Penulisan dan penelitian ilmiah memiliki peran yang strategis bagi masa depan bangsa untuk menemukan solusi bagi persoalan-persoalan baru yang muncul karena berkembangnya kehidupan.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sebuah lokakarya penulisan ilmiah diselenggarakan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Kedubes Amerika Serikat bekerja sama dengan Sekretariat Field Epidemiology Training Program (FETP) Kemenkes RI. Peserta lokakarya yang diselenggarakan pada 24–26 Juli 2024 di Batam itu adalah para dosen universitas serta petugas kesehatan kabupaten dan provinsi yang menjadi mentor peserta FETP. Tujuan penyelenggaraan lokakarya tersebut adalah meningkatkan penyebaran data epidemiologi untuk masyarakat global (kabarbatam.com, 03-08-2024).
Apa urgensi pelatihan ini bagi Indonesia? Apakah Islam juga memperhatikan masalah ini?
Peran Strategis Penulisan dan Penelitian Ilmiah
Penulisan dan penelitian ilmiah memiliki peran yang strategis bagi masa depan bangsa, salah satunya dalam mengatasi epidemi. Oleh karena itu, Kemenkes telah bekerja sama dengan CDC sejak 1982 melalui FETP untuk mengembangkan tenaga kerja epidemiologis yang terampil. Mereka yang sering disebut sebagai “detektif penyakit” ini diharapkan mampu mengumpulkan data penting serta menerjemahkannya menjadi sebuah wawasan yang dapat ditindaklanjuti. Selain itu, kerja sama ini juga memberikan pengalaman praktik lapangan bagi para “detektif penyakit” tersebut. Pelatihan ini juga membekali para mentor FETP dengan keterampilan dan kepercayaan diri untuk menulis serta menerbitkan artikel ilmiah yang terstruktur dengan baik.
Melalui pelatihan ini, para mentor diharapkan dapat membimbing siswa dalam penulisan dan penerbitan naskah dalam bidang epidemiologi. Dengan demikian, akan muncul generasi penulis ilmiah yang andal. Dengan cara ini, penyebaran data epidemiologi untuk masyarakat global akan meningkat.
Generasi penulis dan peneliti sebenarnya tidak hanya dibutuhkan di bidang epidemiologi. Kehidupan yang terus berkembang mengharuskan manusia mencari solusi bagi persoalan-persoalan baru yang terus muncul. Para peneliti dapat berperan di sini melalui berbagai penelitian yang mereka lakukan. Hasil penelitian itu mereka tulis dalam bentuk karya ilmiah yang dapat diterapkan oleh negara sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Menyadari pentingnya peran peneliti ini, pemerintah menargetkan jumlah mereka mencapai 9.000 orang pada 2045. Sayangnya, jumlah peneliti di Indonesia saat ini masih sangat kurang. Hingga September 2022, hanya ada 8.013 peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebanyak 473 dari mereka adalah peneliti di bidang kesehatan (suaraharapan.co, 12-11-2022).
Minimnya peneliti serta penulis ilmiah ini sangat disayangkan karena Indonesia sebenarnya merupakan surga penelitian atau riset. Wilayahnya yang luas dengan sumber daya alam yang melimpah dan beraneka ragam, sangat menarik untuk diteliti. Jika Indonesia kekurangan penulis dan peneliti ilmiah, akan sangat merugikan negeri ini. Orang-orang asing dengan ideologi kapitalisme yang mereka emban, akan memanfaatkan hasil penelitian itu untuk kepentingan mereka dalam rangka mencari keuntungan pribadi. Mereka dapat saja mematenkan hasil penelitian tersebut, sehingga rakyat Indonesia tidak berhak lagi atas kekayaan mereka sendiri. Saat itu terjadi, rakyat negeri ini hanya dapat gigit jari.
Penelitian Bukan Sekadar Kepuasan Intelektual
Penulisan dan penelitian ilmiah merupakan satu hal yang sering dilakukan oleh para ilmuwan. Biasanya, mereka akan melakukan pengkajian dan penelitian terhadap satu persoalan. Hasilnya mereka catat dalam satu tulisan.
Pengkajian dan penelitian itu dapat dilakukan dengan mempelajari karya tulis para ilmuwan sebelumnya. Teori-teori yang telah dibuat oleh para ilmuwan sebelumnya itu diuji melalui serangkaian percobaan. Bisa jadi, hasil dari percobaan itu berbeda dengan teori sebelumnya sehingga muncullah teori baru.
