dan pertahanan.
Pada umumnya, teknologi pada masa kejayaan Islam dibangun atas dasar kebutuhan mayoritas masyarakat sehingga disebut sebagai teknologi tepat guna. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan antara teknologi tepat guna dan teknologi canggih sebagaimana yang banyak dipahami orang. Lebih dari itu, pembangunan teknologi semata-mata ditujukan untuk kemaslahatan umat.
Membangun Politik Industri
Agar menjadi terdepan dalam penguasaan teknologi, umat Islam seharusnya menerapkan beberapa strategi. Pertama, negara wajib memiliki kedaulatan yang dituntun oleh Al-Qur'an dan sunah. Jika ini dilakukan maka dijamin akan menuai keberhasilan. Buktinya dapat disaksikan pada masa kegemilangan Islam di masa lalu, saat negara dituntun oleh Al-Qur'an.
Kedua, negara harus melakukan revolusi industri. Revolusi yang dimaksud adalah merombak kebijakan perindustrian yang selama ini bertumpu pada industri konsumtif kemudian diubah menjadi industri strategis. Industri strategis tersebut sekaligus dijadikan sebagai basis perindustrian. Agar basis perindustrian terwujud, negara harus membangun industri peralatan (industri yang memproduki alat-alat). Industri ini biasa disebut sebagai industri alat berat. Dari sinilah pengembangan industri-industri lainnya dilakukan, termasuk pengembangan teknologi antariksa.
Namun, revolusi industri tersebut hanya dapat diwujudkan jika negara (Khilafah) membuka pusat-pusat kajian dan riset, pelatihan dan laboratorium yang mengajarkan tentang sains industrial engineering (baik teori maupun terapan). Contohnya, industri eksplorasi, penambangan, pengolahan, dan kimia. Semua langkah tersebut berfungsi sebagai penopang industri pertahanan dan keamanan negara.
Sejarah mencatat, industri pertahanan dan keamanan tersebut sudah dikembangkan sejak awal kemunculan Islam. Saat itu, alutsista negara berupa panah, tombak, perisai, pedang, manjanik (pelontar batu), dan dababah (sejenis tank yang dibuat dari kulit). Menariknya lagi, mereka bisa memproduksinya sendiri dengan bahan baku yang tersedia.
Pengembangan dan penemuan teknologi pada masa kekhilafahan pun sangat luar biasa. Pada masa Harun Ar-Rasyid misalnya, telah diciptakan jam sebagai petunjuk waktu. Selanjutnya, pada zaman Muhammad al-Fatih, sang khalifah telah membiayai para ilmuwan penemu alutsista untuk mengembangkan penemuannya tersebut. Hasilnya, dia berhasil membuat meriam raksasa dengan berat 700 ton. Berat mesiunya 12.000 rithl yang ditarik oleh 100 kerbau serta dibantu lagi oleh 100 orang yang kuat.
Khatimah
Inilah gambaran nyata ketika suatu negara dibimbing dengan wahyu. Negara (Khilafah) akan menerapkan politik industri yang didasarkan pada industri pertahanan dan keamanan. Hasilnya, teknologi canggih terus ditemukan dan kemandirian negara bukanlah ilusi.
Wallahu a'lam bishawab
Ada tulisan Ustaz Fahmi Amhar tentang penguasaan negeri-negeri muslim terhadap teknologi luar angkasa. Hasilnya miris. Bahkan Indonesia hanya punya satu observatorium, itu pun peninggalan Belanda. Dengan India, kita jelas ketinggalan jauh.
Ya mbak tina betul banget indonesia semakin terpuruk padahal banyak generasi yang berilmu ataupun punya keahlian teknologi tapi sayang tidak ada dukungan dari negara dulu BJ.Habibi saja direkrut Jerman. Jika dikembangkan di Indonesia kepada generasi berikutnya dan difasilitasi negara pasti akan bermunculan para teknokrat... yang ada malah dibungkam kreatifitas anak mudanya
Cuma beda 2 tahun sejak kemerdekaannya, India justru bisa melesat tinggi terkait sains dan teknologinya. Seharusnya ini membuat malu para pemimpin negeri yang sering mengabaikan para ilmuwan dengan inovasi yang memukau.
Maasyaa Allah keren banget mbak. Kadang gregetan banget dengan negeri ini. Lembaga penelitian ada, lembaga utk mengembangkan teknologi luar angkasa ada, ahlinya pun ada. Sayang banget kalo elemen-elemen ini gak dianggap strategis dan penting oleh negara. Wajar kalay akhirnya negeri ini sebagaimana negeri muslim lainnya tetap terpuruk
Betul mbak Irma. Kapitalisme yang dianut negeri ini justru jadi petaka ya. Orang-orang pintar teknologi malah dianggap bikin gaduh. Syukran mbak Irma sudah mampir.
Teknologi tanpa Islam akan menjajah, sementara Islam tanpa teknologi akan terjajah. Dan saat ini Islam posisi terjajah karena tak menerapkan sistem Islam. Masya Allah tulisannya bagus banget.
Alhamdulillah, semoga bermanfaat. Syukran mbak Neni sudah mampir
Masya Allah Barakallah tulisan Mbak Sartinah memang oke. Selalu mencerahkan & menambah tsaqofah Islam.
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Dyah Rini. Syukran sudah mampir mbak
MasyaAllah, naskah opini dari mbak Sartinah selalu keren. Mudah dipahami dan penuh ilmu. Semoga umat setelah membaca ini jadi semakin sadar akan kebutuhan akan keberadaan Khilafah.
Aamiin. Betul Mbak Isty, Khilafah suda sangat urgen ya saat ini. Syukran mbak sudah mampir
MasyaAllah, Barakallah mba Sartinah. Keren tulisannya. Ya begitulah. Negara-negara muslim akan terus membebek kepada negara-negara Maju. Padahal jika dipikir. Indonesia negara kaya dan orangnya pinter-pinter. Tapi, apalah daya mereka disetir oleh Barat agar tidak berkembang.
Aamiin, wa fiik barakallah Mbak Komariah. Hihi ... betul ya, Indonesis memang punya SDM dan SDA yang luar biasa, tapi apalah daya kalau salah tata kelola, ya begini jadinya.
Masyaallah keren naskahnya mb Sartinah, mencerahkan..betul beda tujuan kapitalisme dangan Islam dlm menyikapi kemajuan sain.
Betul mbak Mimi. Intinya gak ada kemaslahatan yang lahir dari rahim kapitalisme. Syukran mbak sudah mampir
Dalam Islam, segala kecanggihan teknologi bertujuan untuk kemaslahatan umat. Namun, saat ini selain kepentingan negara juga untuk prestige
Betul sangat mbak Dia. Kayaknya keuntungan, gengsi, dan menjajah menjadi harga mati bagi kapitalismr ya, hehe ...
Miris melihat negeri muslim tertinggal dan tertindas. Seharusnya dengan carut marut persoalan saat ini umat islam sadar dan kembali kepada Islam Kaffah
Batul mbak Maftucha, hanya dengan kembali pada Islam, negeri-negeri muslim akan digdaya termasuk teknologinya. Syukran mbak sudah mampir
Memang benar, secanggih apa pun kemajuan teknologi , bila masih di bayang- bayang sistem kufur pasti hanya mencari keuntungan tanpa memikirkan kepentingan rakyat.
Jazakillah Khoir mba @ Sartinah, baca naskah ini jadi tambah wawasan dan pengetahuan dunia antariksa
Waiyyaki mbak Atien. Syukran sudah mampir
Naskah Cikgu memang selalu keren dan panjang kali lebar.
Hehe ... kebablasan ya alias kepanjangan. Syukran sudah mampir mbak Nining
Alhamdulillah, jazakunnallah khairan katsiran tim NP semua. Semoga menambah wawasan kita tentang teknologi antariksa
Yailah...kebanggaan para kapitalis jika mereka berhasil meraih materi dan eksistensi diri. Segala teknologi canggih, hingga ingin membuat pangkalan di luar angkasa, kadang tidak berkorelasi dengan kemaslahatan umat manusia.
Betul, hanya basa-basinya mereka yang bilang demi kemaslahatan manusia. Kapitalis mana ngerti urusan kemaslahatan ya, hehe ...
Masyaallah kecanggihan teknologi dalam Islam adahal hal yang sangat luar biasa. Kemajuan tekhnologi akan berkembang dengan pesat dibawah pemerintahan Islam. Dimana sandarannya ada diterapkannya aturan Allah secara menyeluruh.
Jazakillah Bunda Sartinah atas karya keren ini.
Betul Bu Dewi, tanpa Islam, teknologi hanya digunakan untuk menjajah. Syukran Bu sudah mampir. Waiyyaki