Para ilmuwan sebelum datangnya Islam telah banyak mengembangkan teori dalam berbagai bidang. Sayangnya, teori-teori itu hanya tersimpan sebagai lembaran-lembaran yang tidak diaplikasikan dalam kehidupan. Hal itu terjadi karena ilmu bagi mereka hanya untuk kepuasan intelektual.
Sementara itu, para ilmuwan muslim memahami bahwa ilmu dipelajari untuk diamalkan. Oleh karena itu, mereka berupaya untuk menerapkan berbagai teori tersebut dalam menyelesaikan persoalan umat. Prinsip inilah yang membuat mereka terdorong untuk menciptakan berbagai alat yang bermanfaat bagi manusia. Seperti yang dilakukan oleh anak-anak Musa bin Syakir yang menciptakan berbagai peralatan mekanik berdasarkan teori yang mereka pelajari dari manuskrip Yunani.
Berbagai penemuan itu dapat dimanfaatkan untuk memajukan peradaban kaum muslim. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan penelitian dan penulisan itu adalah untuk menyukseskan pelaksanaan syariat Islam. Tujuan itu tertanam dalam benak para ilmuwan karena mereka mengemban Islam sebagai ideologi.
Oleh karena itu, segala sesuatu yang mereka lakukan hanya untuk mewujudkan kemuliaan dan kepemimpinan Islam di dunia. Fakta telah membuktikan bahwa umat Islam telah berhasil menjadi umat terbaik yang pernah ada dalam sejarah peradaban manusia. Mereka menjadi umat yang maju dalam berbagai bidang, seperti kedokteran, pertanian, matematika, dan sebagainya.
Para ilmuwan muslim telah banyak menghasilkan karya tulis ilmiah yang merupakan hasil dari penelitian mereka. Karya-karya mereka banyak yang dijadikan rujukan oleh para ilmuwan lainnya. Di antaranya adalah kitab-kitab yang membahas ilmu kedokteran, seperti Syarah Tasyrih al-Qanun, karya Ibnu Nafis yang berisi tentang sel-sel darah merah. Selain itu ada kitab At-Tadzkirah al-Kahalain, karya Ali bin Isa al-Kahal yang dikenal sebagai dokter spesialis mata.
Ada pula kitab-kitab dalam bidang fisika, seperti kitab yang ditulis oleh Al-Biruni berjudul Al-Qanun al-Mas’udi yang membahas gaya gravitasi. Kemudian kitab Al-Manadhir, karya Ibnu Haitsam yang menjelaskan tentang penglihatan mata. Masih banyak lagi kitab-kitab lainnya yang memberi manfaat bagi umat manusia.
Penelitian dan penulisan ilmiah itu dapat dilakukan karena dukungan yang besar dari penguasa Islam saat itu. Seperti yang dilakukan oleh para khalifah Bani Abbasiyah. Mereka memberikan fasilitas yang lengkap, seperti perpustakaan dan obeservatorium. Mereka juga mendanai penerjemahan kitab-kitab dari ilmuwan nonmuslim, seperti dari Yunani dan Persia. Para penguasa itu juga memberikan nafkah kepada para ilmuwan agar mereka fokus melakukan penelitian tanpa khawatir dengan dana penelitian atau nafkah untuk keluarga mereka. Dana itu diambilkan dari baitulmal dari pos jizyah, kharaj, ganimah, atau harta milik umum.
Khatimah
Demikianlah pentingnya penulisan dan penelitian ilmiah dalam memajukan peradaban manusia. Oleh karena itu, untuk memajukan peradaban Islam, kaum muslim harus memperhatikan masalah ini. Mereka harus banyak melakukan penelitian dan penulisan ilmiah agar dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul akibat berkembangnya kehidupan.
Semoga peradaban Islam yang agung segera tegak kembali agar umat Islam hidup dalam rida Allah Swt. Saat itulah, mereka akan mendapatkan keberkahan sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Swt. dalam QS. Al-A’raf ayat 96,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِنَ السَّمَآءِ وَالْأرْضِ
Artinya: “Sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pasti Kami bukakan atas mereka keberkahan dari langit dan bumi.”
Wallaahu a’lam bi ash-shawaab []